Informasi Terpercaya Masa Kini

Lebaran Lesu di Indonesia, Diskriminasi Membayangi India

0 12

Suasana meriah yang biasanya menyelimuti Hari Raya Idul Fitri, perayaan yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadan, terasa lebih hening di Indonesia tahun ini. Sementara di India, muslim bergulat melawan diskriminasi.

Masyarakat tengah bergumul dengan harga kebutuhan pokok, pakaian, dan barang-barang penting yang terus meroket.

Pengeluaran konsumen menjelang liburan keagamaan terbesar umat muslim yang dirayakan tahun ini menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan perkiraan pelambatan peredaran uang akibat berkurangnya jumlah pemudik.

Setiap tahun, sebagian besar dari populasi Indonesia berbondong-bondong melakukan perjalanan mudik, pulang kampung untuk merayakan hari raya dengan doa, jamuan, dan kumpul keluarga yang penuh kegembiraan.

Biasanya penerbangan penuh sesak, dan kerabat yang penuh harap dengan bingkisan hadiah atau oleh-oleh berdiri dalam antrean panjang di stasiun bus dan kereta.

Namun tahun ini, Kementerian Perhubungan mencatat bahwa jumlah pemudik mencapai 146 juta orang, turun 24% dibandingkan dengan 194 juta pemudik tahun lalu.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia memproyeksikan peredaran uang selama Idul Fitri akan mencapai 137,97 triliun rupiah, turun dari 157,3 triliun rupiah tahun lalu.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! Melemahnya daya beli masyarakat

Melemahnya daya beli ini juga tercermin dalam Indeks Kepercayaan Konsumen Bank Indonesia yang turun menjadi 126,4 pada Februari, dari 127,2 pada Januari.

Direktur eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), Bhima Yudistira, mengatakan bahwa tren ini menunjukkan ekonomi sedang tertekan, dipicu oleh kesulitan ekonomi, depresiasi mata uang, dan pemutusan hubungan kerja massal di sektor manufaktur.

“Semua ini melemahkan pendapatan perusahaan dan pendapatan pekerja yang pada gilirannya menekan pengeluaran konsumen,” ujar Yudistira, menambahkan bahwa ia “mengharapkan suasana perayaan yang kurang meriah.”

Ia menambahkan, semangat perayaan tahun ini seolah terhambat oleh kenyataan ekonomi yang keras, di mana harga yang melambung tinggi dan pendapatan yang menyusut memaksa masyarakat untuk mengutamakan bertahan hidup daripada merayakan hari besar.

Secara tradisional, konsumsi rumah tangga adalah pendorong utama Produk Domestikj Brutoo ((PDB) Indonesia. Kontribusinya lebih dari 50% terhadap perekonomian tahun lalu, yang turut mendorong pertumbuhan tahunan sebesar 5,11%. Namun, pengeluaran konsumen pada tahun 2025 diperkirakan akan lebih terkendali, ujar Yudistira.

Optimisme hanya terasa di pemerintahan?

Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa momentum Ramadan dan Idul Fitri akan mendukung pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2025. “Hari raya biasanya mendorong perekonomian melalui peningkatan pengeluaran,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelang liburan keagamaan umat Islam ini.

Pemerintah baru-baru ini memperkenalkan insentif untuk merangsang aktivitas ekonomi, termasuk diskon tiket pesawat dan biaya tol, acara belanja daring nasional, bantuan tunai langsung untuk 16 juta rumah tangga, pengurangan tagihan listrik untuk pelanggan dengan konsumsi rendah, serta pembebasan pajak untuk sektor yang padat karya.

“Dengan program-program ini, pemerintah berharap dapat menjaga pengeluaran konsumen dan mendukung stabilitas ekonomi,” tandas Hartarto.

Situasi ini juga dirasakan oleh Endang Trisilowati, seorang ibu empat anak, yang mengungkapkan bahwa keluarganya terpaksa mengurangi anggaran untuk perayaan.

“Sejujurnya, kesulitan ekonomi memengaruhi kami,” keluh Endang Trisilowati. Ia menceritakan bagaimana dulu ia biasa memasak berbagai hidangan untuk Idul Fitri dan mengundang tetangga, tetapi kini ia hanya mampu menyediakan makanan sederhana untuk keluarganya.

“Banyak yang hanya mencari cara untuk makan pada hari perayaan ini, tetapi semangatnya terasa rendah,” paparnya.

Muslim di India bergulat dengan diskriminasi

Di India, umat muslim merayakan Idul Fitri dengan doa khusus, pertemuan keluarga, dan hidangan perayaan. Namun, perayaan kali ini datang di tengah kondisi di mana komunitas minoritas ini menghadapi nasionalis Hindu garis keras.

Kelompok-kelompok muslim juga memprotes usulan dari pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi untuk mengubah undang-undang mengenai wakaf tanah muslim.

Pemerintah mengklaim bahwa tujuannya adalah untuk memberantas korupsi dan penyalahgunaan dalam pengelolaan wakaf tanah muslim yang jumlahnya ratusan ribu.

Namun, kelompok muslim menyatakan bahwa usulan yang sedang menunggu persetujuan di parlemen India ini bersifat diskriminatif.

Muslim, yang membentuk 14% dari total populasi India yang mencapai 1,4 miliar jiwa, adalah kelompok minoritas terbesar di negara dengan mayoritas Hindu ini.

Partai Bharatiya Janata (BJP) yang dipimpin oleh Modi meluncurkan sebuah inisiatif nasional bernama “Saugat-e-Modi,” atau “Hadiah Modi,” selama Ramadan, yang diperkirakan akan memberikan makanan dan pakaian kepada lebih dari tiga juta umat muslim yang kurang mampu untuk merayakan Idul Fitri.

Di New Delhi, ribuan orang berkumpul di Jama Masjid, salah satu masjid terbesar di negara itu, untuk melaksanakan salat Ied.

Keluarga-keluarga berkumpul pada pagi hari Senin (31703), dan banyak orang saling berpelukan dan mengucapkan selamat.

“Hari ini adalah hari untuk memberi dan menerima cinta. Bahkan jika Anda bertemu musuh, sambut mereka dengan cinta hari ini,” pungkas Mohammed Nooruddin, seorang pelajar Islam di India berusia 18 tahun.

ap/hp (ap)

Leave a comment