Orang-Orang Biasa dengan Kisah Luar Biasa di Sekitar Kita
Ramadan selalu jadi bulan yang spesial. Selain waktu untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, Ramadan juga momen buat berhenti sejenak-merenung, dan melihat hidup dari sudut yang berbeda.
Inspirasi, misalnya. Kita sering sibuk mencari jauh-jauh, dari tokoh besar.
Padahal, inspirasi justru sering ada di dekat kita, di wajah orang-orang yang tiap hari kita temui, tapi kisahnya nggak pernah kita dengar.
Mereka ini nggak tampil di TV, nggak bikin heboh di media sosial, tapi perjuangan hidupnya layak banget diabadikan dalam tulisan.
Ramadan ini, aku belajar dari mereka (orang-orang yang diam-diam jadi pahlawan dalam dunia kecil mereka).
Pak Hadi, Si Tukang Sayur yang Nggak Pernah Lelah
Setiap pagi selama Ramadan, waktu masih gelap, suara roda gerobak Pak Hadi selalu terdengar di gang kecil dekat kosku.
Gerobaknya nggak pernah penuh, hanya ada beberapa keranjang sayur, tahu, dan tempe.
Tapi, semangatnya-wah, itu seperti nggak ada habisnya. “Ada aja yang beli, Mas” katanya suatu hari waktu aku ngobrol singkat sambil beli kangkung.
“Kadang cuma dapet sedikit, tapi kalau rezeki kan nggak bakal salah alamat.”
Bayangin, di saat aku mengeluh capek hanya karena kerja di layar HP yang mungil, ada orang kayak Pak Hadi yang setiap hari mendorong gerobak di tengah cuaca panas bahkan hujan.
Ramadan ini, dia mengajarkan aku soal syukur yang sederhana:
Menerima apa pun dengan hati lega.
Dan, bukan cuma syukur, tapi juga konsistensi. Kalau dipikir-pikir, Pak Hadi itu seperti punya stamina mental yang luar biasa.
Mungkin itulah bentuk ibadahnya, memberikan layanan terbaik kepada pelanggan, sambil tetap tersenyum.
Bu Ratna, Penjaga Kebahagiaan Para Anak Kos
Di kosan ini, Bu Ratna bukan sekadar ibu kos biasa.
Tiap subuh selama Ramadan, dapurnya selalu sibuk. Wangi nasi goreng, orak-arik telur, dan kopi hitam selalu menguar dari sana.
Kalau aku telat bangun sahur, Bu Ratna pasti muncul di depan pintu, mengetuk pelan sambil bilang:
“Bangun, Nak, makan dulu biar kuat puasanya.”
Bu Ratna nggak pernah minta imbalan lebih. Katanya, “Kasihan anak-anak kos, jauh dari keluarga. Anggap aja ini ladang amal saya.”
Ramadan ini, aku sadar:
Bu Ratna nggak cuma penjaga kos, dia penjaga kebahagiaan kami semua.
Bahkan, pernah suatu kali ada anak kos yang nggak bisa bayar bulanannya karena kiriman dari orang tuanya tertunda.
Apa yang Bu Ratna lakukan? Dia tetap membiarkan anak itu tinggal tanpa denda atau tekanan.
“Pasti ada rezeki lain nanti,” katanya.
Kalau dipikir-pikir, kebaikan seperti ini yang sering kita anggap kecil, padahal dampaknya besar sekali.
Nurul, Teman yang Selalu Maju Meski Berkali Jatuh
Temanku Nurul adalah definisi nyata dari pantang menyerah.
Ramadan tahun lalu dia nekat buka usaha kecil-kecilan jualan kolak pisang. Hasilnya?
Kolaknya banyak yang basi, modalnya habis, dan dia sempat down berbulan-bulan. Tapi tahun ini, Nurul balik lagi dengan ide baru-jualan es blewah.
“Kalau gagal lagi, ya coba lagi. Ramadan ‘kan waktunya belajar sabar,” katanya sambil ketawa.
Nurul ngajarin aku satu hal besar Ramadan ini:
Kegagalan itu bukan akhir.
Justru, di bulan penuh berkah ini, semua usaha bakal dilipatgandakan—termasuk usaha buat bangkit dari keterpurukan.
Yang bikin inspiratif, Nurul itu nggak pernah malu menceritakan kegagalannya.
Buat dia, cerita gagal itu justru jadi bahan motivasi buat orang lain. Kadang, dia bilang:
“Ramadan kan bukan soal menang terus, tapi gimana kita tetap bersyukur, meski jatuh berulang kali.”
Inspirasi dari Rumah Sendiri
Kadang, inspirasi terbesar itu ada di rumah, di orang tua kita sendiri. Ayahku, misalnya.
Beliau nggak pernah mengeluh meski sering harus lembur demi membayar uang kuliah anak-anaknya.
Aku ingat, pernah suatu kali beliau pulang malam dengan wajah lelah, tapi masih sempat bercanda dengan kami, anak-anaknya.
“Ayah kerja keras biar kamu bisa lebih baik dari ayah,” katanya sambil tersenyum kecil.
Ramadan ini, aku teringat lagi bagaimana beliau selalu mendahulukan kebutuhan orang lain, bahkan di atas kebutuhannya sendiri.
Dari beliau, aku belajar bahwa cinta itu nggak cuma soal kata-kata, tapi soal tindakan nyata yang penuh pengorbanan.
Dan di bulan suci ini, aku berjanji untuk menghargai setiap usaha yang beliau lakukan-baik yang tampak maupun yang tidak.
Ramadan: Momen untuk Melihat Lebih Dekat
Inspirasi nggak selalu datang dari tempat yang jauh atau orang-orang besar.
Kadang, yang paling menginspirasi adalah mereka yang hidup sederhana tapi penuh makna. Tukang sayur, ibu kos, teman kerja-mereka semua mengajarkan aku satu hal:
Ramadan bukan cuma soal beribadah sendiri, tapi juga soal belajar dari orang-orang di sekitar.
Ramadan ini, aku memutuskan buat lebih peka, lebih membuka hati, dan lebih menghargai kisah-kisah kecil yang ada di sekelilingku.
Karena, bukankah Ramadan adalah waktu terbaik untuk saling belajar dan berbagi?
Editor: Firasat Nikmatullah