Dana penelitian dipangkas, kuliah dipaksa daring, hingga insentif dipotong – Dosen dan mahasiswa sejumlah PTN protes efisiensi anggaran Kemendikti Saintek
Pemangkasan anggaran yang diberlakukan sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia disebut bakal “melumpuhkan proses pembelajaran” dan membuat kualitas pendidikan tinggi “semakin jauh terpuruk”. Sejumlah dosen dan mahasiswa memprotesnya. Apa saja masalah yang muncul setelah efisiensi itu diterapkan di perguruan tinggi negeri?
Tindakan pemangkasan itu merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Beleid yang diklaim Prabowo untuk mengatasi kebocoran APBN itu menggunting anggaran sejumlah lembaga dan kementerian—salah satunya Kemendikti Saintek.
Kemendikti Saintek hanya mendapat pengurangan sebesar Rp22,5 triliun dari total pagu anggaran 2025 yang mencapai Rp57,6 triliun.
Pengamat Pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, mengatakan efisiensi anggaran di sektor pendidikan bukanlah kebijakan yang tepat, sebab inkonsisten dengan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran yang ingin memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, hingga kesehatan.
Ia juga menilai efisiensi hanya akan menurunkan mutu pendidikan tinggi, melemahkan riset, dan menjauhkan dosen dari kesejahteraan.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar Simatupang, mengakui pemotongan ini sensitif dan memunculkan kekhawatiran.
Tetapi dengan dialog dan juga cara-cara yang konstruktif, sebutnya, bisa mengatasi masalah tersebut.
Dana penelitian dipotong hingga 40% dan peralatan praktikum tak jadi diperbarui
Sejak awal pekan ini sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia menerbitkan surat edaran yang isinya: pelaksanaan efisiensi di lingkungan kampus.
Surat tersebut rupanya sebagai respons atas Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, kemudian Surat Edaran dari Menteri Keuangan serta Kemendikti Saintek terkait alokasi efisiensi anggaran.
Polemik efisiensi anggaran yang diputuskan Presiden Prabowo ini sebelumnya telah diprotes oleh mahasiswa dengan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah selama sepekan sejak Senin (17/02).
Kala itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi berkata akan mempelajari tuntutan mahasiswa.
Namun suara para mahasiswa ternyata diabaikan dengan keluarnya surat efisiensi oleh sejumlah perguruan tinggi negeri.
Di Universitas Mataram, Rektor Prof. Ir. Bambang Hari Kusumo mengeluarkan keputusan tertanggal 24 Februari 2025 mengenai kebijakan efisiensi anggaran tahun 2025.
Surat tiga halaman itu memuat beberapa hal:
- Pembayaran remunerasi yang sedianya diterima tiap bulan oleh dosen, pada 2025 ini hanya bisa dibayarkan hingga bulan Juni. Tapi, remunerasi pada bulan-bulan berikutnya masih belum jelas.
Ada dua alternatif yang dipilih, bila pagu anggaran Unram tahun 2025 dikembalikan secara utuh oleh Kemenkeu, maka pembayaran remunerasi tetap berjalan seperti biasa. Bila tidak, remunerasi Juli hingga Desember bakal dibayarkan pada tahun anggaran 2026.
- Efisiensi lainnya menyangkut penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Disebutkan, biaya penelitian Unram menerapkan efisiensi sebesar 40%, sementara untuk pengabdian masyarakat ada pemangkasan 26%.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan fakultas juga diminta untuk meninjau ulang rencana penelitian dan pengabdian yang sudah direncanakan dengan menimbang skala prioritas.
- Selanjutnya, biaya operasional juga salah satu poin yang terkena efisiensi. Mulai dari pembatasan penggunaan alat tulis kantor (ATK) habis pakai, penggunaan listrik dan air.
Untuk penghematan ATK, Rektor minta berhemat dengan mengutamakan penggunaan sistem dan digitalisasi. Sementara penggunaan lampu penerangan ruangan, diganti dengan penerangan alami.
Begitu pula dengan pendingin ruangan (AC) dan kipas angin selama jam kerja, hingga menonaktifkan lift—kecuali saat perawatan di pagi dan sore hari.
- Adapun seluruh kegiatan seremonial termasuk sosialisasi, pelatihan dan lokakarya diminta untuk dilaksanakan di dalam kampus memakai fasilitas yang ada. Sedangkan perjalanan dinas dibatasi kecuali untuk kegiatan yang sifatnya wajib dan mendesak. Itu pun harus dengan persetujuan rektor dan dekan fakultas.
- Insentif kinerja dosen dan program studi unggul juga dipotong sebesar 40%. Meski demikian, rektor berharap hal ini tak memengaruhi kinerja tenaga pendidik.
Saat membaca surat edaran itu—terutama yang berkaitan dengan pemotongan remunerasi dan insentif kinerja—seorang dosen Unram, Ahmad Sirrulhaq langsung was-was.
Dosen Fakultas Keguruan an Ilmu Pendidikan (FKIP) ini bilang keputusan itu sudah pasti bakal mengganggu kinerja dosen.
“Secara umum pasti mengganggu, menghambat kinerja dosen,” tegasnya kepada BBC News Indonesia, Kamis (27/02).
Ia juga menyentil soal pemangkasan biaya penelitian dosen hingga 40% yang sangat tidak masuk akal. Sebab target yang ditetapkan agar hasil penelitian mereka bisa dipublikasi internasional, terancam kandas gara-gara tidak ada dana.
“Riset untuk publikasi internasional seperti Scopus misalnya, kalau anggarannya dikurangi, bisa jadi tak sampai dan berubah ke publikasi nasional,” ucapnya.
“Kita tahu beberapa jurnal internasional itu berbayar.”
Hal lain yang paling mengkhawatirkan, tunjangan kinerja dosen ASN yang tak jelas nasibnya. Kalau sampai tukin tidak dibayar, sudah pasti semangat para pendidik anjlok, tuturnya.
Soal proses pembelajaran, ia memperkirakan tak akan banyak berpengaruh. Cuma, ungkapnya, untuk kuliah praktikum besar kemungkinan terdampak.
“Beberapa peralatan laboratorium yang awalnya sudah mau dibeli, kemungkinan tidak terealisasi. Itu bisa berpengaruh pada lab-lab yang tadinya mau di-upgrade, tidak jadi.”
Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unram, Yudiatna Dwi, bilang surat keputusan efisiensi yang baru diterbitkan empat hari lalu itu memang belum terasa betul efeknya.
Namun demikian, kegiatan pemilu raya yang akan digelar awal Maret nanti tak mendapat kucuran dana dari kampus.
“Alasannya perlu ada penyesuaian anggaran,” ucap Yudi.
Persoalan lainnya, gara-gara efisiensi, ada kemungkinan biaya praktikum di masing-masing fakultas atau program studi yang lazimnya dianggarkan, bakal berubah total.
“Mahasiswa akan dipaksa mengeluarkan uang pribadi mereka untuk praktikum.”
Melihat beban berat yang dipikul mahasiswa, Yudi menyebut mereka menolak keputusan efisiensi dan mengancam menggelar demo.
“Kami akan mengadakan aksi penolakan dalam waktu dekat ini,” imbuhnya.
BBC News Indonesia sudah mencoba menghubungi pihak rektorat Unram, tapi hingga berita ini ditulis tak ada respons.
Belajar daring hingga anggaran penelitian tak ada sama sekali
Di Politeknik Negeri Bengkalis, Riau, kebijakan efisiensinya lebih mengejutkan.
Lewat surat edaran tertanggal 21 Februari 2025, pihak rektorat mengeluarkan sejumlah instruksi:
- Pelaksanaan perkuliahan mata kuliah teori dan praktek dilakukan secara daring untuk pertemuan 1 sampai dengan Ujian Tengah Semester (UTS).
- Untuk mata kuliah praktek yang tidak memungkinkan dilaksanakan secara daring, maka pelaksanaannya dilakukan secara luring dalam satu waktu (sistem block) yang diatur oleh Program Studi atau Jurusan.
- Untuk mata kuliah teori yang dilaksanakan secara daring bisa dilakukan secara paralel.
Seorang dosen di Politeknik Negeri Bengkalis, Alfan, mengatakan informasi penghematan anggaran dari Kemendikti Saintek sebetulnya sudah terdengar sejak dua pekan lalu.
Surat edaran dari Kemendikti Saintek itu lantas ditanggapi kampus dengan menerbitkan keputusan yang isinya soal petunjuk teknis pelaksanaan efisiensi.
Imbasnya, para pengajar seakan dipaksa untuk super hemat dalam pembelajaran.
“Ini bukan hemat lagi, tapi super hemat,” ucapnya kepada BBC News Indonesia.
Pembelajaran yang sedianya tatap muka, jadi terganggu—selain karena demi menghemat pemakaian listrik, juga karena belanja barang habis pakai berkurang.
“Kami ini pendidikan vokasi, sehingga praktik lebih banyak. Sekarang belajar tatap muka dikurangi, daring ditingkatkan. Praktikum pasti terganggu, sudah dikurangi,” ujarnya kesal.
“Diakali supaya tetap jalan, ya polanya super hemat, karena barang praktikum merupakan bahan yang habis pakai. Pasti terganggu [belajar mengajar mahasiswa].”
Tak hanya perkuliahan yang terganjal.
Fungsi tri dharma perguruan tinggi juga ikut terdampak. Para dosen kini tak lagi bisa melaksanakan pengabdian dan penelitian karena anggarannya “dinolkan” alias tidak ada sama sekali.
Sialnya, keputusan kampus ditolak mentah-mentah oleh mahasiswa karena merugikan mereka.
Sebab bagaimanapun, Politeknik Negeri Bengkalis yang merupakan kampus vokasi, memiliki perkuliahan praktik yang lebih banyak ketimbang teori.
Ketua BEM Herizal Kurniawan menuturkan kampus terlalu terburu-buru merespons kebijakan Kemendikti Saintek dan tak mencari solusi lain.
Itu mengapa sejumlah mahasiswa sempat berunjuk rasa pada Selasa (25/02) lalu dan menuntut agar kuliah daring dibatalkan, mendesak transparansi anggaran, dan dana organisasi mahasiswa tetap dikeluarkan.
“Saat itu akhirnya keluar keputusan kampus yang membatalkan kuliah daring. Tapi kami akan kawal terus pelaksanaannya.”
BBC News Indonesia sudah berupaya menghubungi jajaran rektorat, namun sampai berita ini ditulis tak kunjung ada jawaban.
Listik, air, pendingin ruangan, internet dibatasi
Di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung nasibnya tak jauh berbeda.
Perguruan tinggi negeri ini memberlakukan pemotongan anggaran sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD dan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2025 tanggal 10 Februari 2025 tentang Instruksi Kebijakan Efisiensi di Lingkungan Kemendikti Saintek.
Aturan tersebut langsung disikapi manajemen ISBI Bandung dengan mengeluarkan surat edaran tertanggal 25 Februari 2025 yang isinya antara lain:
- Penggunaan listrik hanya sampai pukul 16.30 WIB kecuali masjid, ruang kuliah, dan fasilitas penerangan umum dapat dilakukan penyesuaian.
- Setiap pegawai memastikan listrik menyala sesuai kebutuhan dan memaksimalkan fungsi matahari serta memastikan meninggalkan ruangan dengan mematikan listrik terlebih dahulu.
- Alat elektronik seperti komputer dipastikan mati saat tidak digunakan. Videotron akan dimatikan selama masa efisiensi, kecuali saat ada kegiatan khusus.
- Penggunaan pendingin ruangan (AC) juga tidak diperbolehkan pada setiap ruangan, kecuali server atau dalam keadaan darurat.
- Pemakaian air juga diharapkan sesuai peruntukan dan secara efisien, tidak mubazir, dan memastikan tidak ada kebocoran.
- Untuk perjalanan dinas dilakukan sangat selektif dan urgen, disarankan kegiatan dilakukan secara daring atau hibrid.
- Workshop, seminar, rapat, dan kegiatan peningkatan kapasitas lainnya dilakukan secara daring atau di lingkungan kampus (tanpa konsumsi).
- Internet juga akan dimatikan pada pukul 18.00 WIB.
- Lembur ditiadakan.
- Penggunaan gedung pertunjukan yang banyak menggunakan listrik/AC akan dibatasi penggunaannya.
- Seluruh kegiatan kampus, termasuk mahasiswa, harus selesai pada pukul 18.00 WIB.
Tapi keputusan kampus itu memicu protes dari Aliansi Mahasiswa ISBI Bandung yang melakukan pembangkangan lewat gelaran pertunjukan musik dan menggunakan listrik hingga pukul 22.00 WIB—empat jam lewat dari batas waktu yang ditetapkan.
Mukhammad Haikal Athar Abdullah, mahasiswa ISBI Bandung yang ikut protes berkata, kebijakan penghematan ini sangat mengganggu proses perkuliahan dan kegiatan mahasiswa lainnya.
Terlebih lagi, penghematan dilakukan terhadap kebutuhan dasar mahasiswa, seperti listrik dan internet.
“Kan kami juga bayar, tapi kok pelayanannya seperti ini dengan mengatasnamakan efisiensi segala macam. Harusnya kampus bisa mengatur dengan lebih bijak lagi,” ujar Haikal mahasiswa Antropologi Budaya.
Haikal juga mempertanyakan penghentian penggunaan lift sehingga menyulitkan mahasiswa yang hendak kuliah di lantai tiga atau empat. Ia pun menyesalkan penutupan klinik kesehatan sejak Rabu (26/02).
“Menurut saya ini fatal karena teman-teman saya banyak yang perantauan, uangnya juga terbatas. Kalau mau ke puskesmas harus ada biaya lebih. Ada klinik di kampus, mahasiswa bisa dikasih obat gratis atau mendapat pertolongan pertama sebelum mereka dirujuk ke rumah sakit,” kata mahasiswa yang aktif di pers kampus, LPM Daun Jati ini.
Haikal menegaskan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa ISBI Bandung akan terus menggelar aksi protes sampai manajemen kampus membuka mediasi dan berdiskusi dengan mahasiswa.
Sebab selama ini, dia menilai, pihak kampus mengambil keputusan secara sepihak tanpa melibatkan mahasiswa yang terdampak atas kebijakan tersebut.
“Berbagai kebijakan dari kampus langsung diterbitkan saja dari lembaga tanpa ada diskusi sama mahasiswanya. Ketika ditanya sama Majelis Mahasiswa atau Badan Eksekutif Mahasiswa, kenapa mahasiswa enggak diajak berdiskusi [soal kebijakan], mereka berdalih [kebijakannya] sudah langsung dari negara, tidak bisa didiskusikan lagi, padahal bisa saja. Itu sih kekesalan kami, mahasiswa ke lembaga. Tiap ada kebijakan, menerbitkan surat, tanpa ada diskusi,” keluh Haikal.
Dosen Seni Teater, Iman Soleh, mengaku prihatin dengan terbitnya kebijakan penghematan ini. Apalagi penghematan dilakukan terhadap kebutuhan mendasar mahasiswa, seperti listrik, pendingin ruangan, dan internet.
Menurut Iman, kebijakan itu akan sulit diterapkan mengingat ada beberapa ruangan kelas, studio, atau gedung pertunjukan yang kondisinya gelap, meski di siang hari.
Di samping itu, mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan justru lebih banyak berkegiatan di malam hari untuk latihan.
“Anak-anak mahasiswa mencari keilmuannya setelah pelajaran selesai sekitar pukul 4 sore dan lanjut malam hari dengan memanfaatkan wifi kampus. Bahkan di ISBI Bandung lebih banyak kegiatan dilakukan malam hari.”
“Ini akan menjadi kendala yang teramat besar.”
“Kalau lampunya dimatikan dan latihannya siang hari, itu di mana dan jam berapa karena berhubungan dengan perkuliahan. Pastilah sangat berdampak pada kebutuhan listrik yang sangat mendasar sekali pada orang-orang di teater, baik saat pertunjukkan, maupun pada saat proses latihan,” jelas Iman saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (27/02).
Sejauh ini, kata Iman, kebijakan penghematan itu belum mengganggu proses perkuliahan yang diampunya.
Mata kuliah olah vokal, olah tubuh, dan teater nonrealis diselenggarakan pada pagi hari. Namun yang dia khawatirkan adalah proses bimbingan yang seringnya dilakukan di malam hari.
Iman menyesalkan kebijakan tersebut dikeluarkan tanpa ada diskusi dengan dosen dan mahasiswa.
“Kebijakan itu mestinya didiskusikan dulu antara perencanaan dengan kami sebagai eksekutor di lapangan,” ucapnya.
Ia menyadari, efisiensi ini tidak hanya diterapkan di ISBI Bandung, tapi juga kampus-kampus lain.
Hanya saja, menurut dia, penghematan di dunia pendidikan itu sangat memprihatinkan, sama memprihatinkannya dengan penghematan di dunia kesehatan, terutama penghematan untuk kebutuhan mendasar.
“Sebetulnya kalau untuk dunia pendidikan, sekadar listrik, AC, wifi enggak usahlah [efisiensi] karena itu penting sekali bagi mahasiswa. Bukan masalah mahal dan murah,” pungkasnya.
Kemendikti Saintek terima puluhan keluhan
Sekjen Kemendikti Saintek, Togar Simatupang, mengakui proses pemangkasan ini sensitif dan memunculkan kekhawatiran.
Togar menyebut pihaknya sudah menerima puluhan keluhan untuk dievaluasi dan dicari jalan keluarnya.
“Dengan dialog dan juga cara-cara yang konstruktif, pastilah kita bisa mengatasi masalah ini. Mudah-mudahan minggu pertama Maret selesai,” ujarnya kepada BBC News Indonesia pada Kamis (27/02).
Dia juga menekankan pemerintah telah menjamin Uang Kuliah Tunggal (UKT) tidak akan naik, seperti yang sudah disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Akan tetapi, Togar mengakui ada cara-cara yang mesti dilakukan untuk mencapai keseimbangan anggaran.
Selain itu, soal gaji pegawai, klaimnya, tidak akan terpengaruh kecuali gaji [pegawai] outsourcing.
“Atau jumlah outsourcing-nya, kontraknya tadi yang setahun mungkin dibuat dulu 6 bulan, 6 bulan.”
Togar menjelaskan kontrak pegawai outsourcing termasuk di dalamnya petugas kebersihan akan tetap berjalan.
“Kalau yang belum atau yang baru, bisa jadi diperlukan penjadwalan ulang atau penghitungan ulang sesuai dengan sasaran efisiensi yang masih bisa dilakukan,” ujarnya.
“Kalau tenaga pengajar mungkin terkait dengan dosen tidak tetap, masih bisa ditinjau ulang tetapi dengan batasan tetap memenuhi capaian pembelajaran.
“Kalau misalnya pelajaran kuliah bisa diberikan dosen tetap dan bisa lebih hemat, ini juga memungkinkan.”
Mengenai beasiswa, ia bilang Menkeu Sri Mulyani sudah menjamin beasiswa yang sudah berjalan akan tetap terlaksana.
Di sisi lain, Togar mengakui beasiswa-beasiswa baru nantinya mungkin akan dirasionalisasi atau ada juga yang dihentikan.
Sementara penelitian yang bersifat fundamental atau hasilnya sulit dilihat mungkin juga akan dikurangi, atau dihilangkan.
Ia mengakui pada praktiknya pemangkasan anggaran tidak bisa dipukul rata untuk semua kampus.
Dia mencontohkan politeknik di Bengkalis yang langsung membuat semua kuliah dilakukan secara daring, padahal hampir mayoritas mata kuliahnya harus praktik.
“Ini tidak tepat juga. Pukul rata. Nanti dilihat mana praktik-praktik yang memang bisa di-online-kan, mana yang tidak,” ujarnya.
Pada akhirnya, Togar berkata proses efisiensi anggaran ini memang tidak bisa dilakukan serentak.
“Jadi kita dukung dulu program pemerintah ini, nanti dari situ kita dapat memetik pelajaran, monitoring, evaluasi, dan perbaikan lebih lanjut,” ujarnya.
Pendidikan tinggi Indonesia akan semakin jauh terpuruk
Pengamat Pendidikan dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jejen Musfah, menilai pemotongan anggaran yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi negeri akibat dari efisiensi pemerintah pusat, bakal membuat kualitas pendidikan tinggi “semakin jauh terpuruk”.
Tak hanya itu, sumber daya manusia Indonesia juga dipastikan akan rendah dan sulit bersaing dengan negara lain.
“Indonesia emas sulit terwujud dan bonus demografi menjadi bencana karena generasi kita tidak terampil,” ujar Jejen.
Baginya efisiensi tersebut bukanlah kebijakan yang tepat, sebab inkonsisten dengan Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran yang digadang-gadang pada awal pelantikan.
Itu mengapa, dia minta agar pemotongan dana pendidikan dibatalkan demi meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
“Karena yang diperlukan adalah penambahan beasiswa dan peningkatan fasilitas belajar.”
Senada, Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mendesak pemerintah untuk merevisi pemangkasan anggaran ini.
Ia menyebut beberapa kampus sudah mengalami kesulitan dalam menjalankan program-program tertentu, pemeliharaan fasilitas, atau bahkan pembayaran gaji tenaga honorer.
“Pemangkasan anggaran meningkatkan risiko pemecatan tenaga honorer, karena kampus mungkin perlu mengurangi pengeluaran untuk gaji,” ujar Ubaid.
“Efisiensi anggaran berpotensi mendorong kampus untuk menaikkan Uang Kuliah Tunggal untuk menutupi kekurangan dana.”
Ketua Umum Serikat Pekerja Kampus (SPK), Dhiya Al-Uyun, juga mengatakan pihaknya menolak efisiensi anggaran karena dibuat sepihak.
Organisasi yang memperjuangkan hak dan kesejahteraan pekerja di perguruan tinggi itu menggambarkan pemangkasan anggaran ini sebagai “kebijakan yang top-down“.
“Kebutuhan universitas, terutama untuk riset dan sebagainya, itu berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh kementerian atau apa yang dipikirkan oleh Presiden,” ungkapnya.
Selain itu, Dhiya menggarisbawahi tekanan yang dialami tenaga pendidikan karena dipaksa melakukan efisiensi namun pekerjaan diharuskan optimal.
Dia menyebut temuan sementara SPK yakni adanya dugaan pengurangan fasilitas yang menjadi hak-hak dosen serta “perapihan” tenaga pendidikan dan pekerja kampus.
“Ada wacana pemecatan sepihak di beberapa kampus,” ujarnya.
“Kemudian juga ada limitasi pemberian gaji, tetapi tidak ada limitasi kerja.”
Terpisah, pakar kebijakan publik Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah, menyebut potensi terjadi pemogokan dosen dan para pekerja kampus imbas keputusan ini.
“Kalau sudah mogok, pasti akan terhenti [proses] pembelajaran,” ucapnya.
‘Tidak bisa dilakukan secara membabi-buta atau pukul rata’
Adapun peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Gurnadi Ridwan, mengatakan pemangkasan anggaran sebenarnya memiliki tujuan yang bagus.
“Masalahnya adalah kegiatan dan kebutuhan setiap lembaga itu berbeda-beda; sehingga efisiensi anggaran yang tertuang dalam Inpres 1/2025 tidak bisa dilakukan secara membabi-buta atau pukul rata,” ujar Gurnadi.
Gurnadi menghimbau Kemendikti Saintek untuk menyisir seluruh PTN untuk melihat efektivitas dan efisiensi alokasi belanja tiap-tiap kampus.
“Sebagai contoh di Politeknik Negeri Bengkalis. Efisiensi itu akhirnya menjadi kontraproduktif,” ujar Gurnadi.
“Pemerintah pusat harus mengevaluasi implementasi Inpres 1/2025 ini. Jangan sampai civitas akademika di indonesia menjadi korban.”
Di sisi lain, sambung Gurnadi, FITRA juga mendesak transparansi PTN-PTN atas keuangan yang dikelola agar publik luas juga bisa menilai dan memberikan masukan.
Wartawan Yuli Saputra di Bandung, Ilham di Riau, dan Abdul latif di Mataram berkontribusi untuk laporan ini.
- Demo mahasiswa ‘Indonesia Gelap’ di berbagai daerah bikin ‘legitimasi pemerintahan Prabowo oleng’
- Demo mahasiswa ‘Indonesia Gelap’ berlangsung di Makassar dan kota lain – Dua wartawan alami kekerasan, isu geng motor, hingga reaksi Prabowo
- ‘Indonesia belum terang, Indonesia masih kelam’ – Aksi ‘Indonesia Gelap’ menanti langkah konkret pemerintah
- Aksi protes MBG terus berlanjut di Papua – ‘Kami menolak makan bergizi gratis’
- Mengapa lagu band punk Sukatani ‘Bayar Bayar Bayar’ jadi lagu tema demo ‘Indonesia Gelap’?
- Di balik aksi demo di depan kantor ICW, Kontras, dan LBH – Rasisme atau intimidasi terkait tuduhan kecurangan pemilu?
- Pemerintah dan PTN disebut ‘saling lempar tanggung jawab’ soal kenaikan UKT – ‘Tahun ini ada uang, tahun depan belum tahu’
- Polemik kerja paruh waktu ITB bagi penerima beasiswa keringanan UKT – ‘Kami masih waswas, kami akan mengawal kebijakan ini sampai tuntas’
- Mendikbudristek Nadiem Makarim batalkan kenaikan UKT tahun ini – ‘Saya lega bisa kembali kuliah’
- ITB tawarkan bayar kuliah pakai pinjol – Kenapa dikritik dan apa akibatnya?
- Kisah Riska yang berjuang membayar uang kuliah sampai meninggal dunia dan disebut ‘korban komersialisasi pendidikan’
- Nasib jadi kelas menengah di Indonesia – Banting tulang, makan tabungan, dan penuh kekhawatiran
- Sekolah gratis, makan siang gratis, dan beasiswa sarjana – Adu janji capres soal pendidikan, realistis atau ‘mengada-ada’?
- Sekolah gratis, makan siang gratis, dan beasiswa sarjana – Adu janji capres soal pendidikan, realistis atau ‘mengada-ada’?
- Gara-gara konflik, 15 juta anak di Timur Tengah tidak bersekolah
- Polemik wacana anggaran pendidikan berbasis pendapatan negara, apa saja yang perlu kita ketahui?
- Penerima beasiswa Kemendikbud di Inggris hadapi masalah finansial akibat uang beasiswa terlambat – Buntut peretasan data atau kesalahan tata kelola?
- ‘Jurang si kaya dan si miskin bakal makin lebar akibat ketimpangan pendidikan saat pandemi’
- Anggaran pendidikan dasar dan menengah dipangkas Rp8 triliun – Bagaimana nasib guru honorer dan program pembangunan sekolah?
- Orang tua lebih memilih sekolah dasar swasta, pengamat anggap ‘peringatan’ untuk sekolah negeri
- BPS: Suku Batak dan Minangkabau pencetak sarjana terbanyak di Indonesia, mengapa Jawa terendah?
Baca juga:
- Hari-hari pegawai negeri di bawah tekanan efisiensi anggaran – Kerja tanpa lampu hingga kecemasan tak bisa deteksi gempa dan tsunami
- Nasib penyintas Tragedi 65, Bom Bali dan Tragedi Kanjuruhan usai pemotongan anggaran LPSK – ‘Suntik mati saja, biar negara juga menanggung dosanya’
- TVRI dan RRI batal ‘rumahkan’ pegawai imbas efisiensi anggaran Prabowo – ‘Saya berharap honor kami bisa kembali seperti semula’