Viral Candi Nusukan, Misteri Peradaban Kuno yang Tersembunyi di Dasar Sungai Solo
SOLO, KOMPAS.com – Candi Noesoekan atau candi Nusukan yang ditemukan sekitar tahun 1917 pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda membuktikan bahwa di Solo sudah ada peradaban.
Diketahui, cerita tentang Candi Noesoekan belakangan ramai setelah seorang konten kreator Solo, Yusuf Ansori mengunggah video di akun Instagram-nya @sadarpastua, Rabu (12/2/2025).
Dalam unggahannya itu, dia menceritakan tentang keberadaan Candi Nusukan terkubur dalam dasar Kali Anyar, Kelurahan Nusukan, Kecamatan Banjarsari.
Baca juga: Sejarah Kenapa Surakarta Disebut Solo
Makna temuan candi Nusukan
Peneliti naskah Jawa Sraddha Institute Solo, Rendra Agusta mengatakan, temuan tentang Candi Noesoekan sudah sangat tipis karena hanya di kaki candi atau pondasi.
Dia menambahkan, biasanya dalam dunia arkeologi temuan benda dikatakan candi apabila dalam kondisi utuh. Misalnya ada tubuh atau badan dan kepala.
“Itu cuma nemu di bagian pondasinya aja. Berbahan batu bata merah, terus ada dua arca. Satu arca Dewi Durga dan arca Siwa dalam sikap duduk bersila,” kata Rendra dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Jumat (14/2/2025) petang.
Rendra mengatakan, sekital abad ke-15, atau mungkin abad ke-9 atau ke-8, sudah ada tempat suci di Solo.
Temuan candi Nusukan, kata dia, bukti bahwa di Solo pada saat itu sudah ada peradaban atau kehidupan. Dari banyak penelitian menyebut, temuan candi itu menjadi bukti Solo sudah dikenal sebagai tempat suci.
“Pasti (ada peradaban). Dalam banyak penelitiankan ada orang yang menyebut mungkin Solo itu salah satu Darmakusala. Kata Sala sendiri itu ada pendapat mungkin itu dari kata Darmakusala atau semacam tempat suci. Mandala pada masa pra-Islam ya, pra-Kolonial. Jadi sekitar abad ke-15 mungkin sampai abad ke-9 atau ke-8. Di Solo sudah dikenal sebagai satu tempat suci,” tambahnya.
Baca juga: Batu yang Ditemukan di Proyek Jalan Tembus Prambanan – Gunungkidul Ternyata Dudukan Arca
Candi Nusukan ditemukan di era KGPAA Mangkunegaran VII
Rendra menyampaikan, Can Noesoekan ditemukan pada saat Penguasa Pura Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegara VII ingin meluruskan saluran baru di Kali atau Sungai Pepe karena sering banjir.
Lurusan sungai itu kemudian disebut dengan Kali Anyar. Di saluran baru itu ditemukan ada retuntuhan Candi Noesoekan atau biasa masyarakat desa menyebutnya Candi Abang.
“Itu sebenarnya ada pembangunan saluran baru. Itu dulu Kali Pepe sebenarnya. Karena Solo mulai sering banjir kemudian Mangkunegara VII punya inisiatif untuk meluruskan sungai gitu. Saat meluruskan sungai, kemudian lurusannya itu disebut dengan Kali Anyar. Terus nemu reruntuhan Candi Noesoekan, candi abang kalau orang desa nyebut,” ungkap dia.
Mengkunegara VII kemudian melaporkan temuan candi itu kepada Oudheidkundige Dients atau Dinas Purbakal di Batavia, Jakarta.
Penelitian candi Nusukan
Penelitian terhadap Candi Noesoekan pun dilakukan oleh Dinas Purbakala Jakarta. Salah satu tokoh peneliti yang terkenal kala itu, Claire Holt. Penelitian berlangsung sekitar lima tahun atau berhenti pada tahun 1922.
“Terus Mangkunegara VII melaporkan itu kepada Dinas Purbakala, namanya dulu Oudheidkundige Dients di Batavia, Jakarta. Kemudian peneliti dari Dinas Purbakala zaman Kolonial Belanda itu kemudian melakukan penelitian,” ujarnya.
Baca juga: Mengenali Aroma Mumi Mesir Kuno: Dari Kulit Jeruk hingga Dupa
Dia mengungkapkan arca Dewi Durga dan arca Siwa yang ditemukan di reruntuhan Candi Noesoekan dipindahkan ke Partini Tuin Taman Balekambang. Kemudian batu bata merah dibawa ke Pura Mangkunegaran.
“Arca itu kemudian dipindahkan di Partini Tuin Balekambang. Kemudian semua batu merahnya yang tersisa atau mungkin sebagaian dibawa ke Mangkunegaran. Kalau tidak salah di Museum Mangkunegaran,” ucap dia.
Mengenai Candi Noesoekan dibangun tahun berapa, kata dia masih misteri. Sebab tidak ada temuan prasasti mengenai kapan candi itu didirikan. Tetapi melihat arca yang ditemuan adalah peninggalan masa Kerajaan Majapahit.
“Sebenarnya dari penanggalan sampai sekarang masih misteri. Maksudnya masa-masa Majapahit atau masa yang lebih tua. Cuma kalau dari bentuk arcanya memang mendekati masa Majapahit. Karena memang tidak pernah ada penemuan prasasti atau enskripsi yang menyatakan angka tahun di situ tidak pernah ada, belum ditemukan. Jadi kita tidak bisa tahu candi itu dari tahun berapa tidak tahu,” katanya.
Kata sejarawan
Terpisah, Sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung Wahadi Sutirto, memberikan tanggapannya mengenai temuan candi di Nusukan.
Ia meminta menelusuri terkait temuan candi itu melalui Rapport van Oudheidkundige Dienst (ROD) yaitu laporan Dinas Kepurbakalaan Belanda.
“Atau, bisa dirujuk melalui ROC yaitu Rapport van de commissie der oorkondige dienst (laporan komisi urusan prasasti). Jika di dalam rujukan ROD dan ROC itu tidak ada maka bisa dikatakan merupakan penemuan baru,” katanya.
Baca juga: Dudukan Arca Ditemukan di Proyek Tembus Prambanan-Gunungkidul, Bagaimana Kondisinya?
Untuk memastikan itu candi atau benda purbakala, maka sesuai dengan ketentuan undang-undang bisa dilakukan oleh lembaga yang berwenang misalnya Balai Peslestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X.
“Jika benar itu diduga candi maka barulah dikaji untuk menjadi ODCB. Kemudian oleh BPK atau Dinas yang membidangi kebudayaan dikaji melalui tim ahli cagar budaya untuk menentukan apakah temuan yang diduga candi itu sebagai cagar budaya sehingga perlu dilindungi,” tambahnya.
“Yang penting sesuai dengan regulasi siapapun yang menemukan ODCB dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang,” sambung dia.