Informasi Terpercaya Masa Kini

Dodot, Seniman Tato yang Jalani Hobi dan Bisnis di Tengah Persepsi Buruk

0 11

MATARAM, KOMPAS.com – Widodo Rendiana Putra (30) adalah salah satu seniman tato asal Kota Mataram, NTB. Dia memilih mengekspresikan hobi di ladang industri yang mungkin masih dianggap buruk oleh sebagian masyarakat.

Meski demikian, bisnis tato yang digelutinya ini tidak hanya menjadi identitas bagi suku-suku tertentu, tapi terus berkembang mengikuti zaman.

Widodo yang kerap dipanggil Dodot, melakoni kegiatan ini di Lombok sejak tahun 2013. Berawal dari hobi menggambar di atas kertas, kemudian dia mencoba merelokasikannya ke kulit manusia.

Dia mengawali karyanya dengan melukis di kulit teman, hanya dengan bayaran rokok atau minuman.

“Sudah 12 tahun, awalnya tato teman secara gratis,” kata Dodot yang ditemui Kompas.com, Sabtu (8/2/2025) lalu.

Baca juga: Teguh Iwanggin, Jatuh Bangun Memperkenalkan Seni Tato di Jayapura Papua.

Pria dengan tubuh penuh tato itu mengaku mulai tertarik dengan karya seni rajah tubuh itu saat dirinya mulai bertato.

Baginya, terdapat keistimewaan saat tercipta karya di atas kulit manusia, ketimbang di atas kertas.

Karya seni yang dibawa mati tersebut memotivasi Dodot untuk terus mendalami kemampuannya dalam melukis.

Menurut Dodot, seharusnya seni adalah sebuah kebebasan, tanpa terikat oleh norma-norma yang berlaku. Jadi, tidak seharusnya karya seni menjadi patokan bagi publik untuk menilai karakter seseorang.

Sebaliknya, semakin terikat seni dengan aturan maupun norma, ide sebuah karya pun akan terus menyusut. Akibatnya, ada pembatas dalam hal perkembangan dan kebebasan berekspresi dalam kegiatan berseni.

Memasuki industri tato

Perlahan, Widodo kemudian mulai menato dengan menerima uang sebagai bayaran. Tetapi masih tanpa pasang harga, alias seikhlasnya.

Baru pada tahun 2016, Dodot disadarkan oleh teman-teman di sekelilingnya yang sudah melihat hasil karyanya. Mereka umumnya menilai apa yang dilakukan Dodot adalah bentuk keahlian yang dapat dikomersialkan.

“Awalnya kan dikasi ini ya udah. Tapi lama-lama baru menentukan harga. Teman-teman mulai support kalau hasil saya bisa dipasang harga,” cetus dia.

Sebelum memasuki industri tato, Widodo berjuang mencari modal. Awalnya, dia mencoba minta dari kalangan keluarga. Tetapi, malah penolakan yang diterimanya.

“Ditanya dulu buat apa, saat tahu buat usaha tato, tidak dikasih sama bibi. Baru akhirnya saya mencari modal di luar, syukurnya saya dapat itu. Sekitar Rp 2 Juta,” kata dia.

Kini, saat ditanyakan perihal pendapatan, Dodot mengaku tidak dapat menghitungnya. Sebab, menurut dia, pekerjaan yang digiatkan tersebut tergantung beberapa faktor.

Meski demikian, Dodot menginformasikan usaha ini dibandrol dari mulai harga Rp 250 ribu untuk ukuran kecil sampai Rp 6 juta untuk ukuran besar.

“Ukuran besar itu kayak full punggung, itu tergantung lagi desainnya, makin susah desainnya, makin besar juga tarifnya,” kata Dodot.

Dengan menggunakan satu kamar kos kecil dengan alat yang lengkap, Dodot mengaku sudah dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-sehari, bahkan melebihinya.

Baca juga: Perjalanan Seni Tato di Jawa Timur, Gaya Hidup yang Kian Digandrungi

Anggapan buruk masyarakat

Dodot lantas menceritakan pengalamannya mendapat banyak pelanggan yang menarik. Salah satunya pelanggan yang ingin bertato tetapi ingin menyembunyikannya dari pandangan masyarakat.

“Orang itu ingin mengekspresikan dirinya, tetapi dengan cara tersembunyi karena menjaga sosialnya,” cetus Dodot.

Kadang, kata Dodot, tato dibuat di tempat tersembunyi supaya tidak susah mencari kerja. Berbeda dengan di Bali, kata dia, persoalan tato tidak diperhitungkan saat memasuki dunia kerja.

Terkait tanggapan masyarakat semacam ini, Dodot mengakui ada banyak pernyataan miring soal pekerjaannya. Mulai dari anggapan sebagai kriminal, hingga pemakai narkoba, dan peminum.

Namun, bagi Dodot, anggapan tersebut sesuatu yang wajar. Bahkan dia tahu, orang bertato memang kerap dekat dengan tindak kriminalitas. “Tapi banyak kok yang bebas dari alkohol, narkoba,” sambung Dodot.

“Semua orang bebas memiliki persepsi, tapi kami kan tidak pernah mengurusi orang kenapa tidak bertato,” tegas Dodot.

Dodot lantas menyebut, dia akan berusaha untuk menghapus persepsi dan penilaian buruk masyarakat terkait tato. Sebab, lagi lagi dia menyebut, tato adalah kegiatan kesenian yang seharusnya sarat dengan kebebasan.

Leave a comment