Mengenang Pendaratan Darurat Pesawat Garuda Indonesia di Sungai Bengawan Solo 23 Tahun Lalu…
KOMPAS.com – Hari ini, 23 tahun lalu, pesawat Garuda Indonesia dengan kode penerbangan GA421 melakukan pendaratan darurat di anak Sungai Bengawan Solo, Desa Serenan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah pada 16 Januari 2002.
Pesawat Boeing 737-300 itu terbang dari Bandara Selaparang, Mataram, Nusa Tenggara Barat menuju Bandara Adisutjipto, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan membawa 54 penumpang dan 6 kru.
Dikutip dari Kompas.com (16/1/2020), pendaratan darurat itu terjadi setelah kedua mesin pesawat mati saat terbang akibat menembus badai hujan dan es.
Seluruh penumpang berhasil selamat dalam peristiwa itu. Namun, seorang awak kabin meninggal dunia, diduga akibat benturan saat pesawat mendarat.
Baca juga: Kisah Penerbangan Aloha Airlines 243, Atap Pesawat Robek di Udara, 1 Pramugari Terlempar ke Angkasa
Kronologi kejadian
Peristiwa ini bermula ketika pesawat Garuda Indonesia GA421 terbang dari Bandara Selaparang pada pukul 15.00 Wita.
Pesawat yang dipiloti oleh Kapten Abdul Rozak itu dijadwalkan tiba di Bandara Adisutjipto sekitar pukul 17.30 WIB.
Saat terbang menuju Yogyakarta, pesawat dengan kode registrasi PK-GWA itu berada di ketinggian jelajah 31.000 kaki.
Namun, ketika menurunkan ketinggian jelajah di atas wilayah Rembang, Jawa Tengah, pilot memutuskan untuk sedikit menyimpang dari rute seharusnya.
Baca juga: Kronologi Khabib Nurmagomedov Diusir dari Pesawat dan Tanggapan Frontier Airlines
Perubahan rute penerbangan tersebut atas izin menara pengatur lalu lintas udara atau air traffic controller (ATC).
Hal tersebut dilakukan karena adanya awan yang mengandung hujan dan petir bernama cumulonimbus (CB).
Abdul Rozak mengaku, saat itu pesawat sudah dekat dengan awan CB yang berukuran sangat besar.
“Jaraknya sudah sangat dekat, sangat sulit untuk menghindar. Kalau enggak salah, di sebelah kiri restricted area, kanannya gunung-gunung, jadi mau enggak mau harus masuk ke dalam awan CB,” kata dia dilansir dari Kompas.com (30/12/2014).
Baca juga: Kisah Penerbangan Japan Airlines 123, Ekor Pesawat Hancur di Udara Berujung Petaka
Mesin mati saat di dalam awan
Ketika sudah berada di dalam awan, pesawat itu terguncang bahkan terpental-pental dengan posisi terbang naik-turun hingga sejauh 500 kaki.
Prosedur penerbangan darurat pun langsung diaktifkan, termasuk menyampaikan kepada penumpang untuk duduk dan mengenakan sabuk keselamatan, serta berkoordinasi dengan ATC.
Namun, tak berselang lama, mesin kedua pesawat itu mati dan kehilangan daya dorong karena membeku akibat awan CB. Komunikasi dengan ATC pun terputus.
Selama beberapa waktu, pesawat terbang tanpa kepastian dan tak tahu kondisi lalu lintas udara di sekitarnya.
Kru kokpit ketika itu mencoba untuk menyalakan kembali mesin pesawat dengan interval setiap satu menit.
“Kami restart mesin, tetapi tidak berhasil. Kopilot teriak mayday, mayday. Saat itu sudah pasrah dan berdoa saja. Kemungkinan terjelek, kami semua mati,” ujar Abdul Razak.
Mereka juga mencoba menghidupkan unit daya cadangan atau auxiliary power unit (APU) untuk membantu menyalakan mesin utama, tetapi tetap tidak berhasil.
Baca juga: Kenapa Jendela Pesawat Selalu Bulat? Ternyata Ini Alasan Ilmiahnya
Pendaratan darurat dimulai
Saat itu, menurut Rozak, ketinggian pesawat juga turun dari 30.000 kaki menjadi 20.000 kaki dan sudah semakin dekat dengan Bandara Adisutjipto.
Perlahan-lahan Boeing 737-300 itu melewati awan CB dengan kedua mesin pesawat masih dalam kondisi mati.
Daratan di bawahnya pun mulai terlihat. Namun, pesawat tidak memungkinkan untuk bisa mendarat di bandara tujuan.
Pilot pun melihat alur anak Sungai Bengawan Solo dan memutuskan untuk mendaratkan pesawat di sana.
Pesawat pun melakukan ditching (pendaratan darurat pesawat di atas permukaan air) tanpa mengeluarkan roda pendaratan maupun flaps (menjulurkan sayap).
“Masih dengan tangan gemetar dan shock, saya coba memberi tahu petugas terdekat (dari lokasi pendaratan darurat),” ucap Abdul Razak.
Pesawat pun berhasil mendarat di Sungai Bengawan Solo. Badan pesawat sedikit demi sedikit terendam air. Meski begitu, para penumpang berhasil diselamatkan.
(Sumber: Kompas.com/Andri Donnal Putera | Editor: Reska K. Nistanto)