Arkeolog mengungkap misteri Stonehenge yang telah lama hilang
Stonehenge yang kita kenal sejatinya terlihat sangat berbeda sekitar 4.500 tahun yang lalu. Penulis dan arkeolog, Mike Pitts, menggali petunjuk atas misteri batu-batu lingkaran Stonehenge yang telah lama hilang.
Jika Anda cukup beruntung berada di Stonehenge pada 21 Desember saat matahari terbenam pada pertengahan musim dingin, Anda akan mengalami peristiwa menakjubkan.
Posisikan diri Anda di antara Heel Stone yang tinggi dan lingkaran batu. Kemudian, lihatlah ke arah barat daya melalui susunan megalit.
Detik-detik sebelum terbenam, matahari seolah menghilang dari jendela yang dibentuk oleh dua batu vertikal besar dan batu horizontal yang ditopangnya.
Stonehenge seakan-akan telah menelan matahari.
Seperti apa Stonehenge yang sesungguhnya?
Rekan-rekan sesama arkeolog dan saya sendiri yakin bahwa kesejajaran ini bukanlah suatu kebetulan: pemandangan itu dirancang oleh para pembangun monumen.
Sekitar 4.500 tahun yang lalu, tontonan tersebut akan jauh lebih mengesankan.
Garis pandang titik balik matahari ditandai oleh enam pasang batu tegak lainnya.
Kini hanya tersisa satu megalit yang dikenal sebagai Batu 56. Dulunya tonjolan pada bagian atas batu ini dipasang balok batu yang membentang seperti kusen raksasa. Sekarang, tonjolan itu tidak berguna.
Masih banyak lagi batu tegak yang hilang. Apa yang terjadi dengan batu-batu yang hilang ini? Siapa yang menurunkannya dan ke mana mereka pergi?
Bagaimana kita tahu bahwa batu-batu itu dulunya di sana? Bisakah kita membayangkan seperti apa Stonehenge yang sesungguhnya?
Itu adalah pertanyaan yang telah ditanyakan oleh para arkeolog seperti saya selama berabad-abad. Kami tidak bisa menjawabnya dengan pasti.
Tapi pencarian yang panjang dan aktif telah mendekatkan saya dan rekan-rekan saya pada jawabannya.
Beragam survei, penggalian, dan studi geologi telah membantu menjelaskan salah satu teka-teki besar Stonehenge: apakah hanya batu-batu ini yang ada?
Stonehenge yang kita lihat hampir persis dengan tampilan ketika rancangan renovasi pertama dibuat pada 1740 oleh John Wood, seorang arsitek terkemuka pada masanya.
Sketsa realistis pertama yang berasal dari abad ke-16 memang kurang detail, tapi terkesan bahwa hanya sedikit yang berubah dari yang kita lihat sekarang.
Namun, jangan terkecoh. Setengah dari batu-batu yang ada telah dipindahkan.
Baca juga:
- Mengapa situs prasejarah Stonehenge dibangun?
- ‘Penemuan menakjubkan’: Arkeolog temukan monumen Neolitik berusia 4.500 tahun dekat Stonehenge
Pemindahan terjadi antara 1901 dan 1964, ketika pihak berwenang khawatir bahwa susunan megalit tersebut bisa jatuh menimpa pengunjung.
Ketakutan itu bisa dibenarkan sebab beberapa batu vertikal telah lama disangga dengan kayu dan batu horisontal sudah miring sehingga mengancam siapa saja yang lewat.
Banyak batu vertikal yang diluruskan dan ditanam dengan beton. Adapun batu-batu yang pernah jatuh pada masa lampau telah dipugar.
Monumen tersebut sengaja diselamatkan agar tampak sama seperti ketika dicatat oleh John Wood.
Namun, penggalian arkeologi yang dilakukan bersamaan dengan pekerjaan konstruksi mengungkap Stonehenge yang berbeda.
Untuk pertama kalinya, ada bukti bahwa tidak semua batu masih ada di lokasi tersebut.
Kecurigaan itu pertama kali dikemukakan pada 1666 oleh John Aubrey, seorang penulis biografi dan ahli barang antik. Dia melihat lima “rongga di dalam tanah” di parit yang mengelilingi susunan batu yang ada saat ini.
Ia mengira cekungan itu terbentuk akibat pemindahan megalit, yang menunjukkan bahwa dulunya ada susunan batu yang membentuk lingkaran sejauh 85 meter (280 kaki) namun sekarang hilang sama sekali.
Penggalian di area itu pada 1920-an mengungkap lingkaran sempurna yang terdiri dari 56 lubang (dengan asumsi jarak yang teratur melalui area yang belum digali) yang sekarang dikenal sebagai Lubang Aubrey.
Dua lubang tak terduga lainnya ditemukan lebih dekat dengan batu-batu yang ada.
Pada saat itu, disimpulkan bahwa tidak ada satu pun dari lubang-lubang ini yang berisi megalit.
Namun, baru-baru ini beberapa arkeolog mulai berpikir bahwa Lubang Aubrey sebenarnya adalah sisa-sisa dari lingkaran batu yang luas.
Baca juga:
- Stonehenge dibangun oleh ribuan orang
- Stonehenge dipetakan dari bawah tanah
- Festival musim panas di Stonehenge, Inggris
Pemugaran dan penggalian dilanjutkan pada 1850-an dan 1960-an, ketika lebih banyak lubang yang terkubur ditemukan. Saat itu, penggalian dilakukan di antara batu-batu yang berdiri saat ini.
Lubang-lubang dalam dua setengah lingkaran yang saling berdekatan ini kemungkinan besar berisi megalit kecil. Lubang-lubang lainnya menunjukkan bahwa batu-batu ini dicabut dan disusun ulang—dengan menambah lebih banyak batu dalam bentuk oval dan lingkaran konsentris.
Kedua lubang ini kemudian disesuaikan untuk membentuk susunan lingkaran dan tapal kuda berujung terbuka seperti sekarang.
Pada 1979 penggalian yang saya lakukan menemukan sebuah lubang di samping Heel Stone.
Di bagian bawah, bagian kapur telah hancur akibat bobot batu besar, yang akan melengkapi megalit ini.
Penemuan itu sama sekali tidak terduga bagi seorang arkeolog muda dan telah memengaruhi cara saya berpikir tentang situs tersebut sejak saat itu: bahwa saya tidak akan pernah menganggap remeh apa pun.
Stonehenge punya sejarah yang rumit
Bersama Batu Tumit, batu yang hilang akan menciptakan sepasang batu di kedua sisi garis titik balik matahari – untuk membingkai terbitnya Matahari pada pertengahan musim panas.
Saat itu, jelaslah bahwa Stonehenge punya sejarah yang rumit yang mencakup hingga seribu tahun.
Para arkeolog tahu bahwa banyak batu yang hilang. Berapa jumlahnya masih menjadi pertanyaan besar.
Pengaturan Stonehenge sebelumnya kurang dipahami dan beberapa arkeolog berpendapat bahwa pembangunan lingkaran batu itu sejatinya belum selesai karena pada sisi barat daya hanya ada satu megalit vertikal.
Batu-batu yang jatuh di lokasi saat renovasi dilakukan tidak cukup untuk melengkapi bentuk lingkaran.
Sejarahnya semakin rumit ketika ketika sebuah lingkaran batu yang sebelumnya tidak dikenal ditemukan dalam penggalian pada 2009, yang jaraknya beberapa menit berjalan kaki.
Sekitar 25 lubang itu kemungkinan berisi megalit seukuran batu kecil di Stonehenge. Setiap lubang yang digali kosong.
Pada titik ini, ada baiknya untuk mengetahui lebih banyak tentang apa yang saya sebut batu besar dan kecil.
Stonehenge terdiri dari berbagai jenis batu.
Batu-batu besar—yang membentuk jendela bagi pemandangan matahari terbenam di pertengahan musim dingin dan menciptakan siluet Stonehenge—terbentuk dari sarsen, batu pasir lokal yang sangat keras.
Batu-batu kecil, yang secara kolektif dikenal sebagai bluestones, merupakan campuran batu yang lebih lunak. Sebagian besar dibawa ke situs tersebut dari Wales barat daya.
Baca juga:
- Usia Stonehenge lebih tua 5.000 tahun
- Bagaimana rumah para pembuat Stonehenge?
Jika Lubang Aubrey berisi megalit, ukurannya hanya cukup untuk menampung bluestone. Begitu pula dengan lubang lingkaran yang ditemukan di dekat Stonehenge.
Laporan pada abad-abad sebelumnya menuturkan tentang aksi pengunjung Stoneheng yang mengikis potongan-potongan batu untuk disimpan sebagai suvenir.
Para arkeolog berasumsi bahwa cerita-cerita ini dibesar-besarkan, tetapi pada 2012 pemindaian laser terhadap megalit-megalit tersebut mengungkap tingkat kerusakannya.
Hampir tidak ada batu yang luput dari palu—konon pada abad ke-19 pengunjung bisa menyewa palu di dekat Amesbury.
Satu contoh yang mencolok, batu sarsen yang jatuh pada 1797 dan didirikan kembali pada 1958 tampak seperti roti gulung sosis dibandingkan dengan batu-batu lainnya yang bersudut tajam dan berada di ketinggian yang sulit dijangkau.
Di antara lingkaran dan Heel Stone, sebuah batu sarsen besar yang dikenal sebagai Slaughter Stone, tergeletak di tanah. Salah satu ujungnya dilubangi dengan palu dan seolah-olah dipahat oleh seseorang.
Penggalian pada 1920-an menemukan sebuah lubang besar di sampingnya.
Apakah batu yang pernah berdiri di sana telah dipecahkan dan dibawa pergi? Atau apakah batu itu dipindahkan ribuan tahun yang lalu untuk didirikan di tempat lain di situs tersebut?
Mungkin lingkaran batu sarsen di sisi barat daya kini tidak lengkap karena batu-batu di sana juga sudah pecah dalam beberapa abad terakhir.
Kita mungkin tidak akan pernah tahu nasibnya, tapi pada 2013 setelah musim semi yang basah, para penjaga melihat tanda-tanda di rumput yang menunjukkan keberadaan lubang-lubang untuk semua batu yang hilang.
Baca juga:
- ‘Stonehenge’ Islandia yang menghipnotis
- Permukiman tertua Inggris dipastikan berada di Wiltshire
Tampaknya megalit asli di sana lebih tipis dan kurang teratur sehingga lebih mudah pecah—menyiratkan bahwa itu adalah “bagian belakang” lingkaran.
Meskipun telah dicari, tidak ada batu sarsen yang pernah menjadi bagian dari Stonehenge ditemukan di luar monumen tersebut.
Berbeda ceritanya dengan blue stone.
Sebuah batu besar terkenal yang disebut sebagai Boles Barrow Stone yang diberikan ke Museum Salisbury pada 1934 oleh penulis Siegfried Sasson.
Ia menemukan batu itu di tamannya setelah pindah ke rumah baru tidak jauh dari Stonehenge. Ini adalah bukti bahwa gletser, bukan orang-orang Neolitikum, yang membawa semua batu biru ke Dataran Salisbury.
Namun geologi tidak pernah mendukung pendapat itu, dan para arkeolog kini setuju bahwa Boles Barrow Stone pasti telah diambil dari Stonehenge di masa lalu.
Penggalian telah menunjukkan bahwa banyak batu biru, yang lebih mudah pecah daripada batu sarsen, bertahan hidup hanya sebagai tunggul dan puing-puing yang berserakan.
Ada petunjuk dari penggalian bahwa sebagian kerusakan ini terjadi pada zaman Romawi dan mungkin bahkan pada Zaman Perunggu, tidak lama setelah batu-batu itu didirikan.
Salah satu teori adalah bahwa potongan-potongan batu itu dianggap memiliki kekuatan penyembuhan.
Tapi, dalam satu kasus, kita tahu persis siapa yang mengambil beberapa kepingan batu, kapan, dan mengapa.
Temuan itu adalah salah satu penemuan paling luar biasa yang pernah dibuat tentang Stonehenge.
Di tengah monumen terdapat Batu Altar.
Itu adalah satu-satunya batu pasir biru, yang pada awalnya dianggap berasal dari Wales Selatan.
Namun, melalui penelitian intensif, tim geologi Inggris menduga bahwa batu itu berasal dari Inggris utara atau Skotlandia.
Mereka mengidentifikasi dua kepingan dari batu itu di museum. Salah satu kepingan batu sengaja diambil untuk pemeriksaan pada tahun 1844 dan satu lainnya ditemukan selama penggalian pada tahun 1920-an.
Mereka lalu mengirim sampel kepingan batu itu ke tim peneliti di Australia yang menggunakan teknologi canggih.
Hasil penelitian pada 2024 menunjukkan, Batu Altar itu berasal dari ujung timur laut Skotlandia.
Megalit itu akhirnya dilacak ke sumbernya setelah potongan-potongan kecilnya mengelilingi dunia.