Informasi Terpercaya Masa Kini

Opsen Pajak Kendaraan Berlaku mulai 5 Januari 2025, Akankah Jadi Beban Baru bagi Masyarakat?

0 3

KOMPAS.com – Pemerintah akan memberlakukan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) mulai Minggu (5/1/2025).

Opsen adalah pungutan tambahan PKB yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Masyarakat perlu memahami penerapan opsen karena pungutan ini akan mempengaruhi pembayaran PKB dan pendapatan daerah.

Lantas, seperti apa mekanisme opsen pajak dan bagaimana cara menghitungnya?

Baca juga: Alasan Pemerintah Terapkan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Mulai 5 Januari 2025

Mekanisme opsen pajak

Dilansir dari Antara, Rabu (18/12/2024), opsen pajak merupakan salah satu kebijakan perpajakan daerah.

Tujuan opsen pajak diterapkan untuk memperluas sinergi pemungutan pajak sekaligus mempercepat penyaluran pajak yang sebelumnya dibagihasilkan.

Aturan tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pajak daerah dalam jangka panjang.

Ada tiga jenis pajak daerah yang dapat dikenakan opsen pajak, yakni:

  • Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).

Agar lebih jelas mengenai penerapan opsen pajak dalam PKB, BBNKB, dan MBLB, simak penjelasannya berikut ini:

1. Opsen PKB

Pemerintah kabupaten/kota bisa memberlakukan opsen PKB sesuai peraturan yang berlaku.

Pendapatan yang didapat dari opsen PKB dapat digunakan untuk mendukung kemandirian daerah tanpa membebani wajib pajak.

2. Opsen BBNKB

Opsen BBNKB akan dikenakan saat peralihan kepemilikan kendaraan bermotor.

BBNKB merupakan pajak yang dipungut atas pengalihan kepemilikan kendaraan bermotor dari pemilik lama ke pemilik baru.

BBNKB akan tercantum dalam STNK kendaraan jika kendaraan tersebut pernah diperjualbelikan.

Jika kendaraan belum pernah diperjualbelikan belum, kolom pada STNK akan kosong.

Baca juga: 6 Jenis Pajak di Indonesia, Termasuk PPN dan Pajak Barang Mewah

Pencatuman BBNKB berfungsi sebagai informasi penting ketika kepemilikan kendaraan bermotor berganti.

Tujuan pemerintah memberlakukan opsen BBNKB adalah mendukung kemandirian daerah tanpa membebani wajib pajak.

Dengan penerapan opsen BBNKB, pemasukan yang didapat akan tercatat sebagai pendapatan asli daerah (PAD).

Baca juga: Harga Barang Telanjur Kena PPN 12 Persen, Dirjen Pajak: Nanti Kita Atur, Kita Kembalikan

3. Opsen MBLB

MBLB berlaku atas pengembalian mineral bukan logam dan batuan.

Pemerintah di tingkat provinsi dapat membebankan opsen atas pokok pajak MBLB untuk memperkuat pengawasan dan menerbitkan izin kegiatan pertambangan daerah.

Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) UU HKPD, jumlah opsen PKB dan BBNKB dari pajak terutang sebesar 66 persen, sedangkan MBLB 25 persen.

Jika opsen benar-benar diterapkan, aturan ini berpotensi memengaruhi cara pembayaran pajak kendaraan bermotor.

Baca juga: Pemerintah Harus Berani Menarik Pajak dari Orang Kaya

Pemilik kendaraan baka membayar tujuh komponen pajak kendaraan yang mencakup opsen BBNKB, opsen PKB, Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ), biaya administrasi STNK, dan TNKB.

Dalam implementasinya, pemilik kendaraan wajib membayar opsen PKB dan BBNKB bersamaan dengan pajak kendaraan bermotor di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat).

PKB dan BBNKB yang dibayarkan akan disetorkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi.

Kemudian, opsen PKB dan BBNKB bakal disetorkan ke RKUD kabupaten atau kota berdasarkan tempat registrasi kendaraan.

Baca juga: Jangan Sampai Keliru, Ini Beda PPN dan Pajak Barang Mewah

Cara menghitung opsen kendaraan

Cara menghitung opsen kendaraan perlu memperhatikan sejumlah aspek, seperti:

  • Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKP)
  • Tarif PKB sesuai tingkat kepemilikan.

Sebagai contoh, ada sebuah mobil dengan nilai NJKP sebesar Rp 200 juta dan menjadi kendaraan pertama bagi wajib pajak.

Tarif PKB untuk kepemilikan pertama sesuai Peraturan Daerah (Perda) Produk Domestik Regional Bruto Provinsi sebesar 1,1 persen.

Dari contoh di atas, didapat penghitungan antara PKB yang terutang sebesar 11 persen dikali NJKP senilai Rp 200 juta adalah Rp 2,2 juta.

Baca juga: Ke Mana Larinya Uang Pajak yang Telah Dibayarkan Warga Negara?

Pajak sebesar Rp 2,2 juta kemudian masuk ke RKUD provinsi.

Kemudian, opsen PKB dihitung dengan mengalikan pungutan sebesar 66 persen dikali Rp 2,2 juta.

Didapatlah hasil Rp 1,450 juta yang disetorkan ke RKUD pemerintah kabupaten atau kota sesuai alamat atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) wajib pajak.

Dari jumlah tersebut, administrasi perpajakan yang harus dibayarkan wajib pajak senilai Rp 2,2 juta ditambah Rp 1,450 juta adalah Rp 3,650 juta.

Pembayaran administrasi perpajakan senilai Rp 3,650 juta dilakukan di Samsat.

Bank tempat pembayaran akan membagi dana tersebut ke RKUD provinsi dan kabupaten atau kota.

Baca juga: Berlaku 1 Januari 2025, Wajib Pajak Sudah Bisa Login Sistem Coretax

Apakah opsen pajak akan membebani masyarakat?

Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pemberlakuan opsen pajak tidak akan membebani masyarakat.

Menurut Lydia, penerapan opsen pajak akan diikuti dengan penurunan tarif PKB dan BBNKB.

Ia mencontohkan, tarif PKB yang dibebankan kepada pemilik kendaraan pertama turun dari 2 persen menjadi 1,2 persen.

Setelah tarif turun, pemerintah daerah bisa mengenakan opsen pajak sebesar 66 persen dari pajak yang terutang.

Di sisi lain, opsen pajak juga memberikan kepastian penerimaan kabupaten atas atas bagiannya dari penerimaan PKB dan BBNKB.

“Di UU 1/2022 tidak ada lagi bagi hasil. Jadi provinsi hanya berhak 1,2 persen, kabupaten atau kota langsung 66 persen dari perkaliannya tadi langsung masuk ke kabupaten/kota,” ujar Lydia dikutip dari Kontan, Sabtu (4/1/2025).

“Penerimaan ini menjadi kepastian (kabupaten atau kota) nanti di 2025, tidak menunggu provinsi membagihasilkan,” tambahnya.

Baca juga: Korsel Beri Keringanan Pajak 30 Persen untuk Gym dan Kolam Renang mulai 2025

Dampak opsen pajak terhadap harga kendaraan

Meski begitu, Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI) memandang, penerapan opsen pajak bisa meningkatkan harga motor baru naik dari Rp 800.000 hingga Rp 2 juta.

Dilansir dair laman AISI, Jumat (13/12/2024), osen pajak juga dikhawatirkan membuat penjualan motor baru turun 20 persen.

Hal tersebut dapat terjadi karena dipicu naiknya harga sepeda motor baru akibat pemberlakuan pungutan pajak tambahan atau opsen atas PKB dan BBNKB yang sebesar 66 persen.

“Konsumen sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor di segmen entry level lebih dari Rp 800.000,” ujar Ketua Bidang Komersial AISI, Sigit Kumala.

Baca juga: Biaya Admin Transaksi QRIS Kena PPN 12 Persen, DJP: Bukan Obyek Pajak Baru

Leave a comment