Informasi Terpercaya Masa Kini

PPN 12 Persen, Beban Kelas Menengah Tambah Rp 4,2 Juta per Tahun

0 6

Dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen diproyeksi bisa menambah beban kelas menengah hingga Rp 4,2 juta per tahun atau Rp 354.293 per bulan.

Hal ini tertuang dalam kajian Center of Economic and Law Studies (Celios) soal dampak PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. Sedangkan, lanjut dia, keluarga miskin diprediksi menanggung kenaikan pengeluaran hingga Rp 101.880 per bulan atau Rp 1,2 juta per tahun.

“Kian mencekik bagi masyarakat karena meningkatnya jumlah pengeluaran berbanding terbalik dengan peningkatan pemasukan dari gaji bulanan yang rata-rata hanya tumbuh 3,5 persen per tahun,” tegas Menurut Direktur Hukum CELIOS, Mhd Zakiul Fikri dalam keterangan resmi, Selasa (24/12).

Selain itu, dampaknya juga akan terlihat pada inflasi. Zakiul melihat, berkaca pada pengalaman 2022 saat PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, inflasi melaju ke 3,47 persen (yoy).

Pada Mei, Juni, dan Juli tahun yang sama, inflasi kembali meningkat masing-masing sebesar 3,55 persen, 4,35 persen, dan 4,94 persen (yoy). “Inflasi itu telah menyebabkan merosotnya konsumsi rumah tangga, terutama bagi kelas menengah ke bawah,” kata Zakiul.

Menurut Zakiul, pada tahun 2023, rata-rata kenaikan gaji di Indonesia hanya 2,8 persen atau setara dengan Rp. 89.391 per bulan. Hal ini belum ditambah dengan peningkatan jumlah pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang pada tahun 2023 menyentuh angka 11,7 persen.

“Akan Tetapi, pemerintah dengan enteng berlindung di balik narasi bahwa kenaikan itu merupakan perintah undang-undang, sehingga ambisi menaikkan tarif PPN terus diupayakan,” tuturnya.

Desak Pemerintah Batalkan UU HPP Lewat Perppu

Zakiul menjelaskan pemerintah sebenarnya masih bisa untuk menunda bahkan urung memberlakukan kenaikan tarif PPN sesuai Bab IV tentang Pajak Pertambahan Nilai Pasal 4 Angka 2 Undang-Undang 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ketentuan Pasal 7 ayat (1) dari Bab IV Pasal 4 Angka 2 UU HPP 2021 mengatur bahwa tarif PPN sebesar 12 persen mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Terhadap ketentuan ini, dia menyebutkan ada dua hal yang perlu dicatat.

“Pertama, tujuan norma hukum dibuat bukan hanya untuk kepentingan kepastian hukum (rechtszekerheid), tetapi harus pula memuat kemanfaatan-kepatutan dan keadilan hukum (billijkheid en rechtvaardigheid),” jelas Zakiul.

Kedua, kata dia, sejalan dengan prinsip tidak ada pajak tanpa keterwakilan (no taxation without representation), ketentuan mengenai pemungutan pajak seharusnya dapat mewakili kepentingan rakyat atau publik.

“Ketika data menunjukkan bahwa kenaikan PPN berdampak pada krisis ekonomi bagi masyarakat dan menghantarkan rakyat ke jurang kemiskinan, maka berarti secara materiil norma perundang-undangan yang memerintahkan kenaikan PPN tidak memuat kepatutan dan keadilan hukum,” imbuhnya.

Ada tiga alasan untuk pemerintah membatalkan kenaikan PPN 12 persen harus dikeluarkan. Pertama, norma kenaikan PPN menimbulkan masalah hukum yang mendesak untuk diselesaikan.

“Masalah hukum itu mulai dari inflasi atau naiknya harga barang jasa, merosotnya kemampuan konsumsi rumah tangga kelas menengah ke bawah, meningkatnya angka pengangguran, tertekannya UMKM, industri manufaktur dan potensi menambah jumlah rakyat miskin di Indonesia,” ucapnya.

Kedua, keberadaan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Bab IV Pasal 4 Angka 2 UU HPP 2021 tidak memadai karena tidak memuat kepatutan dan keadilan hukum.

Lalu ketiga dengan keadaan yang mendesak, kondisi saat ini tidak mungkin diatasi dengan cara membuat atau merevisi UU melalui prosedur biasa, mengingat memakan waktu yang cukup lama.

Dengan demikian, Zakiul menyebut jika ketentuan tersebut dipaksakan berlaku, menyebabkan timbulnya masalah hukum (rechtsprobleem) atau bahkan kekacauan hukum (rechtsverwarring).

Terlebih, menurut dia pemerintah bisa saja mengevaluasi kenaikan PPN dengan menurunkannya hingga menjadi 5 persen atau menaikkan hingga maksimum 15 persen, sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (3).

“Namun, menurunkan angka PPN atau menunda saja berlakunya kenaikan PPN mustahil terjadi, sebab mereka fokus untuk menjalankan perintah dari Pasal 7 ayat (1), dalih yang terus diumbar di berbagai media,” tegasnya.

Leave a comment