Sejarah Rumah Musik Harry Roesli, Tempat “Si Bengal dari Bandung” Lahirkan “Ken Arok”
BANDUNG, KOMPAS.com – Rumah Musik Harry Roesli merupakan salah satu bangunan heritage di Kota Bandung, Jawa Barat.
Di rumah bergaya arsitektur kolonial Belanda ini, dua seniman besar Indonesia, yakni Marah Roesli dan Harry Roesli, menghembuskan napas terakhirnya.
Rumah yang beralamat di Jalan Supratman, Kelurahan Cihapit, Kecamatan Bandung Wetan itu memiliki nilai sejarah bagi keluarga besar Roesli dan pergerakan kesenian di Paris Van Java.
Baca juga: Rumah Musik Harry Roesli di Bandung Dijual
Menurut putra Harry Roesli, Layala Khrisna Patria, rumah tersebut dibeli oleh kakeknya, yakni Mayjen TNI Roeshan Roesli, dari seorang warga Belanda pada masa awal kemerdekaan.
Di rumah seluas 400 meter persegi ini, almarhum Harry Roesli dilahirkan, tepatnya pada 10 September 1951 hingga menutup matanya pada 11 Desember 2004.
Tak hanya itu, eyang buyutnya Marah Roesli meninggal di sini. Marah Roesli merupakan sastrawan terkenal. Salah satu novelnya yang fenomenal adalah Siti Nurbaya.
Baca juga: Cara Seniman Semarang Mengenang 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, Melukis Topeng hingga Panggung Budaya
“Jadi bapak (Harry Roesli) itu lahir di sini, bukan di rumah sakit. Meninggal juga di sini. Eyang buyut saya juga meninggal di sini,” ujar Layala saat ditemui Kompas.com di Rumah Musik Harry Roesli pada Kamis (12/12/2024).
Layala mengungkapkan, rumah ini merupakan tempat awal ayahnya meniti karier sebagai seorang seniman di awal dekade 1970-an.
Pada dekade itu, seniman berjuluk Si Bengal dari Bandung itu melahirkan Teater Musikal legendaris dan album musik Ken Arok yang karyanya masih disegani hingga sekarang.
“Mendiang merilis dan menggarap Ken Arok di rumah ini juga tahun 70-an. Di sini tempat latihannya, ratusan orang datang ke sini,” ucap Layala.
Menurut dia, segala aktivitas kesenian Harry Roesli di tahun 70-an banyak dihabiskan di rumah tinggalnya ini.
Bahkan, tak jarang sejumlah seniman pada masa itu menjadikan rumah ini basecamp.
Di sini juga, Si Bengal dari Bandung itu menuangkan segala inspirasinya dan meracik ide-ide liarnya menjadi karya seni yang jumlahnya mungkin mencapai ratusan lagu.
“Menerima tamu besar, tamu agung di rumah ini. Kalau teman seniman yang punya kedekatan dengan bapak sering ke sini,” tutur dia.
Layala menambahkan, beberapa orang pengamat bahkan menyebut Rumah Musik Harry Roesli merupakan salah satu cikal bakal komunitas kesenian di Bandung.
“Jadi rumah ini juga punya riwayat pergerakan kesenian di Bandung, bahkan cikal bakal komunitas kreatif pertama di Bandung,” ucapnya.
Layala mengatakan, aktivitas kesenian ayahnya di rumah yang beralamat di Jalan Supratman nomor 59 itu berlangsung hingga tahun 1980-an.
Selepas dekade itu, ayahnya lebih banyak menghabiskan waktu aktivitas keseniannya di rumah sebelah nomor 57 yang kebetulan dibeli oleh kerabatnya.
“Jadi sebenarnya pada 80-an itu lebih ke rumah tinggal, bukan aktivitas kesenian dia. Cikal bakalnya di sini, tapi segala pergerakannya di nomor 57 itu,” katanya.
Meski demikian, ayahnya masih sering mendapatkan inspirasi untuk karya-karya seninya di rumah nomor 59.
Bahkan, ketika berproses, Harry Roesli kerap tidur sembarangan atau berganti-ganti kamar tidur.
“Sudah tak terhitung bapak pindah kamar, namanya seniman tidurnya di mana saja. Kadang di sini, kadang di rumah 57,” pungkasnya.