Adaptasi : Cepat atau Lambat ?
Manusia adalah makhluk sosial. Ia membutuhkan orang lain untuk berbagi banyak hal. Untuk itulah setiap orang tentunya harus menjalin pertemanan khususnya di lingkungan yang baru. Namun terkadang menjalin pertemanan dapat menjadi mudah atau sulit apalagi bagi seorang new comer, pendatang baru.
Berada di lingkungan baru sering menuntut seorang new comer untuk pandai-pandai beradaptsi secepat mungkin dengan orang-orang di sekitar, namun terkadang itu sulit dilakukan, utamanya bila orang-orang di sekitar berasal dari generasi yang berbeda bahkan jauh di bawah generasi kita. Bila kita tidak menurunkan ego – rasa lebih segalanya dari orang lain – tentunya akan sangat sulit untuk bersosialisasi dan konsekuensinya adaptasi akan sangatlah lama.
Di lingkungan baru, seorang new comer sebaiknya menyadari bahwa pertemanan yang telah terbentuk tidak dapat diubah. Di sinilah kita harus menyadari bahwa setiap orang tentunya memiliki kecenderungan masing-masing untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi teman terdekatnya atau yang saat ini viral dengan istilah bestie. Kecenderungan itu disebabkan oleh banyak hal. Bisa jadi karena kesamaan minat, kesamaan kepentingan, kesamaan karakter atau yang paling utama adalah kesamaan nasib yang membuat dua orang atau lebih saling dekat dan terpaut.
Masing-masing dari mereka berhak memilih siapa bestie-nya. Bukankah hal yang teramat menyenangkan bila setiap moment ataupun event dirayakan dengan teman terdekat? Bagaimana jika kita adalah subyek yang tidak menjadi bestie untuk orang lain? Apakah kita akan berputus harapan dengan segala sedu sedan dan berpikir bahwa mereka jahat? Atau kita berpikir bahwa kita tak layak utuk dijadikan seorang bestie? Jangan negative thinking! Mari kita coba berdialog dengan frame pemikiran yang lebih terbuka dan flexible tentunya!
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah berjiwa besar. Tak perlulah berkecil hati ataupun galau. Jangan pula berasumsi bila kita tidak disuka dan terbuang dari lingkungan. Stop berpikir negatif! Sadari bila Tuhan menciptakan manusia dengan keberagaman rupa dan rasa. Semua ciptaan-Nya pasti ada bedanya bahkan kembar identikpun memiliki perbedaan.
Tidak terpilihnya kita bisa jadi karena ada ketidaksamaan dalam diri kita dengan mereka dalam beberapa hal. Karakter, usia, minat, kepentingan bahkan nasib kita tidaklah sama dengan yang mereka punya. Tidak usah baper dan galau tiada akhir! Lantas apakah akan mangkir dari lingkungan yang tidak menganggap kita ada? Tak harus berpikir sejauh itu hingga harus pergi dari lingkungan yang mungkin baru saja kita datangi demi sebuah ilmu ataupun sebuah karir.
Biarkan saja mereka dengan bestienya. Tidak usah protes dan marah dengan lingkungan dan keadaan yang notabene telah tercipta sebelum kita datang. Hal yang tak dapat dipungkiri terkadang akan muncul rasa diabaikan dan tak dianggap. Pengabaian ini kerap menjadikan seseorang rendah diri, tak terkecuali kita. Hal yang sangat wajar, sih. Namun rasa serupa itu tak perlulah dipelihara. Berilah ruang dalam diri untuk mengakui bahwa setiap orang tidaklah sama.
Selanjutnya adalah bersikap baik dengan sewajarnya. Tetaplah ramah dan baik pada semua orang di lingkungan tersebut. Jadikan salam, senyum, sapa, terima kasih dan maaf menjadi icon kita dalam pergaulan keseharian. Selama kita bersikap dan bertutur kata baik dan wajar maka tak akan ada masalah. Jangan enggan memberikan bantuan meskipun tidak diminta. Uluran tangan yang kita berikan bisa jadi akan membukakan pikirannya tentang diri kita yang sebenarnya.
Terlebih lagi kebaikan yang kita lakukan akan menghadirkan energi positif untuk diri sendiri dan bisa jadi menular ke lingkungan sekitar. Perlakuan positif yang kita berikan selanjutnya akan menjadi bonus icon ‘baik’ yang melekat permanen tanpa harus mengubah jati diri. Ingat ya, tetap jadi diri sendiri.
Sebagai seorang new comer, penting juga untuk bertanya tentang hal-hal baru yang mendukung profesionalitas di tempat kerja. Seperti kata pepatah malu bertanya sesat di jalan begitu pula jika kita tidak bertanya hal-hal yang terkait pekerjaan. Kita tak akan mengetahui alur kerja yang semestinya. Bertolak dari pertanyaan – pertanyaan itulah akhirnya perbincangan dapat terjalin sebagai bentuk pengakraban diri dan juga menjalin pertemanan.
Komunikasi dengan topik sederhana di awal bisa jadi berkembang menjadi sharing ilmu dan informasi. Sharing ilmu dan informasi yang up to date sangatlah memberikan poin plus untuk kita. Hal yang menyenangkan jika kita mendapatkan teman sharing yang sefrekuensi. Bisa nyambung dan tambah klik tentunya. Sefrekuensi tidaklah harus seusia kita, tetapi bisa jadi sefrekuensi itu berbeda usia. Jadi, kita bisa menambah referensi imu pengetahuan kita dengan aktifitas sharing tersebut tanpa membedakan rentang usia .
Bila suatu saat dalam komunikasi, salah satu dari mereka mengajak berbincang ataupun bertukar pikiran, tetaplah menjadi pendengar dan pembicara yang baik dan bijak. Berikan feedback positif dan hargai setiap pendapat mereka. Saat menjadi pendengar, bersikap bijaklah dengan tidak memotong ataupun menyela pembicaraan. Mendengarkan pembicaraan orang hingga selesai membuat ia merasa dihargai dan itu adalah bentuk penghargaan .
Namun, jika ada yang mengajakmu membicarakan keburukan orang lain, alihkan pembicaraan ke topik lain. Ingatlah, kita yang harus mengontrol diri sendiri. Jangan mudah terpancing dan satu hal yang harus diingat adalah jangan menyampaikan perbincangan buruk itu pada orang lain! Cukup simpan untuk diri sendiri!
Berikutnya adalah berilah ruang untuk privasi mereka dengan tidak terlalu ingin tahu urusan atau kesibukan yang jelas-jelas bukan urusan kita! Keingintahuan akan sesuatu adalah hal wajar, namun terlalu ingin tahu bukan hal yang baik. Alih-alih dianggap ramah, malah kita akan dianggap kepo dan suka ikut campur urusan orang. Parahnya lagi bisa jadi orang lain menganggap kita sebagai seorang pengganggu. Who knows?
Daripada kepo dengan urusan orang lain, lebih baik sibukkan diri dengan menuntaskan tugas – tugas yang ada. Sebetulnya masih ada banyak hal yang positif yang bisa dilakukan selain tugas yang nyata – nyata memang menjadi prioritas kerja. Sebut saja membaca. Kegiatan membaca ini akan membantu kita untuk menghindarkan diri dari hal – hal tak penting. Anggap saja sebagai killing the time, menghabiskan waktu untuk hal yang berguna. Bisa jadi kegiatan itu nantinya akan menjadi satu hal yang membuat diri dikenal tanpa kita susah payah menceritakan pencapaian kita.
Pengalaman menjadi seorang new comer di lingkungan kerja yang baru telah menjadikan saya untuk mempelajari hal-hal baru yang dulunya tidak saya temui di lingkungan sebelumnya. Ada rasa canggung dan terkadang pula rasa terabaikan di awal. Hal yang wajar karena memang saya belum mengenal masing-masing dari mereka. Ditambah lagi dengan rentang usia yang memang berbeda jauh. Bisa jadi usia saya sama dengan usia tante bahkan ibu mereka. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saya dapat beradaptasi dengan orang-orang baru dari generasi yang berbeda tanpa harus kehilangan respek dari mereka.
Cepat atau lambatnya beradaptasi di lingkungan baru tergantung pada keluwesan diri dan kedewasaan berpikir. Tetaplah berteman tanpa melihat mereka dari generasi apapun. Jangan terjebak pada ego diri merasa paling senior – berumur banyak – hingga menganggap junior – lebih muda – tidak penting. Selama kita bisa membawa diri dengan sikap dan perilaku positif, yakinlah bahwa lingkungan baru akan dengan senang hati menerima kita. Jadi, cepat lambatnya kita beradaptasi tergantung pada diri masing-masing.
Tulisan ini adalah sedikit dari pengalaman saya di lingkungan kerja yang baru. Semoga tulisan sederhana ini menjadi pengingat bagi saya pribadi dan insight baru bagi seluruh pembaca.
Terima kasih.