Sensasi Jenang Grendul Madiun, Lembut Teksturnya, Kenyal Bolanya, Diburu Segala Usia
KOMPAS.com – Jenang Grendul merupakan salah satu kuliner tradisional Jawa bercita rasa lembut dan manis yang sering hadir dalam berbagai acara adat dan perayaan hari raya tertentu.
Tak hanya itu, jenang berwarna coklat muda acapkali menjadi sajian khusus bagi warga untuk dinikmati setiap hari.
Cita rasa Jenang Grendul yang lembut dan legit mampu menggugah selera siapa pun yang menikmatinya.
Kendati terbuat dari bahan makanan sederhana, Jenang Grendul tetap menjadi menu yang istimewa dan tidak lekang oleh waktu.
Baca juga: Berdiri Sejak 1912, Begini Cara Toko Nyonya Pang Pertahankan Kualitas Jenang Dodol
Jenang Grendul terbuat dari tepung ketan yang dibentuk bulat, dimasak dengan gula merah dan disajikan dengan kuah santan. Hidangan ini pun memiliki tekstur bulatan kenyal dan rasa manis yang khas.
Cara buat Jenang Grendul
Untuk membuat Jenang Grendul tidaklah sulit. Awalnya tepung ketan yang dicampur dengan air hingga menjadi adonan, kemudian dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil.
Setelah itu bulatan direbus dalam air hingga mengapung yang menandakan sudah masak.
Selanjutnya, tinggal memanaskan air lalu masukkan gula merah bersama dengan grendul yang sudah dibentuk dan masak hingga mengapung.
Agar jenangnya legit tambahkan sisa tepung kemudian aduk hingga mengental dan lembut.
Sementara pembuatan kuah santan cukup merebusnya dengan api kecil sambil diaduk agar santan tidak pecah.
Baca juga: Resep Jenang Jagung Mutiara, Hidangkan Dingin Lebih Enak
Terakhir, Jenang Grendul yang sudah jadi dituang dalam mangkuk saji disiram dengan kuah santan.
Keunikan tekstur dan cita rasa yang menggoda membuat Jenang Grendul sangat disukai beragam usia. Mulai dari anak hingga lansia dipastikan tak akan menolak bila mendapatkan semangkok Jenang Grendul.
Diburu segala usia
Agus, salah satu penjual Jenang Grendul di Lapak Taman Obor, Kelurahan Oro-Oro Ombo, Kota Madiun mengaku pembelinya tak hanya dari kalangan orang tua saja. Anak muda hingga anak-anak pun menyukai Jenang Grendul.
“Yang beli di sini tidak hanya orang tua dan anak-anak saja. Remaja dan orang dewasa banyak juga yang membeli bubur. Bisa makan di tempat atau dibawa pulang,” kata Agus.
Terlebih lapaknya tidak hanya menjual Jenang Grendul. Agus bersama istrinya, Dyah Retno, juga menjual jenang lainnya seperti ketan hitam, kacang hijau, sumsum dan pacar cina.
Harganya pun murah meriah. Satu mangkok, Agus bersama istrinya menjual aneka jenang di lapaknya sebesar Rp 7.000.
Keberadaan Jenang Grendul dan sumsum makin diburu pecinta kuliner pada saat bulan Ramadhan.
Sambil menunggu azan magrib, banyak warga menyempatkan diri mencari Jenang Grendul dan Jenang Sumsum sebagai makanan pembuka puasa.
Untuk acara adat hingga pemerintahan
Menurut Agus, acapkali dirinya mendapatkan pesanan pembelian bubur grendul dan sumsum dari warga untuk keperluan acara adat.
Tak hanya itu, acara-acara dinas di Pemkot Madiun pun sering memesan bubur grendul dan sumsum dari lapaknya.
“Kami biasa juga dipesan untuk acara hajatan dari warga hingga sekolah dan kampus. Biasanya makan jenang itu dijadikan sebagai acara syukuran setelah hajatan selesai,” kata Agus yang membuka lapaknya mulai pukul 06.30 hingga 13.00 WIB.
Lantaran banyak pesanan, Agus bersama istrinya memilih tidak membuka lapaknya dalam satu hari. Sebab dalam satu hari, pemesanan bisa berada di lebih dari dua tempat.
Baca juga: Jenang Sapar: Tradisi, Makna, dan Resep
“Beberapa waktu lalu ada dua sekolah dan satu kampus yang memesan. Jadi warung di lapak tidak buka,” ungkap Agus.
Agus bersyukur dari berjualan aneka jenang di lapak bersama istrinya mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya.
Cocok untuk menu sarapan
Beberapa pecinta kuliner mengaku meski tekstur jenang lembut dan kenyal, menikmati semangkok jenang grendul sudah mengenyangkan.
Rasa manis gula Jawa dan gurihnya santan dapat menggantikan nasi sebagai sarapan pagi.
“Kalau saya cocok untuk sarapan pagi sudah mengenyangkan. Rasanya yang manis dan santannya yang gurih sudah cukup menjadi energi untuk beraktivitas hingga siang hari,” ujar Joko, warga Kota Madiun.
Baca juga: 7 Jenang di Yogyakarta, Ada yang Buka Sejak 1950-an
Lain halnya dengan Joko, Sulistyo memilih menikmati Jenang Grendul dicampur dengan jenang sumsum. Dari campuran itu, cita rasanya tidak terlalu manis namun kegurihan sumsumnya lebih terasa.
“Saya lebih suka kalau Jenang Grendul dicampur dengan sumsum. Jadinya rasanya tidak terlalu manis.”
“Dengan campuran itu, kegurihan paduan dua jenang itu menjadikan lebih enak dikonsumsi,” ungkap Sulistyo.