Negara-negara Arab Kutuk Aksi Israel Caplok Suriah setelah Bashar Al Assad Terguling
TEMPO.CO, Jakarta – Israel mulai menyerang Suriah setelah oposisi bersenjata di negara itu menggulingkan pemerintahan mantan Presiden Bashar al Assad pada Minggu, 8 Desember 2024. Pasukannya terus masuk ke dalam wilayah Suriah dan merampas tanah dekat Dataran Tinggi Golan di duduki, sementara pasukan udaranya terus menjatuhkan bom ke seluruh negeri.
Aksi militer Israel ini langsung mendapat kecaman dari Qatar, Irak, Mesir, Arab Saudi dan Hamas.
Qatar
Kementerian Luar Negeri Qatar mengatakan pada hari Senin bahwa Doha menganggap serangan Israel sebagai “perkembangan yang berbahaya dan serangan terang-terangan terhadap kedaulatan dan persatuan Suriah serta pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional”.
“Kebijakan memaksakan fait accompli yang dilakukan oleh pendudukan Israel, termasuk upayanya untuk menduduki wilayah Suriah, akan membawa wilayah tersebut pada kekerasan dan ketegangan lebih lanjut,” tambahnya, dikutip Al Jazeera.
Arab Saudi
Arab Saudi mengecam tindakan Israel pada Senin, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut mengkonfirmasi “pelanggaran Israel yang terus berlanjut terhadap aturan-aturan hukum internasional dan tekadnya untuk menyabotase peluang Suriah untuk memulihkan keamanan, stabilitas dan integritas teritorialnya”.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi juga menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mengecam kampanye Israel, menekankan bahwa Dataran Tinggi Golan adalah wilayah Arab yang diduduki.
Mesir
Mesir mengutuk “pendudukan lebih lanjut atas tanah Suriah” oleh Israel dan memandang gerakan militer Israel ke zona penyangga sebagai upaya untuk menegakkan realitas baru di lapangan, demikian pernyataan kementerian luar negeri pada Senin.
Hamas
Hamas juga mengutuk keras “tindakan agresi berulang kali oleh pendudukan Israel terhadap wilayah Suriah” dan menolak “ambisi atau rencana Zionis yang menargetkan Suriah”.
Irak
Baghdad menggemakan kecaman tersebut, dengan mengatakan bahwa Israel telah melakukan “pelanggaran berat di bawah hukum internasional”.
Irak “menekankan pentingnya menjaga kedaulatan dan integritas Suriah dan menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menegakkan tanggung jawabnya dan mengutuk agresi ini … dan mengakhirinya,” demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Irak.
PBB
Perampasan tanah yang dilakukan Israel baru-baru ini juga dikecam oleh juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, yang mengatakan bahwa langkah tersebut merupakan “pelanggaran” terhadap perjanjian pelepasan antara Israel dan Suriah pada tahun 1974.
Pasukan penjaga perdamaian PBB yang dikerahkan di Dataran Tinggi Golan, yang dikenal sebagai UNDOF, “menginformasikan kepada rekan-rekan Israel bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap perjanjian pelepasan tahun 1974”, kata Dujarric. Dia menambahkan bahwa pasukan Israel yang memasuki zona tersebut masih berada di tiga lokasi.
Israel bergerak cepat
Begitu Assad dimumkan jatuh, Minggu, Israel dengan cepat bergerak dan merebut zona penyangga yang memisahkan Dataran Tinggi Golan yang diduduki dengan wilayah yang dikuasai Suriah. Militer Israel juga memperingatkan warga Suriah yang tinggal di lima desa di dekat wilayah strategis tersebut untuk “tetap tinggal di rumah”.
Israel menduduki sebagian besar Dataran Tinggi Golan pada tahun 1967 dan mencaplok wilayah tersebut secara ilegal pada tahun 1981.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa ia memerintahkan pasukan Israel untuk merebut zona penyangga, yang ditetapkan dalam gencatan senjata tahun 1974 dengan Suriah, tak lama setelah al-Assad digulingkan.
Berbicara kepada para wartawan pada Senin, Netanyahu mengatakan bahwa Dataran Tinggi Golan yang diduduki akan tetap menjadi milik Israel “untuk selamanya”.
Ia juga berterima kasih kepada Presiden AS terpilih Donald Trump yang telah mengakui kedaulatan Israel atas wilayah tersebut selama masa jabatan pertamanya. Hukum internasional secara tegas melarang akuisisi tanah secara paksa.
Netanyahu mengatakan bahwa jatuhnya Assad adalah “akibat langsung dari pukulan kuat yang telah kami berikan kepada Hamas, Hizbullah dan Iran”, menurut surat kabar Israel, Haaretz.
‘Lebih dari 100 serangan’
Sementara itu, duta besar Israel untuk PBB mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa pengerahan tentara ke daerah itu “terbatas dan sementara”.
“Saya berbicara kepada Dewan Keamanan dan mengklarifikasi bahwa dalam menanggapi ancaman keamanan yang berkembang di perbatasan Suriah-Israel dan bahaya yang ditimbulkannya terhadap warga negara kami, kami telah mengambil langkah-langkah terbatas dan sementara,” tulis Duta Besar Danny Danon di X.
Selain serangan darat, pasukan Israel telah mengebom target-target di seluruh Suriah sejak penggulingan Assad pada Minggu.
Kantor berita Reuters mengutip pasukan keamanan Suriah yang mengatakan bahwa Israel mengebom tiga pangkalan udara di Suriah – lokasi di dekat Damaskus, Homs dan Qamishli – pada hari Senin.
Israel juga melancarkan serangan terhadap aset-aset militer di kota pesisir Latakia, demikian Reuters melaporkan.
Militer Israel biasanya tidak mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan di Suriah.
Israel melakukan tiga serangan udara di Damaskus sehari sebelumnya terhadap sebuah kompleks keamanan dan sebuah pusat penelitian pemerintah, kata dua sumber keamanan.
Syrian Observatory for Human Rights, sebuah lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa Israel melancarkan lebih dari 100 serangan udara ke lokasi-lokasi militer di seluruh negeri pada Senin.
Rami Abdel Rahman, kepala pemantau tersebut, mengatakan bahwa serangan-serangan Israel yang semakin intensif tersebut bertujuan untuk “menghancurkan kemampuan militer rezim yang berkuasa”.
Pilihan Editor: Perbedaan Hamas dan Hizbullah dalam Menyikapi Penggulingan Bashar al Assad