Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Selpiani Jadi Operator Alat Berat di Kawasan Industri Morowali

0 2

JAKARTA, KOMPAS.com – Tujuh tahun sudah Selpiani (29 tahun) bersahabat erat dengan hoist crane—alat berat yang digunakan untuk mengangkat dan memindahkan material atau benda berat.

Perempuan yang dulunya bekerja di perkebunan sawit itu tak menyangka bahwa ia akhirnya berkarier di kawasan industri yang lekat dengan stigma pekerjaan berat.

Laporan Keadaan Pekerja di Indonesia Februari 2024 yang disusun Badan Pusat Statistik (BPS) menjabarkan, sebanyak 66,48 persen di Indonesia merupakan pekerja laki-laki, sedangkan 33,52 persen sisanya adalah pekerja perempuan.

Adapun pekerja perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal, yakni sektor yang dianggap bukan pekerjaan berat ketimbang pekerjaan di sektor formal, misalnya sektor industri. Oleh sebab itu, keterlibatan Selpiani di kawasan industri menjadi tantangan sendiri baginya.

Kiprah Selpiani di industri dengan mayoritas pekerja laki-laki itu berawal dari ajakan seorang teman. Kala itu, Selpiani tak berharap banyak. Ia hanya berusaha untuk bisa hidup sejahtera dengan penghasilan yang lebih layak dari PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry (GCNS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Baca juga: IMIP, Keajaiban Hilirisasi Nikel di Indonesia

Sebagai informasi, dari total 84.336 karyawan yang bekerja di kawasan IMIP, sebanyak 77.855 orang pekerja merupakan laki-laki dan 6.481 orang di antaranya adalah pekerja perempuan.

“Saat tahu ditugaskan sebagai kru hoist crane, saya kaget. Belum ada pengalaman apa-apa (dalam) mengoperasikan alat ini,” cerita Selpiani kepada Kompas.com, Senin (18/11/2024).

Setelah tahap verifikasi, wawancara, dan medical check up dilewati, Selpiani pun mendapatkan pelatihan khusus untuk pengoperasian hoist crane.

Alat tersebut punya peran penting dalam pengangkutan hasil produksi nikel—logam mineral yang menjadi denyut operasi kawasan industri IMIP. Berlokasi di Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, kawasan tersebut menyumbang 50 persen dari total produksi nikel Tanah Air.

Dalam pelatihan intensif, Selpiani mempelajari dasar-dasar pengoperasian alat berat tersebut selama tiga bulan hingga dia menguasai teknik mengoperasikan crane.

“Awalnya saya tidak mengerti alat ini sama sekali. Namun, selama pelatihan, saya diajarkan (secara) detail, mulai dari cara kerja, pengendalian crane,” ujarnya.

Setelah menguasai pengoperasian alat berat ini, ia diangkat menjadi operator hoist crane pada 2018.

Human Resources Head IMIP Achmanto Mendatu menjelaskan bahwa perusahaan memberikan perhatian besar terhadap pengembangan pekerja melalui pelatihan dan sertifikasi.

“Kami mendorong semua operator alat berat untuk memiliki Surat Izin Mengemudi Perusahaan (SIMPER) dan Surat Izin Operator (SIO) yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebagai operator alat berat,” ujarnya.

Baca juga: Revolusi Nikel di Bahodopi, Morowali

Sertifikasi itu berperan penting untuk memastikan pengoperasian alat berat sesuai standar keamanan internasional sekaligus membangun kesadaran keselamatan kerja.

Selpiani merasa bangga. Pekerjaan yang semula terasa menantang kini menjadi sesuatu yang ia nikmati.

“Serunya itu karena saya bisa memindahkan barang-barang berat hasil produksi. Saya merasa bangga bisa menguasai alat ini,” tutur perempuan asal Masamba, Sulawesi Selatan, itu.

Kesempatan berkembang dan bekerja dengan aman bagi perempuan

Selpiani menilai, bekerja di kawasan industri IMIP memberikan ruang yang besar bagi perempuan untuk berkembang. Saat ini, 5 dari 19 orang anggota timnya merupakan pekerja perempuan.

Selain pelatihan hardskill, seluruh karyawan, termasuk perempuan, mendapatkan pelatihan keselamatan kerja secara rutin sekitar 2-3 kali setiap minggu.

IMIP juga memberikan pelatihan pengayaan kepada seluruh pekerja, termasuk kaum hawa. Pelatihan ini bertujuan untuk mengasah pengetahuan teknis, meningkatkan soft skill, dan memberikan pendampingan agar pekerja berhasil dalam kariernya.

Ada pula edukasi intensif bertajuk “Safety Talk” yang digelar setiap Senin pagi dan diikuti oleh seluruh karyawan. Dengan durasi sekitar 30 menit hingga 1 jam, Safety Talk membahas tuntas terkait kebijakan K3 perusahaan.

Di kawasan industri berbasis nikel itu, budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) memang menjadi salah satu prioritas utama. Menurut Selpiani, budaya K3 di perusahaan ini sangat ketat.

“Perusahaan selalu menekankan pentingnya mematuhi arahan dan prosedur yang benar. Budaya K3 akhirnya terbangun atas kesadaran diri masing-masing pekerja,” kata Selpiani.

Baca juga: Terima Hibah Alat Berat dari PT IMIP, Kemenaker Ingin Tingkatkan Kompetensi Tenaga Kerja di Morowali

Achmanto juga menegaskan pentingnya penerapan standar keamanan di seluruh proses operasional. Untuk itu, perusahaan menerapkan standar keamanan sesuai dengan yang digariskan oleh pemerintah dan standar internasional.

Selpiani, misalnya, sebagai operator crane, wajib mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap, seperti seragam, sepatu safety, helm, dan masker.

Perusahaan juga memastikan alat berat yang dioperasikan selalu dalam kondisi aman untuk digunakan melalui mekanisme perawatan berkala.

Kesetaraan gender di kawasan industri

Achmanto juga menegaskan bahwa IMIP berkomitmen penuh untuk menciptakan kesetaraan antara pekerja laki-laki dan perempuan.

“Pekerjaan yang bisa dilakukan oleh perempuan akan diberikan kepada perempuan dengan memperhatikan tingkat risiko yang dapat diterima. Gaji, upah, dan sistemnya (antara pekerja laki-laki dan perempuan) pun sama, tanpa diskriminasi,” jelas Achmanto.

Selain itu, perusahaan juga memiliki kebijakan khusus bagi perempuan yang tengah mengandung. Aktivitas kerja mereka dikurangi serta tidak diperkenankan mengoperasikan peralatan berat demi keselamatan ibu dan janin.

IMIP membuktikan bahwa kawasan industri berbasis pengolahan nikel bukan lagi ranah eksklusif laki-laki. Perusahaan ini memberikan peluang yang sama kepada perempuan untuk berkarier dan mengembangkan diri.

Baca juga: Kompas.com Gelar FGD Bersama Pelaku Industri soal Hilirisasi Nikel

Walau semula Selpiani hanya berniat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera, nyatanya, bekerja di industri ini juga berhasil memberikan peluang untuk berkarier dan mengembangkan diri.

Menurutnya, perempuan harus bisa memanfaatkan kesempatan yang kini semakin luas diberikan oleh industri ekstraktif.

“Industri ini membuka peluang besar bagi perempuan. Manfaatkan kesempatan ini untuk mengembangkan potensi diri,” ucap dia.

Selpiani pun berharap, sektor industri berbasis pengolahan nikel Tanah Air, khususnya kawasan industri IMIP, dapat semakin berkembang sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja lokal.

“Bekerja di IMIP bukan hanya soal pekerjaan, melainkan juga tentang membangun rasa percaya diri dan bangga akan kemampuan diri saya sebagai warga asli Sulawesi,” imbuh Selpiani.

Leave a comment