Informasi Terpercaya Masa Kini

8 Cerita Rakyat dari Jawa Timur yang Menarik dan Pesan Moralnya

0 4

Jawa Timur menjadi salah satu daerah yang memiliki banyak warisan kebudayaan berupa cerita rakyat. Ada banyak cerita rakyat dari Jawa Timur yang menarik untuk dibaca, salah satunya tentang keong mas.

Cerita rakyat merupakan peninggalan nenek moyang yang patut dilestarikan. Meskipun dicirikan dengan kisah di luar logika, banyak cerita rakyat kaya akan pesan moral.

Pesan moral dari cerita rakyat dapat diambil untuk pembelajaran dalam kehidupan sehari-sehari. Di sisi lain, cerita rakyat yang bagus mampu menarik minat anak untuk lebih peka terhadap lingkungan dan imajinasi.

Kumpulan Cerita Rakyat yang Berasal dari Jawa Timur Banyak cerita rakyat berkembang di Jawa Timur. Anda dapat memilih cerita rakyat yang cocok sesuai kebutuhan untuk didongengkan pada anak-anak. Berikut ini kumpulan cerita rakyat yang berasal dari Jawa Timur beserta ringkasan kisah dan pesan moralnya:

1. Cerita Rakyat Jawa Timur Asal-usul Surabaya Dahulu kala, hidup dua penguasa air bernama Sura, seekor hiu dan Baya, seekor paus. Mereka awalnya berteman, tetapi karena saling berebut makanan, persahabatan yang terjalin berubah menjadi permusuhan.

Perebutan makanan terus terjadi hingga kedua membagi wilayah kekuasaan. Sura menguasai laut, sementara Baya menguasai sungai. Perjanjian tetap bertahan sampai Sura diam-diam menjadi mangsa di daerah kekuasaan Baya. Alhasil, pertempuran hidup dan mati antara kedua hewan tadi terjadi.

Sebagian legenda mengisahkan pertempuran itu membuat kali mas memerah. Insiden ini lantas mengilhami penamaan Jembatan Merah di Surabaya. Legenda ini juga disebut jadi asal-usul sebutan kota Surabaya.

Adapun pesan moral dari cerita rakyat Jawa Timur Asal-usul Surabaya adalah:

  • Jangan melanggar janji yang sudah disepakati bersama.
  • Perkelahian bukan solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan.

2. Cerita Rakyat Jawa Timur Keong Mas Awal kisah, diceritakan Raja Kerajaan Daha memiliki dua orang putri bernama Dewi Galuh dan Candra Kirana. Dari kedua putri Raja Daha itu, Candra Kirana memiliki paras cantik, melebihi putri kerajaan yang lain. Kecantikan Candra Kirana memikat hati Pangeran Inu Kertapati dari Kerajaan Kahuripan yang segera melamarnya.

Namun, Dewi Galuh diam-diam iri dengan kecantikan sang adik. Tak tinggal diam, Dewi Galuh meminta bantuan seorang penyihir untuk mengutuk Candra Kirana menjadi seekor keong mas.

Sang penyihir lantas melempar keong mas jelmaan Candra Kirana ke sungai. Ia berkata, kutukannya akan terlepas jika ada orang yang tulus menolong Candra Kirana.

Setelah si Keong Mas hanyut ke sungai, aliran air membawanya ke sebuah kampung terpencil. Secara tanpa sengaja, seorang nenek tua renta tertarik mengambil Keong Mas itu dari bantaran sungai karena terpesona keindahan dari cangkangnya.

Selepas sang nenek membawan Keong Mas ke rumahnya, ia acap mengalami hal ajaib. Setiap nenek tadi keluar rumah, Keong Mas berubah menjadi putri Candra Kirana. Sang putri membersihkan rumah si nenek dan memasak makanan yang lezat. Saat si nenek balik ke rumah sederhananya itu, Candra Kirna kembali berubah jadi Keong Mas.

Pada akhirnya, rahasia tadi tersingkap. Sang nenek memergoki putri Candra Kiranan saat berwujud manusia. Candra Kirana lantas mengisahkan kutukan untuknya kepada nenek tadi. Sang nenek pun berjanji akan membantunya.

Raden Inu Kertapati ternyata tak tergoyahkan cintanya. Dia berusaha keras mencari pujaan hatinya yang tiba-tiba lenyap. Saat mengembara mencari kekasih yang hilang, Inu Kertapati beradu ilmu dengan penyihir yang masih terus menyesatkannya. Inu Kertapati menang dan dia berhasil menemukan tempat Keong Mas berada. Setelah Inu Kertapati dan Candra Kirana bertemu, mereka melepas rindu dan kutukan Keong Mas pun sirna.

Pesan moral dari cerita rakyat Jawa Timur Keong Mas adalah:

  • Jangan iri dengan sesuatu yang menjadi milik orang lain.
  • Banggalah dengan kelebihan yang diri sendiri miliki.
  • Kesabaran dan ketulisan adalah kunci kebahagiaan dalam hidup.

3. Cerita Rakyat dari Jawa Timur Menak Koncar Menak Koncar merupakan salah satu cerita rakyat Jawa Timur yang jarang diketahui. Alkisah pada zaman dahulu di daerah Lumajang, hidup seorang demang bernama Dukoro. Demang Dukoro terkenal sebagai lelaki yang gemar kawin, dan tidak segan-segan mengambil perempuan cantik yang dilihat untuk dijadikan selir.

Singkat cerita, ada seorang wanita cantik bernama Jinggosari yang merupakan istri dari Mercuet. Kecantikan Jinggosari tersebar luas di kademangan dan sampai ke telinga Demang Dukoro. Sudah barang tentu, demang itu menginginkan Jinggosari menjadi selirnya.

Demi mendapatkan Jinggosari, Demang Dukoro akhirnya melancarkan siasat licik untuk memfitnah Mercuet. Melalui kedua catriknya, Demang Dukoro menaruh emas dan permata di sebuah guci di kamar Mercuet, sewaktu rumah kosong.

Pada akhirnya, kejahatan Demang Dungkoro tersingkap dan sampai ke telinga Raja. Sang demang lantas dihukum berat dan diasingkan.

Pesan Moral:

  • Jangan mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
  • Jangan memaksakan kehendak di luar batas kewajaran.

4. Cerita Rakyat di Jawa Timur Jaka Berek Dikisahkan, pada suatu masa, tinggal seorang ibu muda bernama Dewi Sangkrah dengan putranya, Jaka Berek. Tanpa kehadiran seorang ayahnya, membuat Jaka Berek diejek teman-teman sebagai anak haram.

Akibat ejekan teman-temannya, Jaka Berek jadi kerap menanyakan perihal ayahnya kepada sang ibu. Setelah mendesak berkali-kali, akhirnya sang ibu membeberkan, bahwa ayah dari Jaka Berek adalah seorang adipati di Kadipaten Surabaya.

Tak cukup sampai situ, Jaka Berek bahkan meminta izin untuk menemui ayahnya. Dengan berat hati, sang ibu melepaskan kepergian Jaka Berek. Sang ibu membekali Jaka Derek dengan dua benda meliputi selembar selendang dan cinde puspita.

Pesan moral cerita rakyat dari Jawa Timur ini adalah:

  • Jangan mendengarkan ejekan tidak berdasar.
  • Untuk mencapai tujuan, terkadang harus penuh dengan perjuangan dan kesabaran.

5. Cerita Rakyat Jawa Timur Asal Usul Reog Diceritakan, Ki Ageng Ketut Suryo, salah seorang penasihat Raja Bre Kertabumi dari Majapahit, memilih untuk menyingkir ke daerah Wengker. Di desa Kutu, Ki Ageng Ketut Suryo kemudian mendirikan sebuah padepokan, yang lambat laun terkenal dengan kanuragan dan kesaktiannya.

Di samping kesibukan melatih murid-murid, Ki Ageng Ketut Suryo nyatanya tidak dapat melepaskan pikiran dari nasib Majapahit. Bagaimana tidak, Majapahit tengah dipimpin Bre Kertabumi, Raja yang terlalu menuruti permaisurinya, sehingga keputusan dan kebijakan kerajaan tidak berjalan semestinya.

Singkat cerita, Ki Ageng Ketut Suryo bersama murid-muridnya menciptakan drama tari reog yang menggambarkan fungsi dan peran sesepuh dalam tata pemerintahan. Tarian ini diciptakan sebenarnya untuk menyindir keadaan Kerajaan Majapahit.

Pesan moral cerita rakyat dari Jawa Timur ini adalah:

  • Jangan menjadi pemimpin yang tidak punya prinsip.
  • Ada banyak cara untuk melawan ketidakbenaran selain dengan baku hantam.

6. Sarip Tambak Oso Sarip Tambak Oso termasuk cerita rakyat di Jawa Timur yang dulu pernah amat populer karena sering dipentaskan dalam kesenian Ludruk. Namun, seiring dengan merosotnya popularitas ludruk, kisah Sarip Tambak Oso jarang diketahui oleh generasi muda saat ini.

Kisah dalam cerita rakyat ini membawa pesan moral tentang keberanian dalam membela kebenaran dan besarnya cinta ibu pada anak. Kisah Sarip Tambak Oso mewakili 2 pesan moral tersebut.

Alkisah, ketika penjajahan Belanda masih bercokol di Jawa Timur, hidup seorang ibu yang mengasuh anak tunggal bernama Sarip. Keluarga kecil ini tinggal di Tambak Oso, wilayah desa yang masuk kawasan Sidoarjo.

Seiring Sarip yang tumbuh dewasa, daerah sekitar desanya menjadi tempat banyak perkebunan tebu Belanda. Pabrik-pabrik penggilingan tebu pun menjamur. Rakyat di Tambak Oso dan perdesaan sekitarnya dipaksa bekerja jadi buruh tani di perkebunan dan pabrik tebu dengan upah murah sehingga kemiskinan merajalela.

Melihat kondisi itu, naluri perlawanan Sarip tersengat saat ia beranjak dewasa. Apalagi ia mendengar cerita bahwa bapaknya tewas di tangan centeng Belanda.

Sarip lantas meminta izin ibunya untuk melancarkan perlawanan. Ibunya mengizinkan meski ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh putranya. Ternyata, aksi Sarip mirip legenda Robin Hood di Inggris. Dia membobol gudang penyimpanan makanan Belanda, menguras isinya, dan membagikannya pada rakyat yang miskin dan lapar.

Meski sosok Sarip sebagai ‘sang pencuri baik hati’ sempat misterius, identitasnya lama-lama terbongkar pula. Sebab, pejabat Belanda menyebar banyak mata-mata. Pada suatu malam, mereka menjebak Sarip dan menangkapnya. Setelah itu, Sarip dipenjara. Selepas keluar dari penjara, Sarip ternyata tidak kapok.

Dia masih terus mengurasi isi gudang makanan Belanda untuk dibagikan kepada banyak rakyat miskin. Pejabat pemerintah kolonial Belanda naik pitam mengetahui aksi Sarip terulang. Antek-antek Belanda lantas diperintahkan untuk menghabisi Sarip. Perintah itu terlaksana pada suatu malam.

Kabar tewasnya Sarip segera menyebar dan sampai ke telinga sang Ibu. Mendengar kabar buruk tadi, ibunya segera mendatangi lokasi jasad Sarip. Di sana, ia memegang tubuh Sarip dan meratap: “Durung wayahe awakmu mati, le” [Belum waktunya kamu mati nak]. Ajaib, teriakan sang ibu membuat Sarip terbangun, hidup lagi.

Selanjutnya peristiwa serupa terjadi berulang. Sarip mencuri makanan di gudang Belanda dan membagikannya pada orang-orang miskin. Kemudian antek-antek Belanda menghajar Sarip hingga tak bernapas. Lantas, saat ibunya datang, Sarip bangkit kembali.

Sayang, petaka akhirnya menghampiri Sarip usai salah satu kerabatnya berkhianat akibat iming-iming jadi mandor pabrik gula. Kelemahan Sarip terbongkar. Dia bisa dihabisi oleh pasukan Belanda dengan peluru emas. Jasadnya yang dibelah jadi dua lantas dilarung ke Sungai Pepe dan Kali Porong sehingga ibunya tidak lagi dapat menemukan Sarip.

7. Cerita Rakyat Jawa Timur tentang Asal-Usul Aksara Jawa Dikisahkan, suatu ketika Ajisaka dan kedua muridnya yakni Dora dan Sembodo, didatangi seorang prajurit Kerajaan Medang Kamulan. Maksud kedatangan mereka adalah meminta bantuan, untuk mengalahkan Prabu Dewata Cengkar, raja yang hobi memakan darah rakyatnya.

Singkat cerita, Ajisaka bersama Dora berangkat menuju Kerajaan Medang Kamulan. Namun, di tengah jalan, Ajisaka kepikiran untuk membawa senjata yang dapat membantu pertarungan melawan Prabu Dewata Cengkar.

Maka dari itu, Ajisaka meminta Dora untuk kembali ke Gunung Semeru untuk mengambil senjata. Namun, sekembalinya Dora ke padepokan, Sembodo menolak untuk memberikan senjata, karena kekeh mempertahankan perintah Ajisaka. Perbedaan perintah dari Ajisaka, membuat keduanya bertarung sampai mati.

Ajisaka yang menunggu Dora tak kunjung datang, lantas memilih kembali terlebih dahulu ke Gunung Semeru. Alangkah terkejutnya, ketika kedua muridnya tergeletak sudah tidak bernyawa. Ajisaka segera menyadari kesalahan yang telah dibuat dengan memberi perintah berlawanan.

Demi mengabadikan kesetiaan kedua muridnya, Ajisaka menciptakan aksara Jawa yang berbunyi:

  • Ha na ca ra ka: ana utusan (ada utusan)
  • Data sa wa la: pada perang tanding (saling berkelahi)
  • Pa dha ja ya nya: padha-padha sektine (sama-sama saktinya)
  • Ma ga ba tha nga: padha dadi bathange (sama-sama gugur)

Pesan moral cerita rakyat dari Jawa Timur ini adalah:

  • Tolonglah orang yang membutuhkan bantuan.
  • Jangan memiliki pemikiran yang sempit atas berbagai hal.
  • Janji adalah hutang yang harus ditepati.

8. Asal Mula Nama Ngawi Ngawi kini salah satu kabupaten di Jawa Timur. Nama ngawi cukup unik. Ada cerita rakyat Jawa Timur yang memuat kisah asal-usul nama Ngawi ini.

Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada wilayah bernama Kadipaten Tunggul. Wilayah ini dimpimpin oleh Tumenggung Malang Negoro. Rakyat Kadipaten Tunggul hidup aman dan sejahtera. Namun, suatu malam seorang penyusup menyerang istana Tumenggung Malang Negoro dan meninggalkan surat ancaman.

Merasa tidak aman lagi, Tumenggung Malang Negoro memutuskan untuk memindahkan istananya. Untuk menghindari ancaman serangan, dia merencanakan perpindahan itu bersama Demang Krodomongso secara diam-diam. Pilihan lokasi untuk perpindahan istana ini jatuh pada daerah bernama Ngawiyat.

Wilayah itu berada di dataran tinggi yang banyak ditumbuhi bambu dekat aliran sungai Bengawan Solo. Ngawiyat bermakna angkasa. Daerah ini subur dan cepat berkembang pesat.

Hanya saja saat datang ke tempat ini, istri sang Tumenggung salah menyebut Ngawiyat menjadi Ngawi. Akhirnya tempat tersebut lebih terkenal dengan sebutan Ngawi.

Leave a comment