Benarkah Gaya Parenting Bisa Menyebabkan Anak ADHD
KOMPAS.com – Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) merupakan gangguan tumbuh kembang yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetik dan lingkungan.
Menurut studi terbaru, ternyata ada dua faktor kunci lain yang punya pengaruh signifikan dalam terjadinya ADHD pada anak, yaitu gaya pengasuhan (parenting) dan temperamen anak.
Temperamen anak mengacu pada sifat bawaan yang mereka miliki sejak lahir yang berkontribusi pada kepribadian mereka secara keseluruhan yaitu, gaya emosional mereka dan bagaimana mereka beradaptasi dengan situasi dan lingkungan yang berbeda.
American Academy of Pediatrics membagi 9 karakteristik utama yang membentuk temperamen anak:
Baca juga: Bagaimana Kepribadian Dibentuk, Keturunan atau Pengaruh Sosial?
– Level aktivitas, yaitu level aktivitas fisik, gerakan, atau kegelisahan yang mereka tunjukkan.
– Keteraturan, yakni seberapa teratur atau tidak teratur pola mereka pada fungsi fisik dasar, misalnya nafsu makan, pola tidur, serta rutintias BAB.
– Pendekatan dan penarikan, bagaimana mereka merespon situasi baru atau rangsangan, termasuk orang, tempat, dan makanan.
– Kemampuan adaptasi, atau seberapa mudah mereka beradaptasi dan merespon perubahan.
– Intensitas, yaitu bagaimana level energi mereka merespon situasi, baik yang positif atau negatif.
– Mood, bagaimana kecenderungan perilaku dan ucapan mereka.
– Rentang perhatian, seberapa baik mereka mampu berkonsentrasi, dengan atau tanpa distraksi.
– Mudah tidaknya teralihkan, yaitu seberapa mudah mereka teralihkan dari apa yang dikerjakan oleh apa yang terjadi di sekelilingnya.
– Ambang sensori, yaitu besar kecilnya stimulasi agar anak memberi respon.
Karateristik ini secara umum akan membagi anak menjadi tiga kategori; yaitu mudah bergaul (dicirikan dengan anak aktif dan positif), lambat akrab (dicirikan dengan anak yang lebih suka mengamati dan tenang), dan menantang (sangat aktif dan terkadang meledak-ledak).
Baca juga: 5 Pesohor yang Punya Gangguan ADHD sampai Dewasa
Kaitan ADHD dengan gaya parenting
Penelitian menunjukkan ada korelasi antara temperamen anak dengan ADHD, terutama pada anak dengan tingkat aktivitas fisik tinggi dan reaksi emosi intens.
Diketahui bahwa anak-anak yang berenergi tinggi menunjukkan gejala ADHD yang lebih ringan seiring berjalannya waktu jika orang tua menggunakan pola asuh “direktif” atau sering mengarahkan.
Salah satu peneliti, Heather Henderson, profesor psikologi di Universitas Waterloo, Belgia, mengetakan “direktif” tidak sama dengan pola asuh mengontrol, bahkan agak berlawanan.
Baca juga: 3 Manfaat Menerapkan Smart Parenting, Bisa Kurangi Stres
“Pola asuh pengarahan berkorelasi dengan orangtua yang benar-benar mendukung dan memberikan isyarat fisik dan verbal untuk membantu anak setiap saat ketika dibutuhkan,” katanya.
Pola asuh tersebut cenderung membantu anak ketika mereka membutuhkannya dan bersikap peka ketika mereka menjadi tidak terkendali. Dengan kata lain, semua hal dibantu atau diarahkan ayah ibunya.
Orangtua bisa mengurangi risiko anak mengalami ADHD dengan mengajarkan buah hatinya cara mengatur perilaku mereka sendiri, terutama ADHD sangat terkait dengan perilaku impulsif, kurangnya perhatian, dan hiperaktivitas.
Dengan membimbing anak sedini mungkin, mereka pun menjadi lebih siap untuk menghadapi situasi yang baru, berbeda, atau menyebabkan stres, di kemudian hari.
Meskipun tidak ada satu pun gaya parenting yang dapat mengendalikan ADHD, Dr. Henderson mengemukakan gagasan utama tentang “perancah” alias tiang penyangga.
“Anggap saja seperti membangun rumah, saat memulai Anda memerlukan perancah untuk menahan semuanya dan memberinya struktur. Saat rumah menjadi lebih kuat, perancah tersebut perlahan-lahan disingkirkan,” katanya.
Baca juga: Anak Dibesarkan dalam Pola Asuh Tanpa Keteraturan, Ini Efek Negatifnya
Dengan cara yang sama, tiang penyangga dalam pola asuh adalah ketika orangtua menawarkan bantuan, petunjuk, dan juga struktur ketika anak belajar keterampilan baru. Begitu anak menjadi lebih percaya diri, orangtua perlu mundur selangkah dan membiarkan anak mencobanya sendiri.
“Pada prinsipnya adalah agar bagaimana anak belajar mengatur dan mengontrol perilakunya sendiri. Hal itu akan membantu anak untuk menahan diri, berpikir, mengevaluasi, dan merencanakan apa yang akan dilakukan selanjutnya,” kata Dr.Henderson.
Ia mencontohkan ketika anak belajar bagaimana berinteraksi dengan teman barunya. Pada awalnya kita mungkin melatih anak cara berkenalan, bagaimana memulai percakapakan, hingga apa yang akan dibicarakan.
Seiring waktu, orangtua perlu menarik diri dan membiarkan anak menangani sendiri situasi sosial yang dihadapi, tapi tetap menyediakan diri jika diminta pendapat.
Di lain pihak, gaya pengasuhan seperti helicopter parenting dan pola asuh permisif, meski berbeda, juga akan mengubur kemampuan anak untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Baik orangtua yang terus-menerus mengawasi atau memberikan kebebasan yang berlimpah, anak-anak tidak memiliki batasan yang tepat, rasa percaya diri, dan kemampuan untuk mengatur emosi dan perilaku seperti halnya pada gangguan ADHD.
Perlu diingat pula bahwa setiap anak unik dan apa yang cocok untuk seorang anak belum tentu berhasil pada yang lain. Karena itu sebagai orangtua jangan terlalu membebani diri dengan satu gaya parenting saja jika hal itu tampak tak berhasil.
Jika anak menunjukkan perilaku seperti ADHD, hal ini belum tentu berarti bahwa mereka akan didiagnosis ADHD di masa mendatang, mungkin ini hanya berarti sudah waktunya kita menyesuaikan pola asuh sesuai dengan temperamen anak.
Baca juga: Fluoride dalam Air Minum Dianggap Turunkan IQ Anak