Reply 1988, My Perfect K-Drama, Masa 80-an Emang Berkesan Banget
Laki-laki, paruh baya, seneng drakor? Kok bisa? Emang gak ada hobby lain gitu, yang kelaki-lakian, ke-bapack-bapackan, seperti mancing, miara hewan, sepedahan, atau lainnya, dibanding drakoran… Hehehe….
Jangan salah…., Budaya Korea sudah mencuri perhatian saya sejak masih duduk di bangku sekolah, saat mendapat oleh-oleh dari kakak saya yang berkesempatan ke negeri ginseng itu, lalu saat saya mengikuti lomba karya tulis ilmiah bertema Korsel (tapi tidak menang), ditambah saat awal karir saya menjadi guru di sebuah sekolah internasional. Saya cukup dekat berinteraksi dengan murid dan ortu Korsel.
Nah, salah satu drakor (drama Korea) favorit saya adalah Reply 1988. Drama korea berseri yang ber-setting cerita pada tahun 1988. Dimana pada tahun 1988 adalah tahun saat Korea Selatan menjadi tuan rumah Olimpiade ’88.
Bagi orang seperti saya yang jiwanya masih ketinggalan di tahun ’80-an, mengikuti serial Reply 1988 itu betul-betul relate dengan jiwa saya yang vintage.
Reply 1988 membawa penonton terbang ke era ’80-an, khususnya tahun 1988. Tahun puncak zaman itu. Banyak hal terjadi yang inspiratif di dunia pada tahun tersebut.
Drakor Reply 1988 ini dirilis tahun 2015, dibintangi oleh Lee Hye-ri, Park Bo-gum, Go Kyung-pyo, Ryu Jun-yeol dan Lee Dong-hwi.
Apa yang membuat saya sangat senang menonton Reply 1988, adalah karena ceritanya yang mengingatkan kembali kepada kehidupan di tahun tersebut di Indonesia.
Bagaimana hubungan antara tetangga begitu guyub, akrab, dan seperti tanpa sekat, layaknya saudara atau kerabat. Saling antar makanan ke tetangga, hubungan antar anak-anak di perumahan atau komplek yang boleh dibilang persis sama dengan kehidupan anak-anak di Indonesia pada tahun 1988 itu.
Bahkan karakter-karakter anak-anak di perumahan Distrik Dobong itu juga gak beda jauh kelakuannya dengan anak-anak Indonesia pada masa itu.
Selain itu juga banyak adegan yang bikin ngakak. Seperti salah satu yang saya ingat adalah adanya “tukang telur keliling” dengan mobil pick up, dengan suara kaset (seperti tukang tahu bulat di sini), lalu kasetnya tertukar dengan kaset untuk senam ibu-ibu di perumahan Dobong.
Tentu saja ketika ibu-ibu di sana ikut lomba senam, dan kaset yang disetel berbunyi, “Telor… Teloorrr…..”
Peristiwa tertukarnya kaset juga karena hal yang relate dengan masa itu, yaitu kaset yang suaranya mulai mengalun, harus ditaruh di dalam freezer kulkas. 80-an banget….
Kisah persahabatan, juga dibumbui percintaan di antara anak-anak perumahan Dobong sungguh melayangkan pikiran ke masa persahabatan di zaman tersebut. Kenakalan, keseruan, ke-‘cupu’-an, penuh warna, dan “rebel”-nya remaja kala itu, mirip dengan remaja di masa Orde Baru di Indonesia.
Keluarga-keluarga dan hubungan antar tetangga yang tergambar dalam Reply 1988 juga seperti cermin keluarga dan tetangga di Indonesia.
Bapak yang bekerja keras untuk keluarga, yang tidak ingin ada masalah dalam politik. Sementara ada anak yang sudah menjadi mahasiswa dan tercerahkan dengan demokratisasi, dan hubungan cinta yang tak sampai dan tak terkomunikasikan, dan pasang surutnya keakraban di antara remaja di kompleks.
Jadi kata siapa drakor cuma berisi kisah cinta fantasi, atau perselingkuhan, atau hal-hal yang serba remaja kekinian. Banyak kok drakor yang bertema berat seperti politik, kriminal, hukum, konspirasi, dan lainnya.
Saya sendiri lebih suka drakor bergenre (1) humor/komedi, (2) politik/konspirasi, (3) kriminal/hukum, (4) fantasi, (5) bertema kerajaan Korea.
Yah… Setiap orang butuh sekadar hiburan melepas penat dari aktivitas keseharian. Drakor menjadi salah satu katarsis pelepas dahaga yang murah meriah.
Bagaimana dengan kamu?