China Tegaskan Kembali Batas-batas Wilayahnya di Laut China Selatan
BEIJING, KOMPAS.com – China menegaskan kembali wilayahnya di sekitar terumbu karang yang menjadi titik api di Laut China Selatan pada Minggu (10/11/2024).
China melakukannya dua hari setelah Filipina menetapkan batas-batas lautnya sendiri di perairan yang disengketakan tersebut.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada Jumat (8/11/2024) menandatangani dua undang-undang yang mendefinisikan perairan laut negara tersebut dan memberlakukan jalur tetap untuk kapal-kapal asing.
Baca juga: Rusia dan China Disebut Tak Menerima Usulan Konsensus ASEAN Terkait Sengketa Laut China Selatan
Kebijakan itu pun telah memicu reaksi tajam dari China yang kemudian memanggil Duta Besar Filipina.
Dalam sebuah pernyataan pada Minggu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan, pemerintah telah membatasi dan mengumumkan garis-garis dasar laut teritorial yang berdekatan dengan Huangyan Dao.
“Ini adalah langkah wajar dari pemerintah China untuk memperkuat manajemen kelautan secara sah dan konsisten dengan hukum internasional dan praktik-praktik umum,” tambah pernyataan tersebut, dikutip dari AFP.
China tercatat mengambil kendali atas Huangyan Dao, nama China untuk Scarborough Shoal, pada 2012. Itu merupakan sebuah wilayah strategis di Laut China Selatan yang paling dekat dengan Filipina.
China telah mengesampingkan keputusan internasional bahwa klaimnya atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan tidak memiliki dasar hukum.
Sementara, Undang-Undang Zona Maritim Filipina telah menandai perairan yang berada di dalam wilayah Manila serta wilayah di luarnya yang menjadi hak maritimnya, seperti yang disepakati oleh Konvensi Hukum Laut PBB.
Baca juga: Kata China Usai Filipina Rilis Video Kapal Mereka Ditabrak di Laut China Selatan
Undang-undang ini mencakup beberapa perairan yang disengketakan oleh China yang mengeklaim hampir seluruh Laut China Selatan dan telah menepis klaim saingan dari beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Filipina.
Undang-undang kedua, Undang-Undang Jalur Laut Kepulauan, memberi wewenang kepada presiden untuk memberlakukan rute laut dan udara yang dapat dilalui oleh kapal atau pesawat asing “tanpa mengorbankan keamanan nasional Filipina”, kata Marcos pada upacara penandatanganan tersebut.