Informasi Terpercaya Masa Kini

Guru Supriyani Makin di Atas Angin Usai Susno Duadji Bersaksi di Sidang,Saksi Anak Tak Ada Gunanya

0 9

SURYA.CO.ID – Guru Supriyani semakin di atas angin setelah mantan Kabareskrim Polri Komjen (purn) Susno Duadji bersaksi di sidang Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada Senin (4/11/2024).

Susno Duadji yang bersaksi sebagai ahli, menyebut kerja penyidik polisi tidak layak menjerat Supriyani dengan tuduhan penganiayaan, hanya dengan memakai bukti keterangan anak.

Susno Duadji yang hadir secara virtual awalnya ditanya kuasa hukum guru Supriyani, Andri Darmawan mengenai keabsahan saksi anak.

“Mengenai keterangan anak ya ahli, bagaimana kekuatan pembuktian keterangan anak dari suatu kegiatan penyidikan dan penyelidikan,” tanya Andri.

Susno mengatakan terkait keterangan anak dalam peristiwa pidana sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindung Anak dan Hukum Acara Pidana.

Baca juga: Gelagat Kanit Reskrim Polsek Baito Saat Minta Uang Damai Rp 50 Juta Kasus Guru Supriyani, Ucap Berat

Keterangan anak ini tidak dianggap sebagai keterangan saksi atau alat bukti.

“Keterangan anak itu bukanlah keterangan saksi. Keterangan anak itu manakala bersesuaian bisa sebagai tambahan bukan alat bukti,” jelasnya.

Kata dia, keterangan anak di bawah umur tidak bisa dijadikan bukti penyelidikan karena kesaksian mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan.

“Keterangan anak bukanlah alat bukti karena anak tidak sah dan tidak bisa dijadikan saksi yang disumpah,” ungkapnya.

Sementara terkait keterangan saksi anak yang tidak berkesesuaian antara di-BAP dan di persidangan juga tidak mendatangkan manfaat dalam penyelesaian kasus.

Karena jika keterangan saksi tanpa didukung dengan bukti lain yang membuat terang penyelesaian kasus pidana.

“Ya nda ada gunanya jangankan keterangan anak, keterangan yang tidak berkesesuaian juga nda ada gunanya tanpa didukung keterangan lain seperti bukti forensik,” ungkap Susno.

“Keterangan saksi walaupun 1.000 kalau hanya saksi saja nda ada gunanya, apalagi anak,” lanjutnya.

Susno juga menjelaskan terkait pertanyaan kuasa hukum tentang perbedaan keterangan para saksi yang berbeda di fakta persidangan.

Di mana, anak yang dijadikan oleh penyidikan mengakui ada pemukulan terhadap korban yang dilakukan Supriyani.

Sementara saksi lain atau para guru meyakini tidak ada pemukulan.

Susno mengatakan perihal masalah dirinya menyebut kerja penyidik polisi yang menangani tidak layak menjerat Supriyani dengan tuduhan penganiayaan memakai bukti keterangan anak.

“Itu sampah, sekali lagi keterangan anak hanya tambahan karena anak tidak disumpah,” kata Susno Duadji. 

Sebelumnya, Andri Darmawan membocorkan fakta-fakta yang terungkap ei persidangan saat saksi anak dihadirkan.  

Salah satunya mengenai keterangan terkait pemukulan. 

Di mana, Andre membeberkan bahwa sejumlah saksi tidak bersesuaian dengan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP. 

Menurutnya, saksi anak yang hadir tidak disumpah di Pengadilan. 

Hal janggal lainnya terkait jam penganiayaan di sekolah.

Dari BAP menurut Andre saksi kompak menyebut terjadi pada jam 10. 

Namun, di persidangan justru berbanding terbalik. 

Sejumlah saksi ada yang menyebut pukul 08.00 WITA bukan 10.00 WITA. 

“Dari beberapa keterangan dalam BAP itu tidak sesuai dengan yang disampaikan di persidangan. Misalnya masalah jam, di BAP jam 10, lalu tadi mengatakan jam 8.

Lalu ada saksi anak lagi yang mengatakan dipukul jam 10. Lalu ada tadi satu saksi tadi terakhir mengatakan tidak tahu. Padahal di kepolisian sama-sama mengatakan jam bahwa jam 10,” jelasnya usai persidangan digelar, melansir dari Tribun Sultra.

Hal menarik yang menurut kuasa hukum Supriyani cukup menggelitik terkait soal pemukulan. 

Menurutnya, saksi anak yang dihadirkan secara tidak langsung mengungkap fakta sebenarnya dalam kasus tudingan guru aniaya murid. 

“Yang menarik, bahwa masalah pukulan. Tadi terungkap fakta D dipukul dalam posisi berdiri ya. Di depannya ada meja, di belakangnya ada kursi. Kursi itu setinggi bahu, kalau dia duduk. Kalau dia berdiri kursi itu tentu menutupi pahanya.

Kalau kita lihat luka itu. Kan itu lukanya sejajar di paha, makanya aneh kalau kita melihat bagaimana caranya dipukul sejajar paha,” tuturnya.

“Padahal di belakangnya ada penghalang sandaran kursi. Lalu anak-anak tadi mengatakan dipukul dari atas. Tapi pelan saja. Kalau mengenai bagian tubuh pasti luka atau jejaknya miring,” jelasnya. 

Hal inilah yang disebutnya seakan membuka fakta yang tidak bersesuaian dengan bukti luka. 

“Inilah yang terbuka, tidak bersesuaian dengan bukti luka dengan penjelasan anak tadi. Bahkan anak yang tadi terakhir, tidak kena gagang sapu bagian tengah, diujung sapu yang kena.

Sehingga banyak keterangan yang miss. Kenapa dari awal kami menyangsikan keterangan anak ini sebagai dasar kepolisian untuk menetapkan tersangka,” tuturnya. 

Andre menduga keterangan para saksi sudah dibentuk sejak awal. 

Dari ketiga saksi anak yang hadir, tak menjelaskan alasan Supriyani memukul muridnya yang anak polisi.

“Kami menduga BAP ini copy paste aja. Dari ketiga saksi kami tanya, tiba-tiba Supryani masuk pukul D. Harusnya ada alasannya toh.

Terus tadi waktu dipukul D tidak ada yang mendengar menjerit. Padahal kalau kita lihat dampak lukanya, pasti ada jeritan, paling tidak berteriak. Termasuk yang terakhir, dia tidak dengar saksi itu bunyi,” katanya.

Hakim Tanya Susno Soal Klaim Guru Supriyani

Di persidangan. Susno Duadji juga mendapat pertanyaan dari hakim anggota, Vivi Fatmawaty Ali, SH, MH.

Dia mempertanyakan soal status pengakuan terdakwa yang diperoleh dari tekanan ataupun intervensi dan saat terdakwa tidak mengaku dengan apa yang telah dituduhkan. 

“Pengakuan terdakwa yang diperoleh dari tekanan dan intervensi, segala macam pengancaman itu tidak bisa. Bagaimana kita balik ketidakmengakuan terdakwa, oleh karena juga ancaman, tekanan, itu seperti apa?,” kata Vivi. 

Susno Duadji yang hadir secara virtual pun lantas menjawab dengan alat bukti yang mampu mendukung pengakuan terdakwa baik itu mengaku ataupun tidak. 

Menurutnya, pengakuan terdakwa (guru Supriyani) pada proses penyidikan seharusnya tidak bisa diperoleh. 

Namun jika terdakwa tidak mengaku namun didukung oleh alat bukti yang kuat maka hal tersebut justru memperberat hukuman. 

“Pengakuan terdakwa atau keterangan terdakwa pada tahap penyidikan, itu tidaklah harus didapat. Bukan sesuatu hal yang harus didapat. Karena apa? Terdakwa itu bisa berbohong. Nah tetapi alat bukti yang lain. Justru, ketidakmengakuan terdakwa akan memperberat hukumannya,” jelasnya. 

Berbanding terbalik, jika terdakwa kata Susno Duadji, alat bukti mampu mendukung pernyataannya hal tersebut justru sangat kuat untuk tidak terbukti. 

“Tetapi, manakala ketidakmengakuan terdakwa itu didukung oleh alat bukti yang lain bahwa betul dia tidak melakukan itu. Misalnya, tidak ada saksi yang melakukan, tidak ada alat bukti scientific yang mendukung perbuatan itu. Kemudian tidak ada alat bukti keterangan  ahli, dia melakukan itu. Tidak ada alat bukti berupa surat bahwa dia melakukan itu. Maka keterangan terdakwa bahwa tidak berbuat itu sangat kuat. Berarti perkara itu tidak ada tidak terbukti,” ungkapnya. 

Selain Susno Duadji, sosok Reza Indragiri juga turut hadir secara virtual menjadi saksi ahli dalam persidangan ini. 

Dikritik Pengacara Aipda WH

Sementara itu, menjelang kesaksian Susno Duadji di persidangan, kuasa hukum keluarga Aipda WH, Laode Muhram justru mengkritik sikap sang jenderal. 

Bahkan tak hanya Susno Duadji, Laode juga mengkritik sikap mantan Wakapolri Komjen (purn) Oegroseno yang cenderung ada di pihak gusu Supriyani.

Menurut Laode, pernyataan dua jenderal di media ini justru membuat situasi menjadi gaduh.

“Kedua jenderal ini kan adalah polisi. Justru dari awal saat kedua jenderal ini yang berkomentar, situasi menjadi gaduh,” kata Laode dikutip dari wawancara khusus dengan Tribun Sultra pada Sabtu (2/11/2024). 

Laode pun mengingat kedua jenderal itu untuk memverifikasi dahulu sebelumn memberikan pendapat. 

“Saya hanya ingin sekadar mengingatkan saja bahwa seorang polisi itu harus berkomentar atau berpendapat berdasarkan sesuatu yang bisa diverifikasi atau dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Karena kalau berkomentar itu, hanya berdasarkan adanya pemberitaan-pemberitaan di media, yang melakukan spekulasi kiri kanan,” katanya. 

Laode juga mengkritik pernyataan Susno terkait luka yang dialami korban, padahal dia bukan ahli forensik. 

“Bahkan sempat juga mengomentari luka korban, padahal beliau bukan ahli forensik dan tidak melihat langsung lukanya,” katanya. 

Menurutnya, saat ini masyarakat membutuhkan tokoh-tokoh yang melihat masalah ini secara bijak dan berimbang.

“Jangan saat ada isu, kita berlomba-lomba menghakimi. Sehingga saya mengharapkan ada juga pihak-pihak lain yang mencoba melihat permasalahan ini secara jernih, sambil kita menghormati proses pengadilan, bagaimana hakim menemukan kebenaran dari kasus ini,” tukasnya. 

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Wawancara Kuasa Hukum Aipda WH Orangtua Korban Kasus Guru Supriyani: Keluarga Alami Tekanan Mental

Leave a comment