Informasi Terpercaya Masa Kini

Uti Nilam, Lulusan Kedokteran yang Jadi Medical Illustrator Pertama di Indonesia

0 7

KOMPAS.com – Tak hanya menjadi dokter, lulusan kedokteran ternyata juga bisa meniti karier di bidang desain dan teknologi, salah satunya adalah medical illustrator yang mungkin masih asing di telinga sebagian masyarakat Indonesia.

Merupakan medical illustrator pertama di Indonesia, Uti Nilam Sari atau akrab dipanggil Uti juga merupakan seorang lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan penerima beasiswa Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP).

Baca juga: Kisah Antonius, Dulu S1 Kedokteran Kini Lulus S2 Tak Linier dengan IPK 4,00 di Unair

Tidak ingin jadi dokter

Meskipun berkuliah di jurusan kedokteran, Uti mengaku tak pernah tertarik untuk menjadi seorang dokter. Alasannya berkuliah di jurusan kedokteran tak lepas dari permintaan dan dorongan orang tua.

Dilansir dari laman resmi LPDP, Uti ternyata lebih menyukai kegiatan menggambar dan desain.

Merasa tertekan dengan pendidikan yang ia jalani, Uti mencoba mencari alternatif kegiatan yang dapat mengalihkan pikirannya sebagai mahasiswa kedokteran.

“Alhamdulillah ketemu caranya. Karena aku itu sangat passionate di design and technology, ketika menjalani kuliah, aku suka kayak mengerjakan desain itu secara for free sebenarnya, untuk menjaga kewarasan lah kira-kira seperti itu. , ‘Photoshop’ tuh udah jadi kayak jalan ninjaku gitu lah kira-kira,” ceritanya.

Meski menghadapi banyak tantangan emosional, berkat tanggungjawabnya dan dukungan dari orang-orang terdekat, Uti berhasil menyelesaikan pendidikan dokter bahkan dengan predikat Cum Laude.

Lanjutkan studi formal sesuai minat

Keinginan Uti untuk menjadi medical illustrator berangkat dari keresahannya ketika melihat kebanyakan pasien yang baru berobat ketika penyakitnya sudah parah.

Menurut Uti, diperlukan edukasi kesehatan publik yang lebih baik yang ditunjang dengan ilustrasi visual yang dinilai akan sangat membantu.

Tak hanya itu, dalam esai yang ia tuliskan untuk proses seleksi beasiswa LPDP beberapa tahun lalu, Uti merasa miris dengan buku-buku penunjang perkuliahan yang memiliki ilustrasi seadanya.

“Sungguh miris melihat buku-buku waktu aku kuliah di kedokteran, dengan ilustrasi seadanya ataupun mencatut dari luar dan dengan kualitas yang sangat terbatas. Dan aku tahu sebenarnya secara visual itu kita dapat memberikan informasi yang lebih daripada hanya teks”, kenang Uti.

Memiliki minat di bidang teknologi dan seni, ditambah latar belakang pendidikan kedokteran, Uti akhirnya memutuskan untuk mendalami bidang ilustrasi medis, sebuah bidang keilmuan yang barangkali bahkan belum pernah ada di negeri ini, guna menuntaskan keresahan yang ia rasakan.

Baca juga: Kisah Letkol TNI Yoga, Dosen Unhan yang Lulus S3 di KAIST Berkat LPDP

Jatuh bangun berkuliah di Skotlandia

Uti kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya pada program Medical Visualisation and Human Anatomy yang merupakan hasil kolaborasi University of Glasgow dan The Glasgow School of Art.

Bersama sang suami, Mohamad Sani, Uti berhasil lolos seleksi LPDP dan mereka pun sama-sama melanjutkan studi S2 ke Skotlandia.

Sudah menempuh lebih dari separuh jalan, Uti dan Sani harus menghadapi tantangan yang besar. Di ujung perjalanan studi, Sani didiagnosis kanker dan Uti sebagai istri pun dengan setia mendampingi serta merawat sang suami, sembari menuntaskan tesisnya.

“Dengan begitu aku harus bolak-balik, jadi aku begadang di lab untuk menyelesaikan tesis, kemudian pindah lagi nanti menginap lagi di rumah sakit, untuk ngurusin dan mendampingi suamiku. Alhamdulillah LPDP juga support”, kenangnya.

Jadi medical illustrator dan bangun bisnis sendiri

Predikat Uti sebagai lulusan program ilustrator medis dari Skotlandia tidak serta-merta membuat perjalanan kariernya lancar.

“Waktu itu responnya almost nihil mas, tapi aku berpikir bahwasanya tetap harus dimulai, sehingga aku selanjutnya memperkenalkan diri sebagai freelance ilustrator medis di samping pekerjaan utamaku,” ceritanya.

Bermula dari satu klien dan terus bertambah, Uti akhirnya berinisiatif ntuk membangun lini bisnisnya sendiri, yaitu Medimedi (Medical Media), perusahaan yang menyediakan layanan pembuatan visual media untuk kesehatan.

“Kita harus (membuat) ‘medically approved’ dan harus ‘visually attracting’. Dokter yang paham juga tentang teknologi dan art, dan anak-anak art dan tech yang mau dengerin dari sisi medisnya, nah itu jadi tektokan aja kerjanya di antara mereka,” jelasnya.

Pertama kali diinisiasikan pada 2015, Medimedi bertekad untuk terus berinovasi dan menebarkan manfaat ke cakupan yang lebih luas, serta membangun pusat pembelajaran kesehatan imersif yang didukung oleh tutor dan pasien virtual berbasis AI.

Berhasil menjadi salah satu penerima beasiswa LPDP pertama, Uti berpesan kepada generasi muda untuk senantiasa memperjuangkan pendidikan. Apabila terkendala biaya, menurut Uti hal tersebut dapat diatasi salah satunya melalui beasiswa LPDP.

“Ya, education is expensive, we know that, tapi stupidity is more expensive. Education is expensive, tapi ignorance is more expensive, di sinilah LPDP berada”, pungkas Uti.

Baca juga: Kemendikti Saintek Bentuk Tim untuk Periksa Optimalisasi Dana Abadi Pendidikan di LPDP

Leave a comment