Informasi Terpercaya Masa Kini

Smile 2: Ketika Sekuel Lebih Baik dari Original

0 2

Dalam dunia perfilman, sekuel sering kali berusaha untuk memperluas kisah dan karakter dari film pertama. Namun, beberapa sekuel berhasil melampaui ekspektasi dan bahkan dianggap lebih baik dari film originalnya.

The Godfather Part II (1974) lebih baik daripada The Godfather (1972). Sekuel ini adalah satu-satunya film yang memenangkan Oscar untuk Film Terbaik dua kali berturut-turut. Dengan menggali latar belakang Vito Corleone (diperankan oleh Robert De Niro), film ini memperkaya narasi dan karakter, menjadikannya sebagai salah satu sekuel terbaik dalam sejarah.

Aliens (1986) lebih baik daripada Alien (1979). Disutradarai oleh James Cameron, Aliens mengubah genre horor menjadi aksi, memperkenalkan karakter Ellen Ripley yang ikonik (diperankan oleh Sigourney Weaver). Film ini diakui oleh banyak kritikus sebagai salah satu film aksi terbaik.

Evil Dead II (1987) lebih baik daripada The Evil Dead (1981). Sekuelnya berhasil meningkatkan elemen yang ada di film pertama dengan penceritaan yang lebih baik, pengembangan karakter yang lebih mendalam, dan inovasi teknis. Film ini bukan hanya memperkuat warisan Evil Dead, tetapi juga menetapkan standar baru dalam genre horor dan komedi.

Terminator 2: Judgment Day (1991) lebih baik daripada The Terminator (1984). Disutradarai oleh James Cameron juga, sekuel ini tidak hanya meningkatkan efek visual dengan penggunaan CGI yang inovatif, tetapi juga mendalami tema kemanusiaan dan pengorbanan. Film ini mendapatkan 4 Academy Awards dan menjadi salah satu film aksi terhebat sepanjang masa.

The Dark Knight (2008) lebih baik daripada Batman Begins (2005). Sekuel ini memperkenalkan Joker yang diperankan oleh Heath Ledger, yang memenangkan Oscar Posthumous. Film ini dipuji karena narasi yang gelap dan kompleks, serta kedalaman karakter yang lebih baik.

The Conjuring 2 (2016) lebih baik daripada The Conjuring (2013). Banyak faktor yang membuatnya dianggap lebih baik, mulai dari pengembangan karakter hingga aspek teknis dan penerimaan penonton. Keberhasilan film ini tidak hanya terlihat dari box office, tetapi juga dalam menciptakan pengalaman menonton yang lebih mendalam dan menegangkan.

Top Gun: Maverick (2022) lebih baik daripada Top Gun (1986). Top Gun: Maverick berhasil menggabungkan elemen yang sukses dari film pertama dengan inovasi dan perkembangan karakter yang lebih dalam, yang pada akhirnya menjadikannya film yang lebih baik di mata banyak kritikus dan penonton.

Masih banyak puluhan contoh lainnya. Tapi kita cukupkan saja sampai di sini. Karena yang mau kita bahas dalam artikel kali ini adalah Smile 2 (2024) yang merupakan sekuel dari Smile (2022). Sebelum kita review film keduanya, mari kita sedikit mengulas kembali film pertamanya.

Film bergenre horor dan thriller yang disutradarai dan ditulis oleh Parker Finn ini berdasarkan short film berjudul Laura Hasn’t Slept. Pemeran utamanya Sosie Bacon, Jessie T. Usher, Kyle Gallner, Caitlin Stasey, Rob Morgan

Smile mengikuti Dr. Rose Cotter, seorang psikiater yang mengalami pengalaman traumatis setelah menyaksikan pasiennya melakukan bunuh diri dengan senyuman menyeramkan. Setelah insiden tersebut, Rose mulai mengalami kejadian-kejadian aneh dan menakutkan yang membuatnya meragukan kesehatan mentalnya sendiri. Sementara ia mencoba mencari penyebab dari hal-hal yang terjadi, Rose terjebak dalam siklus ketakutan yang mengancam nyawanya.

Smile dikenal karena sinematografi yang menegangkan, dengan banyak penggunaan sudut kamera yang menciptakan rasa tidak nyaman. Penggunaan warna dan pencahayaan yang gelap menambah atmosfer mencekam. Musik latar dan efek suara juga berkontribusi pada ketegangan, sering kali menciptakan lonjakan ketakutan yang mendadak.

Dengan anggaran hanya $17 juta, film ini meraih box office sekitar $217 juta di seluruh dunia, menjadikannya sebagai salah satu film horor yang sukses secara komersial. Film ini mendapatkan ulasan campuran dari kritikus, dengan skor 75% di Rotten Tomatoes dan 61% di Metacritic. Beberapa kritikus memuji tema dan akting, sementara yang lain merasa plotnya agak klise. Lalu bagaimana dengan Smile 2?

Smile 2 menawarkan pengalaman horor yang lebih sadis dan berdarah dibandingkan film pertamanya. Sejak awal, film ini berhasil menciptakan ketegangan melalui sinematografi yang apik dan scoring yang lebih kompleks, menghindari penggunaan alat musik konvensional. Koreografi dan soundtrack yang digunakan menambah elemen creepy, menjadikan tarian sebagai salah satu sorotan film.

Film ini juga memiliki narasi yang lebih padat dengan backstory yang lebih dalam terkait kutukan entitas misterius. Pemilihan pop star sebagai karakter utama, Skye Riley, yang diperankan oleh Naomi Scott, menambah kompleksitas cerita. Skye digambarkan sebagai korban tekanan dan trauma yang dialami dalam dunia hiburan, membuat halusinasi yang dialaminya terasa lebih relatable.

Meskipun film berdurasi 127 menit, pertempuran Skye dengan entitas Smile terasa terburu-buru di bagian akhir. Ini karena Parker Finn terlalu asyik membangun kebingungan psikologi Skye Riley.

Secara keseluruhan, Smile 2 tetap mempertahankan formula teror yang sama, tetapi Parker Finn berhasil menambah ketegangan melalui adegan sadis, perspektif yang membingungkan, dan elemen musikal yang kuat. Film ini mengeksplorasi hubungan antara trauma dan kutukan, menjadikannya sebagai potensi pengembangan waralaba yang menarik.

Leave a comment