Akhirnya Ngaku Juga,Kades Soal Uang Damai Supriyani 50 Juta: Saya Tawarkan Karena Kasihan
TRIBUN-MEDAN.com – Sempat ramai, soal adanya uang damai sebesar Rp 50 juta dalam kasus guru Supriyani (36) di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) akhirnya asal-usulnya mulai terungkap.
Seperti diketahui Supriyani, guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan dituding menganiaya anak didiknya, D, yang seorang anak polisi.
Kasusnya pun menjadi viral karena kasus Supriyani kini sudah masuk persidangan dan ia pun sempat ditahan polisi.
Kasus bergulir setelah kedua belah pihak tak tercapai kata damai.
Baru-baru ini, Kepala Desa (kades) Wonoua Raya, Kecamatan Baito, Konawe Selatan, Rokiman memberikan penjelasan soal asal usul uang damai Rp 50 juta dalam kasus guru Supriyani.
Dalam tayangan video yang beredar viral seorang pria yang mengenakan jaket Rokiman terlebih dahulu memperkenalkan diri serta jabatannya sebagai Kades di Desa Wonoua Raya.
Setelah itu ia menceritakan soal awal munculnya uang damai Rp 50 juta.
Kata Rokiman, ia sebagai pemerintah desa berinisiatif untuk mencoba melalukan mediasi.
Karena sebagai tokoh masyarakat ia tak tega melihat masalah yang menimpa warganya.
Rokiman pun kemudian mencoba melakukan mediasi dengan cara diadakannya ‘uang damai’ untuk mendamaikan guru dan orangtua murid yang merupakan polisi.
“Saya sebagai pemerintah merasa bagaimana dengan warga saya. Saya mencoba untuk memediasi sendiri. Menawarkan opsi itu,” katanya.
“Yang pertama dari angka 20 (juta) sampai 30 (juta) namun jangankan 20 (juta). Lima puluh (juta) kalau pihak korban tidak mau damai atau mencabut tidak akan selesai,” lanjut dia.
Kata Rokiman angka itu merupakan inisiatifnya dan mencoba menyampaikan kepada Supriyani.
“Inisiatif dari saya selaku pemerintah karena melihat warga saya ibalah, jadi saya coba berupaya,” ujarnya.
“Kemudian saya menyampaikan kepada ibu supriyani soal opsi ini (Rp 50 juta) kemudian ibu Supriyani terdiam. Memang mutlak itu dari kami,” tambah dia.
Hal ini berbeda dengan pengakuan dalam video lain yang juga beredar.
Dalam video tersebut, dia menyebut sosok lain yang menawarkan angka Rp 50 juta rupiah dalam kasus guru Supriyani.
Sementara, Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman, yang dikonfirmasi terkait dua video beredar itu belum memberikan klarifikasi.
Awak TribunnewsSultra sudah berupaya melakukan konfirmasi kepadanya sejak namanya terseret dalam kasus uang damai guru honorer Supriyani.
Aipda Wibowo Hasyim Bantah Minta Uang Damai Rp 50 Juta
Sementara itu, guru Supriyani sebelumnya mengaku bila dirinya dipaksa mengaku telah memukul muridnya, meminta maaf, dan dimintai uang damai Rp 50 juta oleh orang tua anak itu.
Supriyani kemudian dilaporkan ke Polres Konawe Selatan setelah tidak sanggup membayar uang damai Rp 50 juta.
Aipda WH, ayah korban, membantah telah meminta uang kepada Supriyani.
“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp 50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya.
Selain itu, Aipda WH menegaskan Supriyani dalam proses mediasi sempat mengaku telah menganiaya D.
Pernyataan tersebut muncul dalam proses mediasi pertama dan kedua.
“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama (mengakui),” ucap Aipda WH.
Keterangan Aipda WH berkebalikan dengan pengakuan Kastiran (38), suami Supriyani.
Kata Kastiran, Supriyani dimintai uang damai sebanyak Rp 50 juta oleh pihak keluarga korban.
Namun, Supriyani tidak mampu membayarnya.
“Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai,” kata Kastiran.
“Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan.”
Kastiran juga membantah istrinya telah melakukan penganiayaan.
Supriyani mengaku saat kejadian berada di kelas lain.
Dia mengajar di kelas 1 B sedangkan korban berada di kelas 1 A.
Kronologi Dugaan Penganiayaan Versi Polisi
Kapolres Konawe Selatan AKBP Febry Sam mengatakan peristiwa ini bermula pada 24 April 2024 lalu.
Kala itu siswa SD yang berinisial M sedang bermain.
Kemudian, Supriyani datang untuk menegurnya hingga terjadi penganiayaan.
“Kejadian terjadi pada Rabu (24/4/2024) di sekolah, saat korban telah bermain dan pelaku datang menegur korban hingga melakukan penganiayaan,” kata AKBP Febry Sam, Senin (21/10/2024).
Febry juga mengonfirmasi bahwa siswa tersebut adalah anak anggota Polsek Baito berpangkat Aipda.
Keesokan harinya, ibu korban melihat ada bekas luka pada paha belakang korban dan menanyai anaknya.
Sang anak mengklaim luka tersebut adalah luka terjatuh saat bermain dengan ayahnya.
Namun, kepada ayahnya, anak itu mengatakan luka itu adalah luka pukulan yang didapatkan dari Supriyani.
Ibu korban yang berinisial N dan suaminya, Aipda WH, melaporkan kasus ini kepada Polsek Baito.
Supriyani pun dipanggil ke polsek untuk mengonfirmasi peristiwa itu.
“Tetapi yang diduga pelaku tidak mengakuinya sehingga yang diduga pelaku disuruh pulang ke rumahnya, dan laporan Polisi diterima di Polsek Baito,” kata AKBP Febry Sam.
Febry mengatakan upaya mediasi juga sudah dilakukan, tetapi terkendala karena terduga pelaku tak mengakui perbuatannya.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Baito Bripka Jefri memberi masukan kepada Kepala SDN 4 Baito untuk menyampaikan kepada Supriyani agar mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada korban.
Atas saran Bripka Jefri, Supriyani pun disebutkan pernah datang ke rumah korban bersama suaminya beberapa hari setelah ada laporan di Polsek Baito.
Supriyani datang untuk meminta maaf dan mengakui perbuatannya. Namun, ibu korban belum bisa memaafkan.
Bahkan, kepala desa bersama dengan Supriyani dan suaminya juga disebutkan pernah datang ke rumah korban untuk meminta maaf kembali.
Dalam pertemuan tersebut, pihak korban sudah memaafkan, tinggal menunggu kesepakatan damai.
Namun, beberapa hari setelah itu, pihak korban mendengar bahwa permintaan maaf tersebut tidak ikhlas.
“Sehingga orang tua korban tersinggung dan bertekad melanjutkan perkara tersebut ke jalur hukum,” ujar AKBP Febry.
(*/ Tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram , Twitter dan WA Channel