Green Islam Antar Pendiri Pesantren di Garut Masuk Food Heroes FAO 2024
TEMPO.CO, Jakarta – Nissa Wargadipura, pegiat lingkungan sekaligus pendiri Pesantren Ekologi Ath-Thaariq di Garut, Jawa Barat, menerima penghargaan Pahlawan Pangan FAO 2024. Penghargaan Food Heroes dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB diberikan pada Pembukaan Global Family Farming Forum di Roma, Italia, sekaligus peringatan Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober 2024.
Tema Hari Pangan Sedunia tahun ini adalah ‘Hak atas Pangan untuk Kehidupan dan Masa Depan yang Lebih Baik’. Tema itu dipilih dengan menekankan pentingnya hak atas pangan yang cukup, bergizi, dan aman bagi semua orang.
Penghargaan diterima Nissa dan 25 orang lainnya dari seluruh dunia. Mereka dinilai telah memberikan kontribusi luar biasa dalam memastikan akses terhadap pangan yang beragam, bergizi, terjangkau, dan aman bagi masyarakat.
Khusus Nissa berkat dedikasinya dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pertanian keluarga dan agroekologi. Sejak mendirikan Pesantren Ekologi Ath-Thaariq pada 2008, yang disebut FAO sebagai sekolah lapang petani, Nissa menyatakan telah mengintegrasikan ilmu pertanian berkelanjutan dengan nilai-nilai keagamaan.
“Green Islam adalah satu gerakan bervisi rahmatan lil alamin, yang tentu saja ini berhubungan dengan kesetaraan gender dalam perspektif Islam, ketuhanan, perspektif Alquran, berbasis sosial,” katanya.
Pesantren yang berada di Garut menjadi pusat pendidikan yang membekali para santri dengan keterampilan dalam praktik pertanian ramah lingkungan. Selain juga memupuk pengetahuan mengenai ketahanan pangan sebagai upaya menghadapi tantangan krisis iklim.
Di atas lahan seluas hanya satu hektare, Nissa membuat sebuah sistem pertanian tumpang sari di mana beragam tanaman bisa dipanen secara simultan di lahan yang sama. Ada zona buah-buahan, kolam ikan, dan zona makanan pokok. Pesantren juga menanam aneka sayuran dan tanaman herbal.
Nissa menetapkan hanya menerima 30 santri karena keterbatasan lahan. “Karena para santri harus makan dari kebun yang mereka tanami. Ini adalah salah satu dari pelajaran utama kami,” kata Nissa yang mengungkap kepada FAO bahwa sejak masa kecilnya telah terbiasa diajak orang tua mencukupi kebutuhan pangan dari halaman belakang rumahnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKA) Sita Supomo mengatakan bahwa Nisa dan Pesantren Ekologi Ath-Thaariq merupakan gambaran keberhasilan perempuan dalam berkontribusi pada persoalan krisis iklim.
“Pencapaian Nissa Wargadipura membuktikan bahwa perempuan adalah sosok yang memiliki kontribusi penting dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang sedang melanda dunia,” kata Sita di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, praktik pertanian berkelanjutan yang diajarkan oleh Nissa telah membantu meningkatkan ketahanan pangan sekaligus melestarikan lingkungan. “Pendekatan partisipatif yang diterapkan oleh Nissa Wargadipura berhasil menjadikan inisiatif yang awalnya diterapkan dalam keluarga, meluas menjadi sarana pemberdayaan komunitas lokal,” katanya.
IKA memberikan hibah kepada Nissa pada sekitar 2011. Saat itu Pesantren Ath-Thaariq sedang dalam fase awal pengembangan pendekatan pertanian ekologi berbasis pesantren. Pada 2023, IKA kembali memberikan dukungannya untuk memperkuat potensi keberlanjutan inisiatif yang dikembangkan oleh Nissa melalui hibah bagi pengembangan modul Green Islam.
Pilihan Editor: Diskusi Green Islam PPIM UIN Jakarta Sebut Telah Terjadi Degradasi dan Desakralisasi Alam