Letter C, Petuk D, dan Girik Disebut Tak Berlaku mulai 2026, Ini Kata BPN
KOMPAS.com – Surat keterangan kepemilikan tanah seperti letter C, petuk D, landrente, dan girik disebut tidak berlaku lagi mulai 2026.
Informasi tersebut salah satunya diunggah oleh akun media sosial TikTok @isma***, Senin (29/7/2024).
“Segera lakukan pembuatan sertifikat sebelum tahun 2026!!! Karena letter C, pethok D, girik, landrete tidak akan berlaku lagi pada tahun 2026,” tulis unggahan.
Masa berlaku bukti tanah bekas milik adat tersebut diklaim tertuang dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Permen ATR/BPN) Nomor 16 Tahun 2021.
Lantas, benarkah letter C, petuk D, landrente, dan girik tidak berlaku lagi mulai 2026?
Baca juga: Berapa Biaya Urus AJB ke SHM 2024? Simak Simulasinya
Letter C, petuk D, dan girik tidak berlaku mulai 2026
Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran BPN Kota Depok, Dindin Saripudin mengatakan, dokumen tanah adat memang tidak akan berlaku sebagai alat pembuktian pendaftaran tanah.
Dokumen tanah adat tersebut, di antaranya mencakup petuk, landrente, girik, letter C, dan kekitir atau tanda pemilikan tanah dan besaran pajaknya.
Meski tidak berlaku sebagai bukti kepemilikan, surat keterangan atau dokumen tersebut masih dapat digunakan sebagai petunjuk dalam pendaftaran tanah.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
“PP Nomor 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa bukti tanah adat hanya berfungsi sebagai petunjuk dalam proses pendaftaran tanah, tidak sebagai bukti kepemilikan,” jelas Dindin, dikutip dari laman Pemerintah Kota Depok, Rabu (11/09/24).
Baca juga: Tanpa Wasiat, Bagaimana Cara Balik Nama Sertifikat Tanah Orangtua yang Sudah Meninggal?
Pasal 96 PP menjelaskan, alat bukti tertulis tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama lima tahun sejak peraturan pemerintah berlaku.
Setelah lima tahun, alat bukti tersebut dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan, melainkan hanya menjadi petunjuk dalam rangka pendaftaran tanah.
Ketentuan serupa dipertegas melalui Pasal 76A Permen ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2021.
Alat bukti petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir, verponding Indonesia, dan alat bukti bekas hak milik adat lain dinyatakan tidak berlaku setelah lima tahun sejak PP berlaku.
Artinya, alat bukti tertulis tanah bekas milik adat tidak akan berlaku lagi sebagai bukti kepemilikan tanah terhitung 2 Februari 2026.
Namun, masyarakat masih dapat mendaftarkan tanah adat melalui mekanisme pengakuan hak dengan melengkapi persyaratan tertentu.
Baca juga: Kenali Perbedaan AJB dan SHM Saat Beli Tanah, Mana yang Lebih Kuat?
Perlu ditingkatkan menjadi SHM
Kepala BPN Kota Depok, Indra Gunawan mengimbau masyarakat untuk segera meningkatkan dokumen kepemilikan tanah menjadi sertifikat hak milik atau SHM.
Sertifikat hak milik telah diakui sebagai bukti sah kepemilikan tanah sejak Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA).
Pasal 20 ayat (1) UUPA mengatur, hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Kata “terkuat” memiliki arti hak milik tidak mudah dihapus jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, serta dapat dipertahankan terhadap gangguan pihak lain.
“Segera tingkatkan status tanah ke SHM untuk melindungi aset dari mafia tanah,” tutur Indra.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah mengimplementasikan sertifikat elektronik untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi risiko pemalsuan.
“Kami mengimbau masyarakat untuk segera mengurus sertifikat tanah mereka sebelum dokumen adat tidak lagi berlaku,” tandas Indra.