Kota yang Hilang Akhirnya Ditemukan di Hutan Amazon, “Tertelan” Vegetasi Selama Ratusan Tahun
KOMPAS.com – Para arkeolog The Brazilian Socio-Enviromental menemukan sebuah kota zaman kolonial yang hilang di hutan hujan Amazon, Amerika Selatan.
Menurut ketua tim sekaligus Direktur Museum Arkeologi dan Etnografi University of Sao Paulo, Eduardo Neves, kota tersebut merupakan permukiman Portugis, bangsa asli Portugal yang berasal dari abad ke-18.
Keberadaannya tercatat di peta sejarah, tetapi tidak diketahui lokasi sebenarnya karena selama berabad-abad kota ini tertutupi oleh vegetasi yang sangat lebat.
Kota tersebut akhirnya ditemukan di Lembah Upano dan diperkirakan berusia setidaknya 250 tahun.
“Kota ini ditinggalkan, ditumbuhi hutan, dan balok-balok batu juga telah dipindahkan. Kami mengidentifikasi tata letak jalanan di kota ini, yang juga merupakan penemuan menarik,” ujar Neves, kepada media Brasil, Metropoles, dikutip dari Newsweek, Senin (21/10/2024).
Sebagai informasi, penjajahan di Brasil dimulai pada tahun 1500 ketika penjelajah bernama Pedro Alvares Cabral mengeklaim wilayah tersebut sebagai bagian dari Portugal.
Tiga abad kemudian, Portugal mendirikan pemerintah kolonial, mengeksploitasi sumber daya alam Brasil, terutama gula, emas, dan kopinya.
Baca juga: Ketika Gurun Sahara Banjir, tapi Sungai Amazon Justru Mengering…
Menggunakan teknologi mutakhir
Penemuan kota kolonial di Amazon diumumkan dalam sebuah acara yang selenggarakan oleh Museum Amazon di Manaus, sebagai bagian dari proyek Amazonia Revelada.
Tujuan dari proyek ini adalah untuk menemukan situs-situs arkeologi di berbagai wilayah Amazon.
“Kami ingin mendaftarkan situs-situs arekologi ini untuk dijadikan sebagai warisan dan agar wilayah-wilayah ini mendapat perlindungan tambahan,” ungkap Neves.
Ada dua strategi yang digunakan untuk menemukan kota tua di Amazon. Pertama adalah dengan menyurvei hutan hujan menggunakan teknologi LIDAR untuk mengidentifikasi situs bersejarah yang tersembunyi di balik vegetasi.
LIDAR merupakan metode penginderaan jarak jauh yang melibatkan penggunaan sinar laser. Sinar ini ditembakkan ke tanah untuk menghasilkan model 3D dari sebuah lanskap.
Teknologi LIDAR bisa memetakan topografi tanah sekaligus mengungkap fitur tersembunyi buatan manusia yang biasanya tidak terlihat.
Sebelum menemukan kota yang hilang, para arkeolog sempat menggunakan teknologi serupa untuk mendokumentasikan situs bersejarah yang tersembunyi di Amazon.
Seperti penelitian yang diterbitkan di Jurnal Science, misalnya, yang melaporkan penemuan dua konstruksi kuno tersembunyi di bawah kanopi di lembah hutan hujan Amazon.
Konstruksi tersebut merupakan bekas pekerjaan tanah yang dibangun pada era pra-Colombus, yang berarti sebelum masa penjajahan Eropa.
Baca juga: Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris
Melakukan survei masyarakat adat
Strategi kedua yang digunakan oleh arkeolog adalah dengan melakukan survei terhadap masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut. Para arkeolog akan mencatat mana situs-situs penting bagi masyarakat.
Survei ini dilakukan karena Amazon merupakan wilayah yang telah dihuni manusia setidaknya selama 11.000 sampai 12.000 tahun.
Bahkan, menurut beberapa temuan artefak kuno, masyarakat Amazon telah menghuni wilayah tersebut lebih awal lagi, kemungkinan 13.000 tahun yang lalu.
Menurut catatan sejarah, masyarakat adat telah membentuk masyarakat yang kompleks di Amazon, jauh sebelum orang Eropa datang.
Hal itu dibuktikan dengan adanya komunitas besar yang menetap, praktik pertanian, dan teknik pengelolaan lahan yang canggih.
Baca juga: Arkeolog Temukan Kompas Berusia 500 Tahun yang Diduga Milik Copernicus