OPINI : Strategi RI Memenangi AI
Bisnis.com, JAKARTA – Untuk memenangi masa depan di era kecerdasan artifisial (AI) ini, tak lagi relevan membincangkan teknologi AI itu harus diciptakan sendiri. Karena kita sudah ketinggalan dalam konteks waktu, keandalan infrastruktur teknologi pendukung, hingga modal yang luar biasa.
Pilihannya, agar jadi pemenang dan menangguk keuntungan ekonomi AI, gunakan beragam teknologi AI terbaik yang ada dan maksimalkan pemanfaatannya secara luas di industri.
Sebab AI bukan teknologi yang berdiri sendiri, dia terus berkembang dalam hal kemampuan dan aplikasi. AI adalah teknologi umum yang dapat diterapkan di berbagai bidang. Fungsinya memperkuat kemampuan kita dan sistem yang ada, untuk efisiensi, kreativitas, dan inovasi. Sederhananya, secara fungsi AI bukan teknologi seperti traktor, dia lebih mirip mesin cetak atau listrik.
Baca Juga : Calon Emiten Artificial Intelegent (FUTR) Tetapkan Harga IPO Rp100 per Saham
Tak percaya? Mari kita melipat sejarah untuk membuktikan hal ini. Menemukan negara yang bisa memanfaatkan teknologi yang sifatnya serupa dengan AI, tanpa harus jadi penciptanya tetapi memanen nilai ekonominya.
Kita mulai dari Belanda yang berhasil memanfaatkan mesin cetak secara maksimal dan inovatif. Johannes Gutenberg, penemu asal Jerman, memperkenalkan mesin cetak di Eropa pada 1440. Yang terjadi, bukan Jerman yang memanen dampak ekonominya, tetapi Belanda. Menjadikan mereka sebagai mercusuar perdagangan dan pengetahuan Eropa.
Tercatat, Belanda melakukan dua hal inovatif dalam memanfaatkan mesin cetak. Pertama, untuk penguatan literasi dengan memproduksi buku pelajaran dan tulisan religius. Kedua, mengembangkan industri percetakan yang kuat sehingga turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Inisiatif ini mengakselerasi ekonomi dari industri yang sudah ada dengan mendukung efisiensi dan kecepatan produksi barang. Lantas, memunculkan pekerjaan baru seperti penulis, editor, hingga budaya intelektual baru.
Sejarah kedua adalah Amerika Serikat (AS), yang berhasil memanen teknologi komputer yang awalnya diinisiasi oleh Jepang. Di akhir 1980-an hingga awal 1990-an, AS berhasil memanfaatkannya, dan menjadi jawara global dalam industri teknologi dan komputer. Termasuk melahirkan banyak perusahaan teknologi global.
Kembali ke urusan AI. Saat Generative AI diperkenalkan oleh OpenAI, ChatGPT-nya merevolusi teknologi AI karena membuat kita bisa berkomunikasi dengan AI dengan teks bahasa sehari-hari. Dalam 5 hari, pengguna ChatGPT mencapai 1 juta setelah diluncurkan pada November 2022. Bandingkan, Instagram butuh 2,5 bulan menggapai 1 juta unduhan, dan Netflix sekitar 3,5 tahun menembus 1 juta pengguna.
Baca Juga : : BRImo FSTVL 2024 Bidik Generasi Muda dengan Teknologi dan Hiburan
Kini, teknologi GenAI terus berkembang, tak hanya bisa memproses teks, tetapi juga suara, gambar, dan video. Dengan mesin penalaran dan perencanaan, dia mampu menangani tugas yang makin kompleks dengan beberapa langkah. Kini ditambahi dengan memori jangka pendek dan jangka panjang, sehingga mampu mengingat hal penting di berbagai percakapan, perangkat, dan konteks.
Pertanyaannya, bagaimana Indonesia bisa memaksimalkan potensi ekonomi teknologi AI ini? Sederhana jawabnya, kita ulangi kesuksesan Belanda di era mesin cetak atau kemahiran AS di era teknologi komputer. Karena diprediksi AI akan melompatkan PDB 20x lipat bagi negara yang berhasil memanennya. Yang diperlukan komitmen serius Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka menjadikan transformasi digital, teknologi, dan AI jadi prioritas, sebagaimana Presiden Joko Widodo mengejar ketertinggalan infrastruktur.
Di sisi lain, kita punya kelebihan yang bisa dijadikan pembeda dengan negara lain. Potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia di bandingkan negara lain di kawasan, ketersediaan potensi energi bersih sebagai komitmen keberlanjutan suplai ke hyper scale cloud pusat data, hingga ketersediaan talenta digital.
Terkait talenta AI, inilah salah satu game changer agar teknologi AI bisa merevolusi ekosistem industri di sebuah negeri. Sebenarnya, kita memiliki pertumbuhan talenta yang luar biasa. Bila berkaca dari GitHub, platform pengembangan software, kolaborasi, dan inovasi, lebih dari 3,1 juta developer di Indonesia telah bergabung. Jumlah proyek Gen AI developer Indonesia di platform GitHub, bertumbuh hingga 213% di tahun 2023.
Yang membanggakan, jumlah developer ini terbesar ketiga di Asia Pasifik, setelah India dan China. Pertumbuhannya juga tercepat di Asia Pasifik, 31%. Diproyeksi akan menembus lima terbesar global di 2026. Yang juga bisa diharapkan adalah lahirnya talenta AI dari dunia kampus yang terhubung dengan industri.
Pemerintah bisa memilih beberapa universitas yang telah memiliki basis program vokasi yang kuat, dengan kurikulum yang dibutuhkan industri untuk dijadikan “Center of AI Excellence”. Mereka bisa melahirkan para spesialis AI dari beragam bidang, dari sisi developer hingga etika dan regulasi. Universitas harus proaktif mengembangkan kerjasama dengan industri.
Mereka diminta membawa beragam masalah industri dari efisisiensi, produktivitas, atau kepuasan konsumen untuk diselesaikan dengan aplikasi AI, yang dibangun di atas beragam platform komputasi awan bertenaga AI. Ini tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan, juga relevansi akademis dengan kebutuhan industri. Terpenting, bisa membuat aplikasi temuannya digunakan secara massal dan komersial.
Peran pemerintah krusial dalam menyemai ekosistem talenta ini. Melalui investasi serta peraturan yang mendukung penggunaan AI secara bertanggung jawab dan inovatif, akan tercipta lingkungan inklusif bagi pertumbuhan talenta AI. Kebijakan proaktif ini, akan memastikan ekosistem digital Indonesia kuat secara berkesinambungan, untuk akselerasi ekonomi AI dan menjadikan kita sebagai salah satu pemain utama di kancah global.