Rektor UIN Jakarta Sebut Imam Besar Masjid Nabawi Terkesan dengan Islam di Indonesia
TEMPO.CO, Jakarta – Rektor Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar merespons isi ceramah Imam Besar Masjid Nabawi, Syekh Ahmad bin Ali Al-Hudzaifi, yang membahas soal ekstremisme ketika mengisi kuliah umum di kampusnya Kamis ini.
Asep menilai komentar soal ekstremisme itu tak bermaksud untuk menyinggung kondisi di suatu tempat secara spesifik, termasuk Indonesia. Dia menilai ceramah itu di kampus UIN Jakarta hanya bertujuan sebagai nasihat secara umum.
“Dia enggak mengomentari terkait ekstremisme dalam konteks kasus ya. Tapi, menjelaskan agar kita tidak ke ekstrem kanan, tidak ke ekstrem kiri, namun harus pada tawassuth (moderat),” kata Asep ketika ditemui wartawan di Gedung Rektorat UIN Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Asep menuturkan bahwa Syekh Ahmad menginginkan agar Islam dijalankan secara moderat sehingga bisa menjadi teladan kebaikan bagi seluruh umat manusia.
Menurut dia, Syekh Ahmad mengungkap kekagumannya kepada Indonesia dalam kunjungan itu. Syekh Ahmad, sambung Asep, memuji Indonesia sebagai negara yang indah dan harmonis. “Dan, (Indonesia) menjadi model bagi dunia bahwa negeri ini adalah negeri yang ramah,” tuturnya.
Dalam pidatonya, Syekh Ahmad menuturkan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad memiliki corak yang moderat, bukan bertendensi ekstrem.
“Ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu syariat Islam, adalah syariat yang berada di pertengahan, bukan termasuk ajaran yang mengajarkan pada ekstrem kanan, bukan juga ajaran yang mengajarkan pada ekstrem kiri,” kata Ahmad di hadapan mahasiswa UIN Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Ahmad mengingatkan kepada umat Islam untuk tidak bersikap berlebihan, meski dalam hal agama. Dia menjelaskan bahwa Allah telah menyampaikan bahwa umat Islam adalah umat pertengahan.
“Pertengahan itu artinya yang tidak berlebihan dan juga tidak berkekurangan,” ujarnya.
Dalam tradisi Islam, ekstremisme dikenal sebagai al-tatharruf, yakni sikap berlebih-lebihan dalam beragama, tepatnya menerapkan agama secara kaku dan keras hingga melewati batas kewajaran.
Adapun ekstrem kanan merujuk pada konservatisme, yakni keinginan mempertahankan gagasan lama. Di sisi lain, ekstrem kiri cenderung ingin mendobrak tradisi lama dengan pemikiran baru.
Pilihan editor: Israel Akui Serang Dua Prajurit TNI Anggota UNIFIL di Lebanon