Informasi Terpercaya Masa Kini

Wisata di Kota Abadi Roma: Pontificia Universita Gregoriana – Perjalanan Penuh Nostalgia

0 11

Berkunjung kembali ke Roma, kota abadi yang penuh sejarah, selalu menjadi pengalaman yang luar biasa. Namun, kunjungan kali ini membawa kenangan yang lebih dalam, yaitu nostalgia di Pontificia Universit Gregoriana, tempat penulis menuntut ilmu 25 tahun yang lalu. Universitas ini bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga tempat bertemu dengan berbagai bangsa, berbagi ide, dan memperjuangkan ilmu pengetahuan. Mari kita telusuri lebih jauh sejarah dan daya tarik dari universitas yang begitu berpengaruh ini.

Sejarah Singkat Universitas GregorianaPontificia Universit Gregoriana, atau Universitas Kepausan Gregoriana, didirikan pada tahun 1551 oleh Santo Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus (Yesuit). Awalnya, universitas ini hanya berupa seminari kecil bernama Collegio Romano yang kemudian berkembang pesat menjadi salah satu pusat pendidikan tertua dan paling berpengaruh dalam tradisi Katolik. Pada tahun 1584, Paus Gregorius XIII mendukung pengembangan seminari ini dan menjadikannya sebuah universitas kepausan, yang akhirnya diberi nama Gregoriana sebagai penghormatan kepadanya.Alumni Ternama dan Jurusan yang TersediaSelama berabad-abad, Pontificia Universit Gregoriana telah melahirkan banyak pemimpin gereja yang luar biasa, termasuk 16 Paus yang pernah menempuh pendidikan di sini. Beberapa di antaranya adalah Paus Gregorius XV, Paus Innocentius XII, dan Paus Benediktus XVI. Dengan jumlah alumni yang luas dan berpengaruh, universitas ini menjadi salah satu lembaga pendidikan dengan jaringan paling kuat di dalam Gereja Katolik.Saat ini, Gregoriana menawarkan berbagai jurusan yang berfokus pada studi teologi, filsafat, sejarah gereja, hukum kanon, dan sains sosial. Universitas ini juga memiliki program studi interdisipliner yang menekankan integrasi antara iman dan akal. Ada enam fakultas utama dan sejumlah institusi khusus seperti Institut Spiritualitas, Institut Psikologi, serta sekolah misiologi yang mempersiapkan para imam, religius, dan awam untuk melayani di seluruh dunia. Keistimewaan Universitas Gregoriana dan BiblicumSatu hal yang menarik dari Pontificia Universit Gregoriana adalah kedekatannya dengan Pontificia Istituto Biblicum (Biblicum), universitas khusus yang fokus pada studi Kitab Suci. Kedua lembaga ini berdampingan, saling melengkapi dalam penyediaan pendidikan teologis yang mendalam. Biblicum terkenal sebagai pusat unggulan untuk studi Alkitab, dan banyak mahasiswa Gregoriana mengambil mata kuliah di sana untuk memperdalam pemahaman mereka tentang teks-teks suci.Selain program-program akademisnya yang unggul, Gregoriana menarik mahasiswa dari seluruh dunia. Tidak hanya para imam atau religius yang belajar di sini, tetapi juga banyak awam yang mencari pendidikan teologi dan humaniora dari sudut pandang Katolik. Mahasiswa datang dari lebih dari 130 negara, menjadikan universitas ini sebagai melting pot bagi intelektual Katolik global.Yesuit dan PendidikanUniversitas Gregoriana dikelola oleh para Yesuit, kelompok religius yang didirikan oleh Santo Ignatius dari Loyola pada tahun 1540. Sejak awal, misi Yesuit adalah “menemukan Tuhan dalam segala hal,” dan mereka melaksanakan misi ini dengan mendirikan institusi pendidikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.Di Indonesia, Yesuit mengelola sejumlah institusi pendidikan bergengsi seperti Kolese Kanisius di Jakarta, Universitas Sanata Dharma di Yogyakarta, dan Universitas Katolik Parahyangan di Bandung. Para Yesuit dikenal karena dedikasi mereka dalam menyediakan pendidikan berkualitas yang memadukan pengetahuan dengan nilai-nilai kemanusiaan.Nostalgia 25 Tahun yang LaluMenginjakkan kaki kembali di kampus Gregoriana setelah 25 tahun membawa penulis pada berbagai kenangan masa lalu. Seolah-olah baru kemarin berjuang memahami bahasa Italia dalam waktu singkat—hanya tiga bulan sebelum akhirnya bisa mengikuti perkuliahan di sini. Hingga hari ini, universitas ini menggunakan lima bahasa resmi dalam perkuliahannya: Italia, Latin, Inggris, Spanyol, dan Prancis. Ini mencerminkan semangat internasional dari Gregoriana, yang terbuka untuk semua bangsa dan budaya.Bangunan universitas sendiri hampir tidak berubah, dengan arsitektur klasik yang tetap berdiri kokoh. Aula, ruang kelas, dan perpustakaan semuanya masih seperti dahulu. Namun, di sanalah letak keindahannya—setiap sudut membawa cerita dan kenangan, baik saat belajar maupun bercanda dengan teman-teman dari berbagai negara. Penulis teringat saat-saat berkumpul di perpustakaan, atau sekadar bersenda gurau di kantin dengan rekan-rekan yang kini telah menjadi pemimpin di berbagai bidang. Pengalaman Tak Terlupakan dan Makna KembaliMeski bangunan fisik tetap sama, hal yang berubah adalah komunitas manusia di dalamnya. Sayangnya, tidak ada satu pun profesor dari masa penulis masih mengajar di sini. Namun, hal itu tidak mengurangi makna dari kunjungan ini. Berjalan-jalan di sekitar kampus, berbicara dengan mahasiswa baru, serta merasakan semangat akademik yang masih hidup adalah pengalaman yang membangkitkan perasaan bangga. Ada kebanggaan tersendiri menjadi alumni universitas yang telah memberikan begitu banyak kontribusi bagi dunia dan gereja.Kembali ke Gregoriana setelah 25 tahun adalah pengingat tentang perjuangan, pembelajaran, dan bagaimana pengalaman itu telah membentuk diri menjadi pribadi yang sekarang. Ini bukan sekadar nostalgia, melainkan refleksi tentang bagaimana pendidikan di universitas ini tidak hanya membekali dengan pengetahuan, tetapi juga dengan kemampuan untuk memahami dunia dan menghubungkan iman dengan kehidupan sehari-hari.Bagi penulis, Gregoriana bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga tempat menempa nilai-nilai hidup. Sebuah pengalaman yang, meski waktu telah berlalu, tetap membawa kebahagiaan dan makna yang mendalam.

Leave a comment