Polisi Ungkap Alasan Massa Bubarkan Paksa Diskusi FTA di Kemang
Diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9) kemarin dibubarkan paksa kelompok massa tak dikenal.
Diskusi dihadiri oleh Din Syamsudin, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Said Didu, eks Danjen Kopassus Soenarko, Marwan Batubara, Rizal Fadhilah. Selain itu ada juga Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti yang merupakan Ketua dan Sekjen Forum Tanah Air.
Menurut Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Djati Wiyoto, para pelaku tak terima diskusi diadakan tanpa izin.
Djati menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada pagi hari itu. Menurutnya, semua berawal dari unjuk rasa tandingan yang menolak adanya diskusi tersebut. Selain tak mengantongi izin, para pelaku aksi berdalih diskusi ini dapat memecah belah bangsa.
“Berawal dari aksi unjuk rasa kemarin siang dari kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Forum Cinta Tanah Air sekitar 30 orang. Mereka melakukan aksi menuntut untuk membubarkan kegiatan diskusi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan Diaspora dengan alasan tidak ada izin, memecah belah persatuan dan kesatuan dan sebagainya,” ujar Djati di Polda Metro Jaya, Minggu (29/9).
Menurut Djati, saat itu sempat terjadi aksi dorong-dorongan hingga berdesak-desakan massa unjuk rasa dengan polisi di depan hotel.
“Dari aksi unjuk rasa itu, petugas kami dari Polsek Mampang melakukan kegiatan pengamanan. Di situ terjadi juga desak-desakan, saling dorong mendorong, mereka akan masuk ke dalam gedung,” jelasnya.
“Jadi, sempat benturan juga dengan petugas kami yang melaksanakan kegiatan pengamanan pada saat itu,” sambung dia.
Ia pun mengaku bahwa pihak kepolisian yang mengamankan demo sempat lakukan upaya negosiasi.
“Namun, pada saat kegiatan pengamanan dilakukan, kami sempat juga bernegosiasi dengan penanggungjawab aksi unjuk rasa, dengan penanggungjawab kegiatan yang ada di dalam gedung,” jelasnya.
Mereka sempat mencapai kesepakatan yakni mempercepat jalannya diskusi.
“Di situ sudah bernegosiasi, dengan kesepakatan untuk bisa dipercepat kegiatan yang ada di dalam. Sehingga, kita bisa untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa yang sedang berjalan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat,” tuturnya.
Namun, kesepakatan itu tidak diindahkan. Tiba-tiba beberapa orang masuk ke dalam ruang diskusi untuk memaksa diskusi bubar.
Mereka lolos dari penglihatan pengamanan polisi karena polisi saat itu terfokus pada aksi unjuk rasa di depan hotel.
“Tiba-tiba, dari belakang gedung hotel sekitar 10-15 orang, merangsek masuk dari pintu belakang menuju ruang diskusi. Jadi pada saat itu anggota kami masih terfokus di depan hotel melaksanakan kegiatan pengamanan aksi unjuk rasa,” jelas Djati.
Para pelaku yang memaksa masuk itu sempat ditahan oleh keamanan hotel. Namun, petugas hotel tak berdaya untuk menahan mereka semua. Bahkan, satpam hotel sampai ada yang mendapatkan kekerasan.
“Karena petugas tidak seimbang, sehingga masa berhasil masuk ke dalam melakukan perusakan pencabutan baliho yang ada di dalam,” ujar Djati.
Setelah mendengar kejadian itu, petugas kepolisian langsung menuju pintu belakang. Menurut Djati, saat itu polisi membutuhkan waktu karena jarak pintu depan dan belakang sekitar 100 meter.
“Saat itu baru selesai kegiatan massa itu yang melakukan pencabutan dan perusakan dan pembubaran itu keluar,” jelas Djati.
“Itu kronologi kejadiannya,” sambung dia.
Saat ini Dirreskrimum Polda Metro Jaya telah menetapkan dua orang menjadi tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah FEK dan GW. Sementara, tiga orang lainnya juga ikut diamankan.