WNA China Gasak Tambang Emas 774 Kg di Kalimantan: Bikin RI Rugi Rp1 Trilun, Begini Modusnya
JAKARTA, KOMPAS.TV – Penambangan emas ilegal yang dilakukan warga negara asing (WNA) China berinisial YH di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,020 triliun.
Dikutip dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kerugian tersebut berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg.
Modus yang digunakan WNA China tersebut dalam melancarkan aksinya, yakni dengan memanfaatkan lubang pada wilayah tambang berizin.
“Pelaku melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau tunnel pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan, namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal,” demikian keterangan Kementerian ESDM, dikutip Sabtu (28/9/2024).
“Setelah dilakukan pemurnian, hasil emas dibawa keluar dari terowongan tersebut dan kemudian dijual dalam bentuk ore (bijih) atau bullion emas,” ucapnya.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, mengungkapkan volume batuan bijih emas tergali sebanyak 2.687,4 m3.
Batuan ini berasal dari koridor antara Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan RKAB untuk produksi tahun 2024-2026.
Baca Juga: Garap Tambang Ilegal, WNA Asal Korea Ditangkap
Dari uji sampel emas di lokasi pertambangan, hasil kandungan emas di lokasi tersebut memiliki kadar yang tinggi (high grade). Sampel batuan mempunyai kandungan emas 136 gram/ton, sedangkan sampel batu tergiling mempunyai kandungan emas 337 gram/ton.
Sementara itu, dari fakta pesidangan juga terungkap merkuri atau air raksa (Hg) digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dalam pengolahan pertambangan emas ini.
“Dari sampel hasil olahan, ditemukan Hg (mercuri) dengan kandungan cukup tinggi, sebesar Hg 41,35 mg/kg,” ujarnya.
Atas perbuatannya tersebut, pelaku terancam hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 miliar.
Kementerian ESDM menyebut saa ini, Kejaksaan Negeri Ketapang masih terus mengembangkan perkara pidana dalam undang-undang lain.
Baca Juga: Rincian Korupsi Timah Mencapai Rp271 T, dari Zat Kimia hingga Tambang Ilegal