Apa Itu Zaken Kabinet yang Akan Dibentuk Prabowo?
KOMPAS.com – Presiden terpiliih periode 2024-2029, Prabowo Subianto berencana membuat kabinet zaken dalam pemerintahannya.
Juru bicara Partai Gerindra, Ahmad Muzani menuturkan, Prabowo berharap kabinetnya kelak diisi para menteri yang ahli di bidangnya, bukan hanya representasi partai politik (parpol).
“Pak Prabowo ingin ini adalah sebuah pemerintahan zaken kabinet, di mana yang duduk adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, meskipun yang bersangkutan berasal atau diusulkan dari parpol,” kata Muzani, diberitakan Kompas.com, Jumat (13/9/2024).
Muzani menambahkan, pembentukan kabinet zaken dilakukan supaya sebuah kementerian benar-benar dipimpin orang yang ahli dan relevan dengan bidangnya.
Menurut dia, parpol dalam Koalisi Indonesia Maju sudah mengajukan nama yang dicalonkan sebagai menteri. Nantinya, usulan itu akan dipertimbangkan sebelum diputuskan.
Lalu, apa itu kabinet zaken yang ingin dibentuk Prabowo Subianto dalam pemerintahannya?
Baca juga: Bocoran Kabinet Prabowo: Menteri Lulusan Taruna Nusantara, Harus Berintegritas, dan Punya Kompetensi
Pengertian kabinet zaken
Dikutip dari buku Sistem Politik Indonesia Volume 1 (1990) karya Sukarna, kabinet zaken adalah kabinet dari suatu pemerintahan yang terdiri dari para ahli yang mempunyai keahlian pada bidang tertentu.
Sementara A. Syaifudin dalam bukunya Kamus Pancasila: Istilah dan Teori (1991) menuliskan, para ahli dalam zaken kabinet dipilih tanpa mempertimbangkan keterlibatan politis mereka.
Namun, Djody Gondokusumo melalui Buku Peladjaran tentang Hukum Tatanegara Republik Indonesia (1953) menyebut, para ahli dari kabinet zaken biasanya tidak terikat parpol.
Meski begitu, ada juga ahli dalam kabinet yang merupakan anggota parpol. Namun, mereka mendapat posisi sebagai menteri karena keahlian yang dimiliki.
Rukmana Amanwinata dalam Kamus Istilah Tata Negara (1985) menambahkan, zaken kabinet atau kabinet ahli dibentuk tanpa campur tangan DPR. Kabinet ini bertanggung jawab kepada presiden.
Para ahli dalam kabinet zaken yang juga dikenal sebagai kabinet karya bertugas menyelenggarakan konsitusi dalam pemerintah.
Baca juga: Isi RUU Kementerian Negara, Kabinet Prabowo Bisa Lebih dari 34 Menteri
Kabinet zaken dalam sejarah Indonesia
Dilansir dari jurnal Menapaki Jalan Konsitusional Menuju Zaken Cabinet: Ikhtiar Mewujudkan Pemerintah Berkualitas Konstitusi (2020) karya Novendri M. Nggilu dan Fence M. Wantu, Indonesia dinilai pernah memiliki beberapa kabinet zaken sepanjang sejarah.
1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir di bawah Perdana Menteri Mohammad Natsir yang dibentuk pada 6 September 1950 kerap dikaitkan dengan kabinet zaken.
Kabinet ini memiliki menteri berkeahlian tertentu. Misalnya, Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara serta Menteri Perdagangan dan Perindustrian Soemitro Djojohadikusumo.
Kabinet ini dinilai sukses meningkatkan devisa negara dan mengontrol inflasi. Hubungan politik luar negeri pun terjalin dengan pembentukan gerakan non-blok. Kabinet Natsir juga berhasil mengembalikan Irian Barat ke Indonesia.
Namun, Natsir bersitegang dengan Presiden Soekarno karena ingin pembubaran Uni Indonesia-Belanda dibahas dalam rapat kabinet, bukan parlemen. Sayangnya, banyak parpol menarik menterinya sehingga terjadi krisis polifik. Natsir pun mengundurkan diri pada 27 April 1951.
2. Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo (3 April 1952-30 Juli 1953) juga dinilai identik dengan kabinet zaken. Sebab, banyak menterinya berasal dari kalangan profesional.
Contohnya, Menteri Perhubungan Djuanda Kartawidjaja serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bahder Djohan.
Meskipun juga diisi orang parpol, kabinet ini mempertimbangkan kemampuannya sesuai dengan bidang yang diurus.
Kabinet ini menjalankan lima program yaitu melaksanakan pemilihan umum, meningkatkan kemakmuran rakyat, menciptakan keamanan dalam negeri, memperjuangkan Irian Barat, serta melaksanakan politik luar negeri bebas aktif.
Sayang, persoalan gerakan separatisme mewarnai pemerintahan Kabinet Natsir dan Kabinet Wilopo. Akhirnya, Wilopo juga mengembalikan mandatnya ke Presiden Soekarno pada 2 Juni 1953.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957, Apa Saja Isinya?
3. Kabinet Djuanda
Presiden Soekarno kemudian memberikan mandat kepada Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja memimpin kabinet pada 9 April 1957. Sebagai orang nonparpol, Djuanda menjalankan kabinet zaken.
Kabinet Djuanda yang beranggotakan wakil menteri Hardi, Idham Chalid, dan Leimena ini berhasil mengatur batas perairan nasional Indonesia, membentuk Dewan Nasional, serta mengadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi krisis dalam negeri.
Namun, Kabinet Djuanda kemudian bubar karena kegagalan Konstituante menyusun Undang-Undang Dasar baru dan keluar Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959.
4. Kabinet Reformasi Pembangunan
Setelah masa Presiden Soekarno, pemerintahan Indonesia dominan dipimpin oleh menteri yang berasal dari parpol. Namun, hal berbeda tampak dari Kabinet Reformasi Pembangunan (23 Mei 1998-20 Oktober 1999).
Presiden B.J Habibie membentuk kabinet berisi 36 menteri dengan komposisi 27 kalangan profesional dan sembilan politikus.
Ini berarti presentasi menterinya yang berasal dari pakar sebanyak 75 persen. Angka itu masuk ke dalam kisaran 60-75 persen menteri dari kalangan independen atau politikus yang membuat suatu kabinet diidentifikasi sebagai kabinet zaken.
Selain Habibie, Kabinet Persatuan Nasional di bawah Presiden Abdurahman Wahid memiliki 54 menteri dengan 29 ahli dan 25 persen politikus. Presentasenya 53,7 persen.
Kabinet Gotong Royong dari Presiden Megawati Soekarnoputri berisi 17 menteri independen dan 15 politikus dengan presentase 53,1 persen.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki 43 menteri di Kabinet Indonesia Bersatu serta 51 menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Presentase menteri ahli dan politikus yakni 44,2 persen dan 49 persen.
Kabinet Kerja dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat per 2020 memiliki total 52 menteri yang terdiri dari 29 ahli dan 23 politikus. Presentasenya 55,8 persen.
Karena kabinet lain baru memiliki menteri yang berasal dari pakar dengan presentase 44-55 persen, belum ada lagi presiden yang memiliki kabinet zaken dalam pemerintahannya.