3 Survei Elektabilitas Terbaru Pilkada DKI: Ridwan Kamil,Pramono and Dharma,Terjawab Cagub Terkuat
TRIBUNNEWSMAKER.COM – Inilah hasil survei elektabilitas terbaru Pilkada Jakarta 2024. Ridwan Kamil, Pramono Anung dan Dharma Pongrekun. Terjawab calon Gubernur terkuat.
Tiga calon Gubernur akan bersaing di Pilkada Jakarta 2024, mereka adalah Ridwan Kamil, Pramono Anung dan Dharma Pongrekun.
Terkini, pengamat politik Ujang Komaruddin mengingatkan fenomena unik di Jakarta.
Baca juga: Tanggapan Mengejutkan Dedi Mulyadi soal Elektabilitasnya Ungguli Ahmad Syaikhu & Acep Adang di Jabar
Berdasarkan hasil lembaga survei Proximity Indonesia, calon gubernur Ridwan Kamil menempati posisi teratas di Pilkada Jakarta 2024.
Elektabilitas mantan Gubernur Jawa Barat itu mencapai 56 persen.
Kemudian, Pramono Anung menempati posisi kedua dengan elektabilitas 24,40 persen.
Posisi terakhir ditempati Dharma Pongrekun dengan elektabilitas yang cuma 3,30 persen.
Meskipun Ridwan Kamil menempati posisi teratas, Ujang Komaruddin meminta jagoan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus itu mewaspadai fenomena unik di Jakarta.
Dimana, paslon yang memiliki elektabilitas tinggi justru kalah.
Fauzi Bowo pernah mengalami fenomena unik ini saat kalah dari Joko Widodo di Pilkada Jakarta 2012.
Kemudian, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok yang kalah dari Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2017.
Padahal saat itu, elektabilitas Fauzi Bowo dan Ahok yang merupakan petahana jauh lebih tinggi dibandingkan kandidat lainnya.
Ujang fenomena ini terjadi lantara sosok Jokowi di tahun 2012 dan Anies di 2017 bisa memikat akar rumput pemilih di Jakarta.
Fenomena ini pun dikhawatirkan terjadi pada Ridwan Kamil di mana saat ini elektabilitasnya, tinggi namun dalam beberapa kesempatan kehadirannya justru ditolak oleh warga Jakarta.
Pengamat dari Universitas Al-Azhar ini mencontohkan saat Ridwan Kamil berziarah ke Makam Mbah Priok di Tanjung Priok, Jakarta Utara beberapa waktu lalu.
Belum lagi kasus penolakan warga saat Ridwan Kamil berkunjung ke Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur belum lama ini.
Hal inilah yang disebut Ujang, masih menjadi pekerjaan rumah Ridwan Kamil dan timnya.
“Kalau bisa terus konsisten dengan survei makin tinggi, lalu dekat warga Jakarta, makin diterima warga Jakarta ya bisa jadi menang,” tutur Ujang, Sabtu (14/9/2024).
“Bila Ridwan Kamil bisa mempertahankan elektabilitas di atas 50 persen, bukan mustahil bisa menang satu putaran,” sambungnya.
Tetapi, Ujang memprediksi Pilkada Jakarta 2024 belum tentu berjalan satu putaran.
Melihat situasi politik di Jakarta yang masih sangat dinamis, menurutnya segala kemungkinan bisa saja terjadi.
Apalagi, masih ada waktu kurang lebih dua bulan lebih sampai hari pencoblosan di tanggal 27 November mendatang.
“Pilkada Jakarta bisa jadi dua putaran. Harus dilihat dulu survei terakhir di awal November berapa elektabilitas masing-masing paslon,” kata Ujang.
Ujang menilai tiga paslon yang akan bersaing di Pilkada Jakarta 2024 harus memenuhi empat komponen untuk bisa memenangkan kontestasi politik tingkat daerah itu, yaitu popularitas, elektabilitas, eksistensi, dan akseptabilitas.
Sampai saat ini pun disebut Ujang, belum ada satupun paslon yang bisa melengkapi empat komponen tersebut.
Namun, ia mengakui Ridwan Kamil sudah unggul dari kandidat lain soal popularitas, elektabilitas, dan eksistensi.
Aspek akseptabilitas ini yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Ridwan Kamil supaya eks Gubernur Jawa Barat itu bisa mengunci kemenangan satu putaran di Pilkada Jakarta 2024.
“Untuk mengukur kemenangan itu memang dengan elektabilitas tinggi. Tapi walaupun elektabilitas tinggi, belum tentu menang, ada beberapa variabel lain yang perlu dipenuhi,” ujarnya.
Selain itu, Ujang menilai Ridwan Kamil belum tentu menang mudah meskipun elektabilitas mengungguli pesaing lainnya.
Ia pun mengingatkan fenomena unik di Jakarta, dimana biasanya paslon dengan elektabilitas tinggi justru gagal menang.
“Walaupun elektabilitas tinggi belum tentu menang mudah. Di daerah lain yang elektabilitas tinggi juga ada yang kalah,” ucapnya.
Akademisi Universitas Al-Azhar ini pun menyebut, ada empat faktor yang harus diperhatikan Ridwan Kamil bila ingin menang di Pilkada Jakarta.
Pertama terkait popularitas, elektabilitas, eksistensi, dan terakhir ialah akseptabilitas. Dari ketiga faktor ini, Ujang menilai, Ridwan Kamil punya pekerjaan rumah terkait dengan akseptabilitas.
“Akseptabilitas ini penerimaan publik, warga Jakarta. Kalau ada penolakan ya harus didekati,” kata Ujang.
Hal ini dikatakan Ujang merujuk pada dua peristiwa penolakan warga terhadap Ridwan Kamil, yaitu saat kunjungannya ke Jatinegara, Jakarta Timur dan saat eks Gubernur Jawa Barat ini berziarah ke Makam Mbah Priok di Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Belum lagi sikap antipati yang terus ditunjukkan oleh kelompok suporter Persija Jakarta, Jakmania lantaran selama ini Ridwan Kamil identik dengan musuh bebuyut mereka, Persib Bandung dan Bobotoh.
“Ridwan Kamil ini bisa menang, bisa tumbang. Meski elektabilitas tinggi, tapi bisa juga kalah. Jadi, tergantung Ridwan Kamil bisa mendekati warga Jakarta atau tidak agar tidak ada penolakan lagi. Ini sangat penting menurut saya,” tuturnya.
Mitos di Jakarta
Senada dengan Ujang Komaruddin, pengamat politik Hendri Satrio juga mengungkap mitos seputar survei di Pilkada Jakarta 2026.
Terbukti, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tumbang di tangan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta 2017. Lalu, Fauzi Bowo alias Foke menyerah oleh Joko Widodo alias Jokowi di Pilkada Jakarta 2012.
Hendri Satrio menilai selama ini belum pernah calon yang mempunyai elektabilitas tinggi dalam survei dapat memenangkan Pilkada Jakarta.
“Dulu Fauzi Bowo pas 2012 itu surveinya tinggi, kalah sama Jokowi. Ahok juga sama, 2017 memiliki survei tinggi, tumbang oleh Anies, jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta,” ujar Hendri Satrio, Sabtu (7/9/2024).
Hendri Satrio lalu mengingatkan sejarah mengenai pentingnya basis akar rumput di Jakarta. Pasalnya, sejarah tersebut terbukti sejak Pilkada Jakarta digelar secara langsung pada tahun 2007.
Dimana, cuma satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan kompetisi.
“Hanya satu kali paslon yang didukung banyak parpol memenangkan Pilkada Jakarta, yaitu saat Fauzi Bowo mengalahkan Adang Daradjatun dari PKS di tahun 2007,” jelas dia.
“Sisanya? Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012, namun Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan NasDem,” lanjutnya.
Sementara, Pilkada Jakarta 2024 pun kembali membuktikan bahwa belum pernah ada petahana yang bisa memenangkan kontestasi kursi gubernur di Jakarta.
Ia mencontohkan Anies yang kini tidak berhasil mendapatkan tiket untuk mempertahankan posisinya sebagai petahana.
“Pilkada Jakarta 2024 ini pun membuktikan bahwa mitos soal incumbent kembali terjadi, Anies yang terhitung incumbent kini tak bisa mendapatkan tiket, pada akhirnya sampai saat ini belum pernah ada yang memimpin Jakarta dua periode,” kata Hensat.
Hensat pun mengingatkan para calon gubernur yang akan berkontestasi di Pilkada Jakarta agar menawarkan program-program yang rasional untuk masyarakat.
Sebab, warga Jakarta terkenal kritis dan realistis terhadap pemimpinnya.
“Warga Jakarta ini sadis, maunya banyak dan saking rasional, warga Jakarta bisa ketawa sama program dari calon gubernur yang dianggap tidak realistis,” kata Hensat.
Ia pun mengatakan, hingga kini dari ketiga paslon Pilkada Jakarta, masih sulit untuk menentukan siapa yang lebih unggul elektabilitasnya antara Pramono Anung-Rano Karno dan Ridwan Kamil-Suswono.
Sedangkan, Hendri Satrio menilai Dharma Pongrekun-Kun Wardhana masih membutuhkan waktu untuk mengejar elektabilitas kedua paslon tersebut.
“Tapi kalau secara popularitas, saya masih melihatnya Pramono Anung-Rano Karno unggul di Jakarta, karena faktor Rano Karno, tapi kita lihat ke depannya nanti seperti apa” kata Hensat
Hasil Survei Pilkada Jakarta 2024:
1. Proximity Indonesia
Dalam survei teranyar yang diterbitkan Proximity Indonesia pada periode 30 Agustus-6 September 2024, elektabilitas Ridwan Kamil berada di urutan teratas dengan 56 persen.
Kemudian, Pramono Anung di posisi kedua dengan 24,40 persen dan Dharma Pongrekun di urutan buncit dengan 3,30 persen.
Untuk elektabilitas pasangan cagub-cawagub, pasangan Ridwan Kamil-Suswono unggul dengan persentase tertinggi sebesar 56,50 persen.
Disusul Pramono Anung-Rano Karno 24,5 persen dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto 3,10 persen.
Kendati secara keseluruhan, hasil survei ini menunjukkan pasangan RK-Suswono unggul, CEO Proximity Indonesia Whima Edy Nugroho menyebut, elektabilitas Pramono-Rano tak bisa disepelekan.
“Pasangan Pramono Anung dan Rano Karno membuat kejutan dengan elektabilitas yang berhasil menembus angka 24,5 persen,” ucapnya saat rilis hasil survei, Senin (9/9/2024).
Meski masa sosialisasi mereka relatif singkat sejak pendaftaran, namun Whima menilai, capaian pasangan yang diusung PDIP ini terbilang cukup mengesankan dan masih ada peluang untuk mengejar ketertinggalan sampai waktu pemungutan suara di akhir November mendatang.
“Peluang bagi mereka untuk terus meningkatkan dukungan masih terbuka lebar, terutama jika mereka semakin aktif turun ke lapangan, bertemu langsung dengan masyarakat, dan memperkuat interaksi dengan kelompok masyarakat,” kata dia.
2. Survei PSG
Sementara itu, Political Strategy Group (PSG) memprediksi Pilkada Jakarta 2024 bakal berlangsung dua putaran.
Prediksi tersebut berkaca pada Pilgub Jakarta 2017 yang diikuti tiga pasang calon.
Pada Pilkada Jakarta 2024 ini, ada tiga pasang calon yang akan bertarung yakni Pramono Anung-Rano Karno, Ridwan Kamil-Suswono, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
Chairman PSG, Luki Hermawan mengatakan, Jakarta adalah provinsi yang akan selalu istimewa atas sejarahnya, penduduknya, dinamika sosial-politiknya, dan budaya metropolitannya serta selalu menjadi perhatian publik.
“Perhelatan Pilkada Jakarta di akhir November nanti akan menjadi titik penentu sejarah Jakarta segera setelah melepas statusnya sebagai Daerah Khusus Ibukota,” ucap Luki di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9/2024).
Dalam kesempatan yang sama Kepala Peneliti PSG, Ahsan Ridhoi menerangkan bahwa Jakarta memang tak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Namun, Ahsan menyebut berdasarkan pengalaman Pilkada Jakarta sebelumnya kemungkinan dua putaran masih terbuka.
“Dan ada tiga calon, ada kemungkinan dua putaran. Karena kita juga punya pengalaman di 2017 tiga pasang kandidat itu dua putaran,” kata Ahsan.
Ahsan lantas membeberkan hasil survei yang dilakukan pihaknya yang digelar periode 6-15 Agustus 2024.
Dalam survei ini sebanyak 39 persen responden memilih mendukung Anies Baswedan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok 22 persen, dan Ridwan Kamil 15 persen.
“Artinya, warga Jakarta pada dasarnya cenderung menginginkan mantan gubernurnya itu kembali memimpin mereka,” ujarnya.
Dia menegaskan, hal tersebut juga berkorelasi dengan angka kepuasan masyarakat terhadap Anies dan Ahok.
Dimana, pendukung Anies Baswedan atau Anak Abah dan Ahok menjadi penentu kemeangan di Pilkada Jakarta.
“Jadi kenangannya manis kayaknya dengan Pak Anies, dengan Pak Ahok. Jadi mereka lebih (dipilih) kembali, sementara Ridwan Kamil itu hanya terbatas di 15 persen,” ucap Ashan.
Menurutnya, pemilih loyal Ridwan kamil sebenarnya sangat kecil ketika dihadapkan dengan Anies dan Ahok.
“Yang fans RK (Ridwan Kamil) ini kira-kira ya hampir 20 persen dari populasi Jakarta,” ungkap Ahsan.
Namun, dia menyadari bahwa yang resmi mendaftar sebagai calon gubernur ke KPUD Jakarta hanya Ridwan Kamil.
Ahsan menjelaskan, dalam survei head to head Anies kemungkinan menang satu putaran melawan Ridwan Kamil.
Berbeda ketika berhadapan dengan Ahok, selisih suara antara Ridwan Kamil dan Ahok tak terlalu jauh.
Di sisi lain, terdapat 58 persen responden kemungkinan akan memilih Ridwan Kamil, tetapi tergantung lawannya. Dari 58 persen itu, hanya 19 persen yang menyatakan loyal kepada Ridwan Kamil dan tak berpindah dukungan.
Sementara, 42 persen responden memastikan tak akan mendukung Ridwan Kamil siapapun lawannya.
Karenanya, kata Ahsan, penantang Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta bisa memanfaatkan 42 responden tersebut.
“Artinya ada banyak swing voter yang bisa digali,” ungkapnya.
Survei yang dilakukan PSG digelar sebelum pendaftaran pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta.
Sehingga saat itu belum diketahui pasti siapa calon yang akan diusung partai politik dalam Pilkada Jakarta 2024.
Penarikan sampel survei tersebut menggunakan metode multistage random sampling.
Jumlah sampel dalam survei ini sebanyak 1.540 orang.
Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.540 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error–MoE) sekitar ±2,7 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
PSG sendiri merupakan lembaga think-tank dan advisory politik kebijakan, politik elektoral, dan politik pemerintahan.
PSG bermitra dengan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
3. Survei SMRC
Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC merilis hasil survei terkait Pilkada Jakarta 2024.
Salah satunya survei simulasi dua nama, yakni Anies Baswedan head to head atau jika saling berhadapan dengan Ridwan Kamil atau RK.
Peneliti SMRC, Deni Irvani menyebut, untuk hasil survei tersebut Anies meraih elektabilitas mencapai 42,8 persen, sementara RK meraih elektabilitas 34,9 persen, dan responden yang tidak menjawab pada simulasi ini ada 22,3 persen.
“Persaingan dengan Ridwan Kamil yang hampir pasti akan maju lewat KIM (Koalisi Indonesia Maju) ini juga menarik, Anies cenderung unggul dengan jarak sekitar 8 poin. walaupun masih ada undicided yang besar,” kata Peneliti SMRC Deni Irvani, dalam konferensi pers secara daring, Minggu (18/8/2024).
“Jadi memang kalau kita lihat sampai survei ini dilakukan, ketika survei dilakukan, Anies tentunya punya kans yang cukup kuat untuk bisa mendapat suara yang signifikan di dalam Pilgub,” imbuhnya.
Sementara jika simulasi dua nama antara Anies dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, hasil survei menunjukkan Anies unggul tipis.
Di mana Anies mendapatkan elektabilitas 37,8 persen, sementara Ahok 34,3 persen, dan responden yang tidak menjawab pada simulasi ini 28 persen.
“Anies lawan Ahok, kondisinya Anies sedikit di atas, walaupun secara statistik selisih itu juga tidak siginifikan. Tapi ini juga tidak mengejutkan karena dulu juga menang melawan ahok, dan undecided-nya masih cukup besar,” jelasnya.
Begitu juga jika head to head dengan Kaesang Pangarep, Anies mendapat elektabilitas lebih tinggi.
Anies meraih elektabilitas 46,5 persen, sedangkan Kaesang meraih 15 persen, dan ada 38,5 persen responden yang tidak menjawab pada simulasi ini.
“Selisihnya 31 persen lebih. ini selisih yang signifikan,” ujarnya.
“Kaesang kekuatan elektoralnya lebih rendah ketimbang dua calon tadi (RK dan Ahok) di Jakarta,” katanya.
Sebagai informasi, Survei SMRC ini menggunakan metode double sampling. Survei dilakukan pada 8 – 12 Agustus 2024. Saat itu, KPU Jakarta belum membuka pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Adapun sampel sebanyak 500 responden dipilih secara acak dari database sampel survei tatap muka yang telah dilakukan SMRC sebelumnya.
Jumlah proporsional menurut kabupaten/kota untuk mewakili pemilih Jakarta.
Margin of error survei diperkirakan +/-4.5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen, asumsi simple random sampling.
(TribunNewsmaker.com/TribunJakarta.com)