Informasi Terpercaya Masa Kini

Skywalkers: Kisah pasangan tak takut mati yang memanjat gedung-gedung tertinggi dunia

0 12

Skywalkers, sebuah film dokumenter Netflix yang dirilis pada Juli lalu, mendokumentasikan Angela Nikolau dan Ivan Beerkus mempertaruhkan nyawa demi ‘seni’ di atas gedung-gedung tertinggi di dunia.

Pasangan muda itu saling berhadapan di bawah sinar matahari pagi. Sang pria bergerak untuk mengangkat pasangannya yang ragu-ragu.

“Jangan khawatir, ada aku,” kata pria itu meyakinkan, lalu mengangkat sang perempuan di atas kepalanya, seperti pose yang dipopulerkan oleh film Dirty Dancing.

Momen romantis itu kini disiarkan ke seluruh dunia dalam film dokumenter Netflix berjudul Skywalkers: A Love Story.

Namun bulu kuduk penonton berdiri karena adegan itu berlangsung di puncak gedung setinggi 678,9 meter, di atas menara yang lebarnya hanya 1,8 meter.

Jika Ivan Beerkus lengah, Angela Nikolau bisa jatuh ke jurang setinggi seratus lantai di bawahnya. Mereka bisa jatuh bersama-sama.

Film yang menceritakan kisah pasangan rooftoppers (sebutan untuk aktivitas memanjat bangunan tanpa peralatan keselamatan) dari Rusia ini penuh dengan momen menegangkan. Penonton seperti ikut merasakan bahaya kehilangan pijakan, di tempat tinggi yang jauh dari atas tanah.

Nikolau dan Beerkus adalah “pasangan” pertama dan yang paling terkenal dari “hobi” ini. Terutama, setelah mereka mengaku secara ilegal memasuki dan memanjat puncak gedung tertinggi kedua di dunia—menara Merdeka 118 di Malaysiapada bulan Desember 2022 dan mengunggah bukti videonya.

Film Skywalkers berisi perjalanan memanjat gedung pencakar langit, tapi Nikolau dan Beerkus juga menampilkan seni visual dan kegilaan yang mewujud dalam keinginan mereka untuk mengambil risiko.

Mereka memanjat crane tertutup es yang tergantung tinggi di atas kota, menikmati matahari terbenam dan pemandangan kota dari sudut pandang menakjubkan yang jarang dilihat orang lain.

Mereka mendapat pujian atas film dokumenter tersebut karena “sinematografinya yang ekstrem” dan juga karena sebagian besar rekaman drone adalah milik mereka.

Tidak heran gambar pertama yang akan Anda lihat adalah peringatan bahwa “film ini berisi aktivitas yang sangat berbahaya dan ilegaljangan coba-coba menirunya”.

Cerita yang disutradarai bersama oleh Jeff Zimbalist dari Amerika Serikat dan Maria Bukhonina dari Rusia ini dimulai dengan cerita saat pasangan itu masih remaja dan bagaimana mereka mulai memanjat.

Rooftopping telah menjadi subkultur sejak tahun 1990-an. Zimbalist mengatakan bahwa ia melakukannya di AS saat masih muda. Ivan Beerkus yang berusia 30 tahun mulai mencoba pada tahun 2010-an di Moskow yang sedang menjadi tren.

Beberapa momen yang paling terasa familiar dalam film ini adalah saat orang tua Beerkus memohon padanya untuk mencari pekerjaan yang “stabil”.

Beerkus mengatakan dalam dokumenter tersebut, “semakin tinggi saya berada, semakin mudah untuk bernapas.” Menurutnya, pencarian sensasi adalah bagian dari identitasnya. “Saya jadi terinspirasi, dan mendapat motivasi untuk hidup,” katanya. “Begitu saya menemukannya, rasanya sangat alami,” katanya.

Angela Nikolau adalah putri seorang pemain sirkus. Dia bersekolah di sekolah seni. Munculnya Instagram dan kemudian TikTok memberi para rooftoppers platform yang berpotensi menguntungkan untuk mengunggah video. Namun dia menegaskan bahwa aktivitas mereka lebih dari sekadar klik dan ketenaran di media sosial.

“Berdiri di atap adalah bentuk seni saya,” katanya kepada BBC.

“Saya termotivasi karena menjadi perempuan pertama yang melakukannya. Saya selalu tertarik untuk melakukan sesuatu yang baru di bidang seni.

“Setiap kali kami punya ide, kami mengembangkannya sebagai sebuah karya seni. Saya memilih warna dan apa yang akan saya kenakan. Ivan memilih di mana drone akan terbang dan bagaimana gambar akan diambil. Kami melukis di udara setiap kali melakukannya,” tuturnya.

Dengan kombinasi antara gambar yang luar biasa dan protagonis muda yang menarik, Skywalkers: A Love Story memiliki semua elemen untuk sukses. Seperti film Free Solo tahun 2018 dari National Geographic, tentang upaya pendaki Alex Honnold untuk menaklukkan permukaan batu vertikal setinggi 900 meter di Taman Nasional Yosemite tanpa peralatan keselamatan apa pun.

Lebih jauh ke belakang, film ini mengingatkan kita pada film dokumenter Man on Wire tahun 2008 karya James Marsh, tentang aksi Philippe Petit tahun 1974, yang melakukan akrobat di atas kawat yang digantung di antara Menara Kembar di New York. Kedua film tersebut memenangkan Oscar untuk film dokumenter terbaik serta sukses secara komersial.

Apa yang membuat film tentang orang-orang yang siap mengambil risiko jatuh dari ketinggian dengan sangat menarik bagi kita yang menonton di darat?

“Rasanya seperti naik rollercoaster,” kata Nikolau. “Jika mengendarainya, Anda akan merasakan berbagai emosi. Dan kami pikir film kami akan memberikan emosi semacam itu, karena film ini bukan hanya tentang menaklukkan gedung. Anda akan melihat sisi buruk dan bahayanya, tapi juga hubungan kami yang naik turun,” tuturnya.

“Orang-orang memberi tahu kami bahwa setelah menonton film ini, mereka merasa lebih hidup. Jadi mungkin genre ini memberikan adrenalin seperti rollercoaster – untuk merasa hidup kembali.”

Free Solo juga menjadikan hubungan Honnold dan istrinya, Sanni McCandless, sebagai titik fokus narasi.

Sutradara Skywalkers menyatakan bahwa emosi film adalah yang terpenting: mereka membuat klaim bahwa ini bukan cerita tentang rasa takut jatuh dari ketinggian, tetapi rasa takut jatuh cinta.

Nikolau ditinggalkan oleh ayahnya saat masih kecil. Sering kali, dia juga berjuang untuk mempercayai Beerkus. “Kisah cinta adalah visi kami sejak awal,” kata Zimbalist kepada BBC.

“Ada keinginan yang terpenuhi saat menyaksikan manusia melampaui batas dengan cara yang membuat kita tercengang. Itu menginspirasi. Namun, kami tidak ingin fokus pada tontonan yang menyeramkan, kami ingin mengarahkannya pada rasa takut jatuh cinta dan apa artinya.

“Kami merasa bahwa jika kami dapat mengarahkannya ke sana, kami akan membuat sesuatu yang akan menjangkau penonton yang mungkin tidak tertarik dengan visual film,” tuturnya.

‘Tidak ada gunanya bersembunyi’

Ada banyak hal dalam cerita film ini yang tidak berlatar di atas gedung pencakar langit. Selama tujuh atau delapan tahun pembuatan film, pasangan itu bertemu dan jatuh cinta, lalu meninggalkan Rusia karena invasi Ukraina. Pemblokiran media sosial juga membuat mereka tidak punya penghasilan.

Pandemi Covid-19 menutup industri perjalanan dan menyebabkan mereka kehilangan sponsor. Mereka hidup dengan menjual karya seni mereka kepada kolektor swasta. Mendaki Gedung Merdeka, menurut mereka, hampir menjadi pertaruhan terakhir.

Pekerjaan sebagai rooftopper bukanlah karier yang akan bertahan lama. Film tersebut menunjukkan pasangan tersebut berduka atas anggota komunitas yang telah kehilangan nyawa karena ini.

Angela Nikolau tidak hanya takut untuk percaya: film tersebut menunjukkan dia tampak sungguh-sungguh takut secara selama aksi mereka.

Saat berlatih di Thailand untuk pendakian Gedung Merdeka, Nikolau mengalami serangan panik dan tidak bisa bergerak. Dia mengalami kelumpuhan di sebuah bangunan yang lebarnya bahkan tidak mencapai satu meter.

Penonton merasakan kengerian bersamanya saat Beerkus menggerakkan anggota tubuhnya satu per satu sehingga dia berada dalam posisi duduk, tetapi masih rentan.

Di lain waktu, seperti umumnya pasangan, mereka terlihat bertengkar di atas menara saat memanjat untuk berpose. Nikolau memarahi Beerkus dan berkata, “kamu selalu melakukan ini” dan di lain waktu mengeluh bahwa dia belum mengambil foto kakinya dengan baik.

“Pada awalnya, kami berusaha menunjukkan hubungan yang sempurna dengan kamera,” kata Nikolau. “Tetapi akhirnya, kami terbiasa menghabiskan begitu banyak waktu dengan kru dari pagi buta sampai malam hari. Kami menyadari tidak ada gunanya menyembunyikan apa itu.”

Hubungan mereka nyata, meskipun memang berawal dari pekerjaan komersial.

Tetapi mereka sering dituduh menyebarkan berita atau gambar palsu, termasuk segera setelah pendakian Gedung Merdeka.

“Oh, saya suka para ‘kritikus sofa’ itu,” kata Nikolau menanggapi. “Saya suka saat orang-orang mulai berkata, ‘Itu pasti layar hijau, kelihatan ada ubin dan lantai. Kelihatan itu hasil manipulasi atau dia memakai sabuk pengaman.’

“Komentar-komentar itu justru membuat kami makin banyak dilihat oleh lebih banyak orang secara daring. Saya kini menemukan kegembiraan saat orang-orang menemukan cara baru untuk menuduh kami palsu.”

Pasangan ini, dalam sebagian besar alur film, berbicara dalam bahasa Rusia, tapi terdapat narasi obrolan mereka berbahasa Inggris.

Meskipun ada kejanggalan dalam dokumenter itu, Zimbalist mengatakan bahwa pada dasarnya, Skywalkers adalah film yang disusun secara gerilya.

Sebagian besar dokumentasi yang direkam pasangan itu ilegal, termasuk ketika mereka masuk ke Gedung Merdeka 118. Film dokumenter itu menunjukkan, mereka menghabiskan sekitar 30 jam di dalam gedung, bersembunyi dari pekerja konstruksi, dan merekam diri mereka sendiri.

Pasangan itu baru-baru ini pindah ke New York untuk mencari peluang baru. Kota ini penuh dengan gedung pencakar langit, tetapi apakah mereka ingin melanjutkan aktivitas memanjatnya – terutama karena kini lebih banyak petugas keamanan akan mengenali mereka karena film dokumenter ini?

“Kami sangat berharap karena sekarang film ini dirilis secara internasional, lebih banyak orang ingin berkolaborasi dengan kami,” kata Ivan Beerkus.

“Mungkin orang-orang dari bidang iklan komersial. Kami akan menyukainya peluang itu. Namun, kami juga ingin melakukan hal-hal lain. Angela adalah seorang pelukis, saya menulis musik. Kami selalu berusaha memikirkan cara-cara kreatif baru untuk terus melakukan ini, sambil mencari nafkah darinya,” ujar Beerkus.

Betapa pun pembuatnya ingin mendorong pemirsa untuk condong ke hubungan pasangan tersebut sebagai kisah utama Skywalker, rasa kagum yang luar biasa saat menyaksikan film tersebut justru datang dariadegan saat mereka bekerja di bawah tekanan mental yang ekstrem di ketinggian yang luar biasa.

Dalam adegan yang direkam di atas Gedung Merdeka 118, di ketinggian tanpa seorang pun di bawahnya, Beerkus menunjukkan fokus dan tekad yang kuat untuk meraih kesempatan mendapatkan gambar terbaik.

“Rasanya seperti meraih peluang satu dari sejuta,” katanya.

“Semua keberanian saya mengalir, saya rasa, dan saya tahu saya tidak akan menjatuhkan Angela, dan saya siap melakukan apa yang ingin kami lakukan di sini,” ujarnya.

“Rasanya seperti momen yang sempurna. Dan ketika saya mengangkat Angela, saya ingat keheningan itu. Pasti ada angin di ketinggian itu, tetapi saya tidak merasakan apa pun, dan saya tidak mendengar apa pun. Itu adalah momen keheningan dan ketenangan paling sempurna yang pernah ada.”

________

Skywalkers: A Love Story’ dapat disaksikan di Netflix mulai 19 Juli 2024

Anda dapat membaca versi asli artikel ini dengan judul ‘Rooftopping is my art form’: The death-defying couple who climb the world’s tallest skyscrapers di BBC Culture.

  • Spiderman Parepare, ‘pahlawan super’ pembersih sampah
  • China larang bangun gedung pencakar langit yang hanya utamakan gengsi dibanding kebutuhan
  • Perempuan Aceh panjat 60 pohon pinang sehari demi hidupi keluarga
Leave a comment