Informasi Terpercaya Masa Kini

Ular Piton Burma Telan Hidup-hidup Sanca Kembang Raksasa, Ini Penampakannya

0 7

Ular piton burma menyerang dan melahap sanca kembang yang berukuran lebih besar. Fenomena tak biasa ini menjadi kasus pertama kedua spesies ular terbesar di dunia saling memangsa satu sama lain.

Peristiwanya sudah terjadi di Bangladesh pada 2020 lalu, dan baru tayang di jurnal Reptiles and Amphibians pada 20 Agustus 2024.

Kala itu, tim peneliti mengamati momen langka ular piton burma (Python bivittatus) sedang menelan sanca kembang (Malayopython reticulatus) hidup, mulai dari ekor hingga kepala. Butuh waktu sekitar dua jam bagi piton burma untuk benar-benar bisa menelannya.

“Itu adalah situasi yang sangat tidak biasa untuk menemukan dua ular piton di area yang sama,” ujar Ashikur Rahman Shome, rekan penulis studi dan ahli ekologi satwa liar dari Dhaka University di Bangladesh, dikutip dari Live Science.

Ketika para ilmuwan tiba, ular piton burma sepanjang 3 meter itu tengah melingkari ekor sanca kembang. Ular M. reticulatus mencoba melawan dengan melilit ular P. bivittatus, tapi cengkramannya melonggar hingga tubuhnya perlahan mulai ditelan dari ujung ekor.

Ular piton burma bisa tumbuh hingga 5,8 meter, sedangkan sanca kembang dapat tumbuh hingga 7,6 meter. Dalam kasus ini, sanca kembang memiliki postur lebih besar daripada piton burma, kendati panjangnya tidak diketahui.

Adapun peristiwa terjadi di Akiz Wildlife Farm di Divisi Chittagong, Bangladesh. Daerah ini merupakan salah satu dari sedikit tempat di mana populasi piton burma dan sanca kembang saling tumpang tindih. Kedua spesies piton ini memangsa hewan yang sama, seperti mamalia, burung, dan kadal.

Belum diketahui kenapa ular sanca kembang bisa menjadi mangsa piton burma. Ada kemungkinan keduanya terlibat dalam perkelahian untuk memperebutkan wilayah, sehingga salah satu dari mereka dimakan hidup-hidup.

“Sejauh pengetahuan kami, pengamatan ini merupakan predasi pertama yang terdokumentasi terhadap M. reticulatus oleh P. bivittatu,” tulis para peneliti.

Leave a comment