Fufufafa Trending X,Benarkah Milik Gibran Rakabuming Raka? Sering Hina Keluarga Prabowo Subianto
TRIBUNBENGKULU.COM – Topik Fufufafa mendadak menjadi trending topik di X (twitter) setelah Presiden terpilih, Prabowo Subianto mengaku sedih banyak pihak yang suka menghina Presiden Joko Widodo.
Pengakuan Prabowo Subianto tersebut lantas ramai diperbincangkan oleh warganet.
Hingga kemudian muncul pembahasan mengenai topik Fufufafa yang hingga Minggu (1/9/2024) siang telah memiliki lebih dari 73 ribu postingan.
Fufufafa diketahui merupakan akun kaskus yang selama ini kerap diketahui sering menghina Prabowo Subianto.
Akun itu disebut-sebut merupakan milik Gibran Rakabuming dan menjadi anomali terhadap pernyataan Prabowo Subianto.
“Prabowo sedih ada tradisi menjelekkan pemimpin, netizen gercep jadi penyelam handal umbar jejak digital gibran yg pernah hina prabowo Stroke????,” tulis akun @rexthatch.
“Ada kesamaan antara si Chili pari milik si Raka Gnarly ini dgn akun Kaskus nya Fufufafa milik ya
@rkgbrn. Sama 02 menggunakan diksi: Panasbung. ????????????????????,”cuit akun @cvnkjl.
“Kenapa masih banyak yg ragu ya kalo fufufafa tuh beneran Raka Gnarly aka Gibran Rakabuming, padahal buktinya udah jelas bgt? Ini timeline tahun 2013, jokowi belum nyapres, gibran belum punya spotlight segede itu. Siapa yg mau repot2 ngefakerin?,” cuit akun @airizhou.
Lantas, apakah benar akun @Fufufafa milik Gibran Rakabuming Raka?
Berdasarkan penelusuran TribunBengkulu.com, tudingan terhadap Gibran Rakabuming Raka sebagai sosok di balik akun @Fufufafa setelah muncul unggahan akun X Chilli Pari Catering.
Chilli Pari Catering diketahui merupakan akun X yang dikelola oleh Gibran Rakabuming Raka.
Akun Chilli Pari Catering pernah mencuit bahwa dirinya tidak bisa masuk ke akun Raka Gnarly pada tahun 2014 silam.
Akun Raka Gnarly ternyata berkaitan dengan akun Kaskus Fufufafa.
Hal itu karena akun Kaskus Fufufafa pernah menuliskan nama pengguna Raka Gnarly dengan akun X @rkgbrn pada tahun 2013.
Infografis mengenai hal tersebut lantas dibagikan banyak akun media sosial berulang kali.
Seperti misalnya dibagikan oleh akun @Hilario pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Akun tersebut menulis caption, “Here we go… Perkenalkanlah ini dia Gibran Rakabuming Raka alias fufufafa alias Raka Gnarly alias rkgbrn alias Chilli Pari, sang pembenci nomor satu Prabowo Subianto ????.”
Unggahan tersebut lantas ditayangkan lebih dari 4,9 juta kali dan telah dibagikan ulang lebih dari 11 ribu kali.
Unggahan tersebut juga mendapatkan hampir seribu komentar dari warganet.
“Komentar2 fufufafa masuk kategori hate speech. Apabila terbukti benar, there’s a legal basis for litigation, I suppose,” tulis akun @AdhiUtama.
“Parah sih ini kalau pak @prabowo tidak tahu siapa @gibran_tweet @rkgbrn,” akun @WahjuWibowo ikut mengomentari.
“Ini pak prabowo disindir pak anis soal nilainya 11 aja tantrumnya ga udah2, gimana lagi ini dijelek2in sama wapresnya ????????,” akun @proofdo menambahkan.
Namun demikian, hingga saat ini belum ada klarifikasi resmi dari Gibran Rakabuming mengenai hal tersebut.
Ujaran Kebencian
Melansir Hukum Online, hate speech atau ujaran kebencian menurut KBBI adalah ujaran yang menyerukan kebencian terhadap orang atau kelompok tertentu. Ujaran kebencian juga bisa diartikan sebagai tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain.
Ujaran kebencian umumnya menyangkut aspek ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa setidaknya terdapat tiga klasifikasi ujaran kebencian, yaitu:
- penyampaian pendapat yang harus diancam pidana;
- penyampaian pendapat yang dapat diancam dengan sanksi administrasi atau digugat secara perdata; dan
- penyampaian pendapat yang tidak dapat diancam sanksi apapun namun dapat ditangani dengan pendekatan lainnya melalui kebijakan pemerintah.
Menurut SE Ujaran Kebencian, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur di dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, memprovokasi, perbuatan tidak menyenangkan.
Kemudian menghasut, penyebaran berita bohong dan semua tindakan tersebut memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.
Sebagai informasi, perbuatan tidak menyenangkan dalam KUHP telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Hal ini diterangkan lebih lanjut di dalam artikel Pasal Perbuatan Tidak Menyenangkan Dihapus, Ini Dasarnya. Dengan demikian, pasal ujaran kebencian menurut hemat kami tidak lagi memuat perbuatan tidak menyenangkan.
Adapun tujuan dari ujaran kebencian menurut SE Ujaran Kebencian adalah untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, orientasi seksual.
Pasal Ujaran Kebencian dalam KUHP
Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian ujaran kebencian di atas, maka yang termasuk pasal ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, provokasi, hasutan, ataupun hoax yang bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok berbasis SARA.
Pengaturan mengenai hate speech yang akan kami jelaskan di bawah ini, diharapkan dapat menekan dampak ujaran kebencian seperti diskriminasi, kekerasan, segregasi, ataupun konflik sosial.
Selanjutnya, terkait dengan pasal ujaran kebencian berupa penghinaan, R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 225), menerangkan bahwa terdapat enam macam tindak pidana penghinaan, yaitu:
- Menista (smaad);
- Menista dengan surat (smaadschrift);
- Memfitnah (laster);
- Penghinaan ringan (eenvoudige belediging);
- Mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
-
Tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).
(**)