Menelusuri DNA Kerangka Manusia Majapahit, Cara ‘Mendengarkan’ Si Mati
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur akan menelusuri DNA kerangka manusia yang ditemukan di Candi Kedaton. Lokasi tersebut masuk kawasan situs Trowulan untuk mengungkap kehidupan manusia saat masa Kerajaan Majapahit.
“Kita nantinya bisa membangun narasi Majapahit ini secara utuh tidak hanya tinggalan budayanya tapi juga orang-orangnya melalui tinggalan kerangka yang ditemukan,” kata Kepala BPK Wilayah XI Jawa Timur Endah Budi Haryani di Mojokerto, Selasa (27/8/2024), saat berbicara pada seratus lebih mahasiswa yang akan melakukan penanaman pohon di Situs Trowulan, ibu kota Kerajaan Majapahit.
Ia mengungkapkan, pihaknya sudah bertemu dengan Prof Toetik Koesbardiat yang merupakan ahli Paleoantropologi dari Universitas Airlangga untuk merintis kerja sama pengungkapan kehidupan manusia dari sebuah kerangka manusia termasuk penelusuran DNA-nya.
Ia mengungkapkan, kehidupan saat masa Majapahit menarik untuk diungkap karena manusia saat itu hidup selaras dengan alam, artinya memahami bahwa alam itu harus dijaga keseimbangannya. “Bahkan pada masa itu, ada prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit yang menggambarkan perintah raja untuk menjaga dan melestarikan alam,” ujarnya.
Seorang Paleoantropolog akan mampu mengungkap kehidupan manusia pada masa tertentu dari bentuk kerangka manusia yang ditemukan. Dalam website FISIP Universitas Airlangga dijelaskan bahwa dalam pidato pada pengukuhan sebagai guru besar yang berjudul ‘Memberi Kesempatan Berbicara Pada Si Mati’, Prof Toetik menyampaikan kecintaanya terhadap rangka manusia.
“Tidak ada yang pernah luput dari pandangan saya tentang orang mati. Orang mati dapat memberikan informasi mengenai bagaimana perjalanan hidup, cara hidup, hingga kebiasaan si mati. Oleh karena itu, dengan ‘mendengarkan’ si mati berbicara, saya dapat mengidentifikasi mereka,” ungkap Toetik.
Seperti diketahui, saat pemugaran Candi Kedaton tahun 1996 silam, ditemukan sebuah nisan dan empat makam berisi empat kerangka manusia di atas situs. Menurut cerita masyarakat yang beredar, makam tersebut merupakan makam Dewi Murni, Dewi Pandansari, Wahita, dan Puyengan. Wahita dan Puyengan merupakan istri dari Damarwulan (Raja Brawijaya VI) atau Prabu Mertawijaya.
Sementara dalam catatan dinding yang tertulis di Candi Kedaton dijelaskan bahwa dalam penggalian arkeologi di selatan struktur sumur Upas pernah ditemukan satu kerangka manusia yang dikuburkan. Makamnya dibuat dari susunan bata-bata tanpa menggali membentuk lubang persegi tempat jasad diletakkan.
Selanjutnya dijelaskan “Empat kerangka manusia lainnya juga ditemukan dimakamkan di atas Candi Kedaton”. Namun makamnya dibuat dengan cara membongkar dan menggali Candi Kedaton sehingga membentuk lubang penguburan.
Kemudian dicatat juga bahwa yang menarik dari ukuran kerangka jasad-jasad itu memiliki tinggi badan sekitar dua meter atau di atas rata-rata orang Jawa.