Informasi Terpercaya Masa Kini

Mengenal Tiga Ensiklik Paus Fransiskus

0 23

KAMUS Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefiniskan ensiklik sebagai “surat edaran Paus untuk gereja yang berisi masalah penting, tetapi bukan ajaran definitif gereja sehingga dapat diperbarui sesuai dengan perkembangan zaman”.

Catholic Encyclopedia menjelaskan bahwa secara etimologis, ensiklik (dari bahasa Yunani egkyklios, kyklos yang berarti lingkaran) tidak lebih dari sekadar surat edaran. Namun dalam perkembangannya di zaman modern, penggunaan istilah itu secara eksklusif terbatas pada dokumen-dokumen kepausan tertentu, yang ditujukan kepada para patriark, uskup agung, dan uskup Gereja Universal yang berada dalam persekutuan dengan Tahta Apostolik.

Baca juga: Politik Kemanusiaan Paus Fransiskus

Dapat dikatakan bahwa ensiklik kepausan merupakan dokumen-dokumen penting yang mencerminkan visi dan ajaran Gereja Katolik mengenai isu-isu sosial, moral, dan spiritual yang dihadapi dunia. Ensiklik kepausan biasanya memiliki sejumlah tujuan. Ensiklik bisa bertujuan untuk memberikan panduan doktrinal. Ensiklik sering digunakan Paus untuk memperjelas atau mengembangkan ajaran Gereja mengenai topik tertentu, seperti teologi, etika, atau moralitas.

Ensiklik juga ditujukan untuk menanggapi masalah kontemporer. Paus sering mengeluarkan ensiklik sebagai tanggapan terhadap isu-isu sosial atau moral yang sedang dihadapi dunia, seperti perang, ketidakadilan sosial, persoalan lingkungan, atau keluarga.

Tujuan lain ensilik bisa untuk menguatkan persatuan gereja. Dengan memberikan panduan yang jelas, ensiklik bertujuan untuk menjaga persatuan dan kohesi di antara umat Katolik, serta mencegah perpecahan dalam pandangan atau praktik keagamaan.

Ensiklik kepausan tidak setara dengan dogma Gereja. Namun, surat-surat itu dianggap sebagai ajaran resmi Gereja dan umumnya diikuti dengan serius oleh umat Katolik.

Paus Fransiskus, yang sudah 11 tahun menduduki posisinya itu, telah menerbitkan tiga ensiklik yaitu Lumen Fidei (2013), Laudato Si (2015), dan Fratelli Tutti (2020). Setiap ensiklik menawarkan refleksi mendalam tentang tantangan-tantangan global, seperti peran iman dalam kehidupan manusia, krisis lingkungan, dan persaudaraan universal. 

Lumen Fidei

Lumen Fidei atau Cahaya Iman merupakan ensiklik pertama yang dikeluarkan Paus Fransiskus, yaitu pada 29 Juni 2013. Ensiklik ini unik karena merupakan kolaborasi dari dua paus; Paus Benediktus XVI yang mengerjakan sebagian besar dari draf awalnya sebelum mengundurkan diri, dan kemudian diselesaikan Paus Fransiskus.

Lumen Fidei adalah bagian dari trilogi ensiklik tentang tiga keutamaan teologal: harapan (yang dibahas dalam Spe Salvi), kasih (yang dibahas dalam Deus Caritas Est), dan iman, yang menjadi fokus dalam Lumen Fidei.

 

Ensiklik itu dirilis pada tahun pertama kepemimpinan Paus Fransiskus dan bertujuan untuk memperkuat pemahaman tentang iman di kalangan umat Katolik. Dokumen tersebut menawarkan refleksi mendalam tentang iman Kristen, menghubungkan ajaran tradisional dengan konteks kehidupan modern, dan menyoroti pentingnya iman sebagai pemandu bagi kehidupan individu dan komunitas.

Ensiklik itu menyoroti bahwa iman merupakan cahaya yang membimbing manusia dalam pencarian makna hidup, memungkinkan mereka melihat dunia dengan cara yang lebih mendalam, memahami kebenaran yang lebih besar, dan menjalani hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Iman, menurut ensiklik itu, bukan hanya keyakinan pribadi tetapi juga sesuatu yang harus diterjemahkan ke dalam tindakan kasih dan solidaritas, membangun komunitas yang lebih adil dan penuh kasih dalam kehidupa sehari-hari.

Berikut adalah empat poin penting ensklik itu: 

Iman sebagai cahaya yang menerangi hidup: Paus Fransiskus menggambarkan iman sebagai cahaya yang mampu menerangi seluruh kehidupan manusia. Ia menyatakan, tanpa iman, manusia akan tersesat dalam kegelapan, kehilangan arah dalam hidup, dan tak mampu melihat makna sejati dari keberadaan mereka. Iman, menurut ensiklik itu, merupakan sumber kebijaksanaan yang membantu manusia memahami diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. 

Iman sebagai warisan dan tradisi: Lumen Fidei menekankan bahwa iman bukan hanya pengalaman individu, tetapi juga warisan yang diteruskan dari generasi ke generasi. Paus menyoroti pentingnya komunitas dalam memelihara dan menyebarkan iman, serta peran Gereja sebagai penjaga ajaran iman yang benar. Ensiklik itu juga menggarisbawahi bahwa iman perlu terus-menerus diperdalam dan diperbarui melalui refleksi dan doa. 

Baca juga: Paus Fransiskus di Tengah Kritikan Kaum Konservatif dan Liberal

Iman, kebenaran, dan cinta: Paus Fransiskus mengajarkan, iman tidak bisa dipisahkan dari kebenaran dan cinta. Dalam ensiklik itu, ia menjelaskan bahwa iman memberikan akses kepada kebenaran ilahi, yang kemudian mendorong umat beriman untuk mencintai Tuhan dan sesama. Dengan demikian, iman menghasilkan perbuatan cinta kasih yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Iman yang sejati, menurut Fransiskus, harus diwujudkan dalam tindakan dan harus menjadi kekuatan untuk perubahan sosial.

Iman sebagai kekuatan untuk mengatasi antangan: Lumen Fidei juga menekankan, iman memberikan kekuatan bagi umat manusia untuk menghadapi tantangan dan penderitaan hidup. Paus Fransiskus menyatakan, melalui iman orang beriman dapat menemukan makna dalam penderitaan mereka dan tetap teguh dalam harapan. Ia mengingatkan, iman memberikan kedamaian dan ketenangan batin, bahkan di tengah cobaan hidup yang paling berat sekalipun.

 

Banyak orang melihat Lumen Fidei sebagai kelanjutan dari visi teologis Paus Benediktus XVI, tetapi dengan sentuhan pastoral dan kepribadian yang khas dari Paus Fransiskus. Lumen Fidei diakui karena keberhasilannya menghubungkan ajaran tradisional Gereja dengan tantangan modern, seperti relativisme dan sekularisme, yang mengaburkan peran iman dalam kehidupan publik.

Namun, ada pihak yang berpendapat, ensiklik itu terlalu fokus pada ajaran internal Gereja dan kurang memberikan solusi konkret pada isu-isu sosial kontemporer. Meski demikian, Lumen Fidei tetap dianggap sebagai salah satu dokumen penting dalam magisterium Paus Fransiskus, yang menegaskan pentingnya iman dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Laudato Si

Ensiklik Laudato Si dikeluarkan Paus Fransiskus pada 24 Mei 2015. Nama ensiklik ini diambil dari bahasa Italia yang berarti “Terpujilah Engkau,” sebuah frasa yang terinspirasi dari Kidung Saudara Matahari karya Santo Fransiskus dari Assisi, yang memuliakan Tuhan melalui ciptaan-Nya. Ensiklik itu menggarisbawahi keprihatinan Paus Fransiskus terhadap masalah lingkungan dan krisis ekologi yang sedang dihadapi dunia saat ini.

Paus Fransiskus menulis Laudato Si sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Paus menekankan, perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan pencemaran lingkungan merupakan akibat dari pola konsumsi yang tidak berkelanjutan dan ketidakadilan sosial.

Paus Fransiskus juga menyoroti bahwa orang miskin dan rentan merupakan yang paling terdampak oleh krisis lingkungan, meskipun mereka sering kali tidak berkontribusi terhadap penyebabnya.

Laudato Si mencakup beberapa hal penting, yaitu: 

Keterhubungan semesta. Paus Fransiskus menekankan, semua makhluk hidup saling terkait dalam “rumah bersama”, yaitu Bumi kita. Ia mengajak umat manusia melihat alam sebagai ciptaan yang harus dilestarikan, bukan dieksploitasi. Ia juga menyoroti pentingnya solidaritas dan tanggung jawab bersama untuk menjaga keseimbangan alam. 

Krisis kingkungan sebagai krisis moral. Laudato Si menegaskan, krisis lingkungan cerminan krisis moral. Kerusakan alam dan eksploitasi sumber daya tidak hanya melukai alam, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan terhadap generasi mendatang. Paus Fransiskus menyerukan agar umat manusia mengubah cara pandang mereka terhadap alam, dari sekadar sumber daya menjadi bagian dari kehidupan yang harus dihormati dan dijaga.

Ekologi integral. Paus Fransiskus memperkenalkan konsep ekologi integral, yang menekankan bahwa isu lingkungan, ekonomi, dan sosial tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, solusi yang berkelanjutan harus mempertimbangkan aspek-aspek tersebut secara holistik. Paus mengajak umat manusia untuk menerapkan gaya hidup yang sederhana dan bertanggung jawab sebagai bagian dari tanggung jawab moral mereka terhadap Bumi.

 

Pendidikan dan kesadaran lingkungan: Paus Fransiskus juga menekankan pentingnya pendidikan dalam meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan. Ia mengajak sekolah, keluarga, dan komunitas untuk mendidik generasi muda tentang pentingnya merawat lingkungan dan hidup dalam harmoni dengan alam.

Dialog global: Ensiklik itu menyerukan dialog global yang inklusif antara berbagai negara dan kelompok masyarakat untuk mencari solusi atas krisis lingkungan. Paus menekankan bahwa tanggung jawab menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama, dan semua pihak harus terlibat dalam mencari jalan keluar.

Laudato Si menerima beragam respons dari berbagai kalangan. Ensiklik itu mendapat pujian luas dari aktivis lingkungan, ilmuwan, dan pemimpin agama yang melihatnya sebagai dorongan moral untuk mempercepat aksi terhadap perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Laudato Si dipandang sebagai terobosan penting karena memperluas cakupan ajaran sosial Gereja Katolik untuk memasukkan isu-isu lingkungan secara eksplisit.

Di sisi lain, ada juga kritikan, terutama dari kelompok yang memiliki kepentingan dalam industri fosil dan mereka yang skeptis terhadap perubahan iklim. Mereka menganggap, Gereja seharusnya tidak terlalu campur tangan dalam urusan ilmiah dan politik. Beberapa kritik juga muncul dari pihak-pihak yang merasa bahwa Laudato Si terlalu radikal dalam menyerukan perubahan gaya hidup dan ekonomi global.

Fratelli Tutti

Ensiklik Fratelli Tutti, berarti “Semua Saudara,” dikeluarkan Paus Fransiskus pada 3 Oktober 2020. Nama ensiklik itu diambil dari Santo Fransiskus dari Assisi, yang sering menyebut sesama ciptaan sebagai “saudara” dalam semangat persaudaraan universal. Fratelli Tutti ditulis di tengah pandemi Covid-19, yang memperlihatkan ketidaksetaraan global dan pentingnya solidaritas antarbangsa dan antarmanusia.

Ensiklik itu menjadi refleksi mendalam Paus Fransiskus tentang persaudaraan dan persahabatan sosial dalam konteks dunia modern yang penuh konflik, ketidakadilan, dan perpecahan. Paus mengajak seluruh umat manusia, terlepas dari latar belakang agama atau keyakinan, untuk membangun dunia yang lebih damai dan adil melalui dialog, kerja sama, dan pengertian satu sama lain.

Dalam Fratelli Tutti  Paus Fransiskus menguraikan tentang persaudaraan dan bagaimana hal itu bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

 

Persaudaraan universal: Paus Fransiskus menekankan, semua manusia adalah saudara dan saudari yang harus saling mencintai dan menghormati. Ia mengajak semua orang untuk melampaui batas-batas nasional, etnis, dan agama demi membangun persaudaraan universal yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang sama. Ensiklik itu menyoroti bahwa setiap individu memiliki martabat yang harus dihormati, dan perbedaan di antara kita seharusnya menjadi sumber kekayaan, bukan konflik. 

Kritik terhadap individualisme dan konsumerisme: Fratelli Tutti mengkritik keras individualisme dan konsumerisme yang mendominasi dunia modern. Paus Fransiskus melihat kedua hal itu sebagai akar dari banyak masalah sosial, termasuk ketidaksetaraan, kemiskinan, dan degradasi lingkungan. Ia menyerukan perubahan menuju solidaritas global dan memperingatkan bahwa hidup yang hanya berfokus pada keuntungan pribadi atau kelompok akan menyebabkan kehancuran sosial dan ekologis.

Budaya pertemuan dan dialog: Paus Fransiskus menekankan pentingnya dialog yang tulus dan pertemuan yang berarti di antara berbagai kelompok dan bangsa. Ensiklik itu menyerukan budaya pertemuan, di mana orang-orang dengan latar belakang yang berbeda dapat bertemu dan bekerja sama untuk mengatasi masalah bersama.

Paus mengingatkan, tanpa dialog dan pertemuan, kita akan terjebak dalam siklus kebencian dan kekerasan yang terus berlanjut. 

Perdamaian dan penolakan perang: Dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menegaskan bahwa perang dan konflik adalah kegagalan besar dalam membangun persaudaraan universal. Ia menyatakan bahwa tidak ada perang yang benar-benar dapat dibenarkan di zaman ini, dan semua upaya harus diarahkan untuk mencegah kekerasan serta mempromosikan perdamaian. Paus juga menekankan bahwa perdamaian sejati hanya dapat dicapai melalui keadilan, dialog, dan pemulihan hubungan antarbangsa dan antarmanusia. 

Baca juga: Bagaimana Paus Fransiskus Mengubah Wajah Gereja Katolik

Peran agama dalam mempromosikan persaudaraan: Ensiklik itu juga menggarisbawahi peran penting agama dalam mempromosikan persaudaraan dan perdamaian. Paus Fransiskus mengajak semua pemimpin agama untuk bekerja sama dalam mengatasi perpecahan dan konflik, serta untuk mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang mengikat semua umat beragama. Ia juga memperingatkan agar agama tidak disalahgunakan untuk membenarkan kekerasan atau intoleransi, tetapi sebaliknya menjadi sumber inspirasi bagi persatuan dan kerukunan.

Banyak orang memuji ensiklik itu sebagai panggilan moral yang kuat untuk dunia yang lebih adil dan damai, terutama di saat dunia menghadapi krisis global seperti pandemi Covid-19. Pemimpin agama, aktivis sosial, dan politisi dari berbagai latar belakang menyambut baik ajakan Paus Fransiskus untuk memperkuat persaudaraan dan solidaritas.

 

Namun, ensiklik ini juga mendapat kritik, terutama dari kalangan yang merasa bahwa gagasan persaudaraan universal yang disampaikan Paus Fransiskus terlalu utopis atau tidak realistis. Beberapa pihak juga menganggap bahwa seruan Paus untuk menolak perang dan mengkritik kapitalisme tidak mempertimbangkan kompleksitas politik dan ekonomi global yang ada saat ini.

Leave a comment