Jejak Perubahan Ibadah Umat Katolik Tersimpan Rapi di Museum Katedral Jakarta
JAKARTA, KOMPAS.com – Museum Katedral mendokumentasikan perubahan signifikan dalam tata cara ibadah umat Katolik di Indonesia, terutama setelah Konsili Vatikan II, dengan bukti-bukti sejarah yang tersimpan rapi di lantai dua museum di kawasan Gereja Katedral, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Saat memasuki ruangan pertama di museum ini, pengunjung disambut oleh sebuah buku partitur lagu.
“Buku lagu ini masih dipakai hingga sekarang, tapi ukurannya besar karena dulu belum ada fotokopi, jadi biar bisa dilihat semua, partitur ini ditaruh di balkon,” ujar Wakil Ketua Museum Katedral, Gregorius Indra (), saat ditemui di Museum Katedral, Rabu (21/8/2024).
Buku partitur berukuran sekitar 1,5 meter kali 50 sentimeter ini dipajang tanpa kaca pengaman. Indra menjelaskan, dahulu buku ini diletakkan di balkon Gereja Katedral agar dapat dilihat oleh seluruh anggota paduan suara dan umat yang mengikuti ibadah.
Baca juga: Mengintip Dua Kursi yang Disiapkan untuk Paus Fransiskus Saat Berkunjung ke Indonesia
Lagu yang dipajang berjudul “Credo” atau “Aku Percaya”, yang berfungsi mirip dengan syahadat dalam agama Islam.
“Jadi di Katolik juga ada pengakuan iman. Ini (lirik artinya) aku percaya pada Allah yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi, percaya pada Yesus Kristus,” jelas Indra.
Di museum ini juga terdapat foto-foto lawas yang menampilkan paduan suara pertama di Gereja Katedral, yang bernama Paduan Suara Santa Cecilia.
Foto ini dipajang bersama dengan sebuah bendera merah kecil yang bertuliskan “Paduan Suara Sancta Cecilia, Kathedral Anno 1865” dan logo bergambar alat musik harpa dan dua tangkai padi.
Dahulu, menurut Indra, petugas dan pengurus gereja hingga anggota kur masih diisi oleh orang Belanda, namun sudah ada warga negara Indonesia yang beragama Katolik dan ikut dalam ibadah rutin di gereja.
Baca juga: Paus Fransiskus Serukan Kepedulian Anak Muda Indonesia terhadap Masa Depan Bumi
Di rak sebelahnya, terdapat beberapa buku panduan misa atau tata laksana ibadah yang tersimpan dalam rak kayu dengan tutup kaca.
“Sebelum Konsili Vatikan II pakai ritus ini. (Namanya) misale atau misal, panduan misa. Kalau sekarang disebut tata perayaan ekaristi,” ujar Indra.
Buku-buku misale ini berasal dari tahun 1900-an dan digunakan sebelum Gereja Katedral diresmikan pada tahun 1901.
Selain itu, museum juga menyimpan altar card yang dulu digunakan dalam misa Katolik di Indonesia. Altar card ini berisi doa-doa dalam bahasa Latin yang biasa dibacakan saat misa, dan dipajang di bagian depan gereja agar bisa dibaca bersama-sama.
Meskipun ukurannya kecil dan tersimpan di balik kaca yang sudah menguning, altar card ini mencerminkan perubahan besar dalam tata cara ibadah setelah Konsili Vatikan II, di mana posisi pastor yang memimpin misa kini menghadap umat, bukan lagi membelakangi mereka.
Museum Katedral juga memiliki sejumlah barang bersejarah lainnya, seperti perabotan yang digunakan oleh pastor asal Belanda yang melaksanakan tugasnya di Indonesia atau Batavia, serta memorabilia dari kunjungan Paus Paulus VI ke Indonesia pada tahun 1970, dan pemberian dari Paus Yohanes Paulus II saat kunjungan ke Indonesia pada tahun 1989.
Yang menarik, museum ini juga memajang dua kursi yang akan digunakan oleh Paus Fransiskus dalam kunjungannya ke Indonesia pada 3-6 September 2024.
Paus Fransiskus akan memulai perjalanan apostoliknya ke Asia Pasifik pada tanggal tersebut, dengan Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi. Setelah itu, ia akan melanjutkan kunjungannya ke Papua Nugini, Timor Leste, dan Singapura.
Selama kunjungannya di Indonesia, Paus Fransiskus dijadwalkan menghadiri berbagai kegiatan, termasuk acara kenegaraan bersama Presiden Joko Widodo, kunjungan ke Masjid Istiqlal Jakarta, pertemuan dengan perwakilan Gereja Katedral Jakarta, serta ibadah akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK).