Informasi Terpercaya Masa Kini

Kisah Nenek Rupiah Asal Jombang, Korban “Ipar Adalah Maut” di Dunia Nyata, Telantar di Nunukan

0 7

NUNUKAN, KOMPAS.com – Nenek bernama Rupiah (80) asal Jombang, Jawa Timur, hidup sebatang kara di Nunukan, Kalimantan Utara.

Sudah lebih dari lima bulan, ia ditampung di rumah Ketua Paguyuban Keluarga Jawa (Pakuwaja), Purnomo Putro, di Sei Bilal, Nunukan.

Tidak ada yang tahu persis, cerita lengkap nenek Rupiah dan bagaimana bisa berada di perbatasan RI–Malaysia ini.

Orang hanya tahu bahwa nenek Rupiah tinggal sebatang kara di Nunukan, dan hidup bergantung dengan belas kasihan orang lain.

“Saya dari Desa Ngoro, Kecamatan Mbareng, Jombang,” ujarnya saat ditemui, Senin (29/7/2024).

Baca juga: Keluh Suriyah, Diterjang Banjir Demak Dua Kali, Rumah Kayu Busuk, Kasur Satu-satunya Hanyut

Nenek Rupiah mengaku pergi merantau sejak berusia muda, usai diceraikan almarhum suaminya.

Ia menjadi korban cinta segitiga, antara dirinya, suami, dan adik kandungnya.

Kisahnya tak ubahnya film yang tengah viral berjudul Ipar Adalah Maut, di mana adik kandungnya merebut suaminya.

Rupiah menuturkan, suaminya diketahui menjalin hubungan terlarang dengan adik kandungnya.

Keduanya dipergoki Rupiah saat bermalam di salah satu penginapan di Jombang, Jatim.

“Begitu saya ketahui hubungan suami istri saya diganggu, saya marah, tapi suami saya malah ngasih saya surat pegat (cerai). Saya dipegat dan suami milih adik saya,” katanya lagi.

Baca juga: Sepanjang Januari-Juni 2024, 948 Orang di Blora Ajukan Cerai, Apa Penyebabnya?

Baca juga: 1.873 Kasus Perceraian di Brebes, Apa Pemicunya?

Nenek Rupiah memutuskan merantau ke Kalimantan

Rupiah mengaku tidak ingat persis semua kisah hidupnya.

Penggalan kisah yang paling dia ingat dengan jelas adalah cerita asmara segitiga, yang membuat hatinya sakit dan cukup membekas.

Ia memutuskan pergi dari Jombang, untuk merantau ke Kalimantan dan mencoba menghapus luka yang diakibatkan orang-orang terdekatnya.

Rupiah pernah bekerja di sejumlah perusahaan di Kaltara sebagai tukang masak, sebelum akhirnya telantar di Nunukan.

Baca juga: Tinggal Sendiri, Pria 47 Tahun di Nunukan Ditemukan Tewas di Kosnya

Tak berselang lama, sekitar enam bulan dari cerita perceraiannya, mantan suaminya mengembuskan napas terakhirnya karena sakit dan merasa bersalah dengan Rupiah.

“Rumah di Ngoro Jombang, tanah dan semua harta mantan suami, diambil semua. Didol (dijual) semua oleh adik saya itu. Terus dia pindah ke Lampung. Jadi saya ini di Ngoro, Mbareng, tidak punya apa apa,” lanjut Rupiah.

Kendati demikian, Rupiah mengaku tidak terlalu memikirkan harta tersebut, ia menyesalkan tidak tahu di mana para saudaranya berada.

Baca juga: Cerita Anggota JI Sabarno, 10 Tahun Lari dari Kejaran Densus 88, Sempat Berjualan Bakso

Rupiah mengaku bahwa ia merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.

Sejauh ini, Rupiah hanya tahu nama kota yang menjadi keberadaan adik kandung yang menyakiti hati dan perasaannya, yaitu Kota Lampung.

Sedangkan saudara-saudaranya yang lain, ia tidak ketahui di mana rimbanya.

“Ya wis tidak ingat lagi semua. Sudah nganu, kelalen (lupa). Kalau ke Jombang saya tidak ada yang dituju. Mungkin saja saudara saya sudah meninggal semua. Saya tidak tahu,” kata Rupiah.

Baca juga: Cerita Dodik, Tim Supporting Anggota Jamaah Islamiyah yang Jadi Buron Aparat

Sudah pikun

Meski di usianya yang senja, Rupiah masih bisa mendengar dan melihat dengan jelas.

Hanya saja, terkadang ia mendadak pikun dan cukup merepotkan Purnomo Putro, yang selama ini menampungnya.

Purnomo menceritakan, ia menampung nenek Rupiah setelah dihubungi warga lantaran ada lansia dari Pulau Jawa yang telantar di Nunukan.

Ia pun mempersilakan untuk dibawa ke rumahnya, dan ditampung sementara, sembari menunggu tindak lanjut laporannya ke Dinas Sosial Nunukan.

“Waktu dibawa ke rumah, nenek Rupiah tidak bisa jalan karena habis jatuh. Jalannya ngesot. Saya panggilkan tukang urut, dua kali diurut, Alhamdulillah, sudah bisa jalan,” ujar Purnomo.

Saking senangnya kakinya sembuh, nenek Rupiah bisa berjalan bolak balik keluar masuk rumah, puluhan kali.

“Kalau pas datang pikunnya, anak-anak saya yang masih kecil sering dibentak. Dia kasih tahu anak-anak jangan main ini itu, kalau gak nurut dia pukul sapu atau benda tumpul lain. Namanya orang tua, kami maklum dan sabar,” katanya.

Baca juga: Pengakuan Pemilik Salon di Sleman yang Sebabkan Korban Tewas Usai Suntik Filler Payudara

Selain itu, tak jarang nenek Rupiah buang air sembarangan, dan air seninya tercecer di beberapa ruangan dalam rumah. Kotorannya di closet juga tidak dibersihkan.

Keadaan tersebut menjadi keluhan tersendiri. Apalagi keluarga Purnomo membuka usaha menjahit.

Saat pesanan banyak dan badan lelah, mereka masih harus membersihkan kotoran nenek Rupiah, di samping mengurus empat anak mereka.

“Saya sering nanya juga ke Dinsos. Kenapa tidak dilakukan tindakan. Kami memang menampung dan membantu nenek Rupiah sebagai tanggung jawab saya karena sesama warga Jawa. Tapi kan pemerintah seharusnya melihat ini masalah serius. Saya harap ada tindakan dari Dinsos,” katanya lagi.

Baca juga: Pesta Rakyat Jateng Fair 2024: Jadwal, Daftar Artis, dan Harga Tiket Masuk

Purnomo menegaskan, Pakuwaja sebagai komunitas warga Jawa di Nunukan, sering membantu orang-orang telantar yang berasal dari Jawa.

Terakhir, 2023 lalu, ada sekitar 16 orang telantar dipulangkan.

“Ada satu keluarga anaknya stunting sampai lumpuh. Kita di komunitas tidak ada kas, dan tiket Pelni harganya Rp 800.000 per orang. Saya minta mereka bekerja di warung, dan yang laki-laki di besi bekas. Mereka kerja dua bulan, dan setelah terkumpul cukup uang tiket Pelni, mereka akhirnya bisa pulang,” paparnya.

Namun, kasus nenek Rupiah sangat berbeda. Ia tidak punya keluarga, dan jalan satu satunya dikirim ke Panti Jompo.

“Makanya saya tanya ke Dinsos, masa iya tidak punya link untuk dimasukkan ke Panti Jompo. Kan tinggal koordinasi dengan Dinsos Jombang, bisa selesai urusannya. Mohon ini menjadi perhatian,” tegas Purnomo.

Baca juga: Pembuang Bayi di Toko Laundry Semarang Ditangkap, Ternyata Seorang Pemandu Karaoke

Respons Dinsos Nunukan

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A), Nunukan, Parmedy mengatakan, pihaknya sudah melakukan asesmen dan melihat langsung kondisi nenek Rupiah.

“Ini yang jadi masalah dan kendala kami. Pertama, beliau tidak ada keluarganya di Jombang, dan Panti Jompo Kaltara, kondisinya penuh,” paparnya.

Dengan kendala tersebut, Parmedy berharap Kementerian Sosial (Kemensos) bisa turun tangan untuk memberi solusi permasalahan ini.

“Penanganan di Dinsos itu tujuh hari. Tapi ujungnya nanti dikirim ke Panti Jompo, sementara pantinya overload. Inilah mengapa kita berharap ada solusi dari Kementrian langsung,” kata dia.

Baca juga: Kisah Kakek Gendong Jenazah Cucunya Naik Ojek Online untuk Pulang karena Tak Mampu Bayar Ambulans

Leave a comment