‘Sodom dan Gomorrah’, Kalangan Kristen Kecam Seremoni Pembukaan Olimpiade Paris 2024
REPUBLIKA.CO.ID, Seremoni pembukaan Olimpiade Paris 2024 pada Jumat (26/7/2024), memicu kontroversi lantaran menghadirkan sebagian pentas seni yang dinilai sebagai penghinaan terhadap nilai-nilai agama tertentu. Komunitas Kristiani global misalnya, mengecam parodi atas lukisan Leonardo da Vinci berjudul ‘Perjamuan Terakhir’.
Dalam rekreasi ‘Perjamuan Terakhir’ di seremoni pembukaan Olimpiade Paris, Yesus Kristus diganti dengan perempuan gemuk, sementara waria dan tokoh-tokoh transgender, termasuk seorang anak kecil, ditampilkan sebagai para rasulnya. Banyak warganet, tidak hanya umat Kristen, ramai-ramai mengkritisi parodi itu sebagai penghinaan bahkan penistaan terhadap agama.
“Sodom dan Gomorrah ditelevisikan dan ditonton oleh jutaan orang secara langsung,” tulis akun Universitarios Católicos di X.
Akun itu juga menukil J. R.R. Tolkien, “Kejahatan tidak bisa menciptakan sesuatu yangbaru, hanya mengkorupsi atau merusak kekuatan kebaikan yang telah diciptakan atau dibangun.”
Perwakilan Prancis di Parlemen Eropa, Marion Maréchal, pun mencuit selama seremoni berlangsung, “Kepada semua umat Kristen di dunia yang menonton seremoni Paris 2024 dan merasa terhina oleh parodi waria atas ‘Perjamuan Terakhir’, tahu bahwa bukan Prancis yang berekspresi tapi minoritas sayap-kiri yang siap atas provokasi apapun.”
Meski juga menampilkan artis dan tokoh olahraga kaliber internasional seperti Lady Gaga, Celine Dion hingga Zinedine Zidane, disayangkan memang event olahraga empat tahunan yang biasa menyedot jutaan penonton dari seluruh dunia itu menjadi panggung ‘simbol-simbol setan’ dan representasi kelompok LGBTQ yang kemudian menuai kecaman warganet.
Dilansir Mint, penampilan show selain rekreasi dari adegan ‘Perjamuan Terakhir’ Yesus, ada juga adegan pemenggalan kepala Mary Antoinette, dan penggambaran ‘the God of Wine’, Dionosys yang juga menuai kontroversi di media sosial.
“Olimpiade adalah event olahraga paling prestisius di dunia. Mengapa hadir sekumpulan orang kelebihan berat badan di acara pembukaan. Kami ingin menonton para atlet, bukan ini,” tulis salah satu warganet di X.
“Seorang berjenggot dengan pakaian minim wanita berdansa secara provokatif di upacara pembukaan Olimpiade Prancis. Mengapa mereka mencoba menormalisasi kekotoran ini? Betapa jauhnya dunia Barat telah jatuh,” tulis akun Turning Point UK.
Dilaporkan AP, penyanyi dan aktor populer asal Prancis, Philippe Katerine, menampilkan “Nu” (naked/telanjang) sebagai bagian dari show yang menggambarkan Dionysys, dewa anggur dan pesta dari mitologi Yunani. Dalam penampilannya, Katerine dicat biru nyaris telanjang, dengan daun dan bunga menutupi beberapa bagian tubuhnya. Banyak warganet mengasosiasikan tampilan Katerine dengan karakter Smurf.
“Lebih dari 1 miliar orang dari seluruh dunia menonton seremoni pembukaan olimpiade. Dan ini yang terbaik bisa diberikan oleh Prancis. Seorang pria tampil sebagai Smurf dikelilingi waria dan seorang wanita gemuk dengan mahkota raksasa,” tulis warganet di X.
Penyanyi Philippe Katerine di seremoni pembukaan Olimpiade Paris 2024. – (X/@olympics)
Dikutip dari laman Olympics.com, kreator atau sutradara di balik pentas seni di upacara pembukaan Olimpade 2024 adalah seniman Prancis bernama Thomas Jolly. “Mempercayakan arah artistik dalam seremoni (pembukaan olimpiade) kepada Thomas Jolly adalah sebuah pilihan berani dan konsisten dengan visi kami,” ujar Presiden Paris 2024, Tony Estanguet, pada 2022 lalu.
Kepada AP pada awal Juli 2024, Thomas Jolly mengaku pada awalnya sangat terkejut ketika ditunjuk sebagai direktur artistik seremoni pembukaan Olimpiade Paris 2024. Meski, di dunia seni teater Prancis, portofolio Jolly termasuk tiga kali meraih trofi Moliere, penghargaan tertinggi dalam dunia teater di Prancis.
“Saya terkejut awalnya. Saya berpikir bagaimana saya bisa merekreasi sebuah show di mana semua orang bisa merasa terwakili sebagai suatu bangsa yang besar,” kata Jolly.
“Saat kita menonton ‘Emily in Paris’ atau ‘Amélie Poulain,’ kita tahu bahwa itu tak cukup menampilkan Paris yang sebenarnya. Kami akan memainkan semua cerita klise itu, tapi kami juga sekaligus akan menantang mereka,” kata Jolly melanjutkan.
“Paris juga adalah gejolak anak muda. Beragam budaya saling merangkul di jalan-jalan.”