Tomy Winata,Konglomerat 9 Naga Dekat dengan Kalangan Militer yang Pegang Proyek Rempang Eco City
TRIBUNBENGKULU.COM – Tomy Winata, salah satu konglomerat Indonesia yang disebut termasuk jajaran 9 Naga Indonesia atau ‘Gang of Nine’.
Belakangan Tomy Winata sempat disorot karena menjadi sosok di balik proyek Rempang Eco City di Batam, Kepualauan Riau.
Proyek Rempang Eco City menjadi perhatian publik tanah air karena terjadi kerusuhan di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Warga Rempang menentang proses pengembangan Rempang Eco City yang dikelola oleh perusahaan PT Makmur Elok Graha (MEG).
PT Makmur Elok Graha merupakan bagian dari PT Arta Graha milik konglomerat 9 naga Tomy Winata.
PT Makmur Elok Graha akan mengelola sekitar 17 ribu hektare kawasan di Pulau Rempang.
Proyek Rempang Eco City memiliki potensi investasi yang mencapai Rp381 triliun.
Baca juga: Profil Biodata Tomy Winata, 9 Naga Indonesia yang Akrab dengan Para Jenderal
Namun ribuan warga menolak proyek tersebut.
Bukan tanpa alasan, ribuan warga Kepulauan Riau terdampak dalam proses penggusuran untuk pengembangan kawasan ekonomi baru, Rempang Eco-City itu.
Sebelumnya, terdapat negosiasi antara pemerintah dan masyarakat terkait pembangunan proyek Rempang Eco-City yang berjalan alot.
Namun, Pemerintah Provinsi Batam akhirnya menyetujui rencana investasi baru di Pulau Rempang, seperti yang tertulis dalam surat DPRD Kota Batam pada tanggal 17 Mei 2004.
Lalu, siapa sebenarnya sosok Tomy Winata?
Profil Tomy Winata
Dikutip Tribunnews, Tomy Winata lahir di Pontianak, Kalimantan Barat pada 23 Juli 1958 dengan nama Oe Suat Hong.
Saat ini Tomy Winata menjadi pengusaha besar yang masuk ke jajaran nama besar pebisnis Indonesia yakni 9 naga.
Seperti yang diketahui, 9 naga ini adalah istilah untuk para pengusaha yang konon menguasai perekonomian Indonesia.
Tomy Winata dikenal sebagai bos atau pemilik Artha Graha Network.
Sejak kecil, Tomy Winata adalah seorang anak yatim piatu.
Ia dikenal sebagai seorang anak yang lahir di tengah keluarga serba kekurangan secara materi.
Saat ini, diketahui ia memiliki lima orang anak, dua diantaranya adalah Panji Winata dan Andi Winata.
Pada 1972, ketika usianya baru 15 tahun, Tomy Winata dikenalkan dengan seorang pejabat militer di Singkawang.
Setelah perkenalan itu, Tomy Winata kemudian mendapat proyek untuk membangun kantor Koramil di Singkawang.
Selain itu, Tomy Winata juga menjadi penyalur barang ke tangsi-tangsi tentara di Indonesia.
Tomy Winata pernah mendapat proyek dari militer di Papua, Makassar, dan Ambon.
Di Papua, Tomy Winata berkenalan dengan Yorrys Raweyai.
Tomy Winata juga dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan kalangan militer, dua diantaranya adalah Letjen TNI (Purn) Tiopan Bernard Silalahi dan Jenderal Edy Sudrajat.
Tomy Winata juga akrab dengan beberapa jenderal lain.
Pada 1988, Tomy Winata bersama Yayasan Kartika Eka Paksi (Angkatan Darat) menyelamatkan sebuah Bank Propelat.
Bank yang semula dimiliki Yayasan Siliwangi ini hanya memiliki aset sebesar Rp 8 miliar.
Namun setelah diambil alih dan diubah namanya menjadi Bank Artha Graha, hanya dalam kurun waktu 1,5 tahun bank itu sehat kembali.
Saat masa krisis 1998, Tomy Winata juga menyelamatkan Arta Pusara yang kemudian diganti namanya menjadi Artha Pratama.
Pada 1989, Tomy Winata kemudian mendirikan PT Danayasa Arthatama.
Tomy kemudian ikut serta dalam proyek raksasa senilai US$ 3,25 miliar di kawasan bisnis Sudirman Central Business Distric (SCBD) yang memiliki luas 45 hektar di jantung DKI Jakarta.
Tomy Winata juga telah mengambil alih Bank Inter-Pacific pada 2003.
Pada 2005, Bank Inter-Pacific melalui Pasar Modal kemudian mengambil alih kepemilikan Bank Artha Graha melalui Pasar Modal.
Namanya kemudian menjadi Bank Artha Graha Internasional.
Tidak hanya itu, Tomy Winata juga memiliki saham di Hotel Borobudur melalui PT Jakarta Internasional Hotels and Development.
Harta Kekayaan Tomy Winata
Pada 2016 namanya tercatat dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan mencapai Rp 1,6 triliun.
Tomy Winata juga dikenal sebagai pengusaha yang dekat dengan kalangan militer, dua diantaranya adalah Letjen TNI (Purn) Tiopan Bernard Silalahi dan Jenderal Edy Sudrajat.
Tomy Winata juga akrab dengan beberapa jenderal lain.
Pada 1988, Tomy Winata bersama Yayasan Kartika Eka Paksi (Angkatan Darat) menyelamatkan sebuah Bank Propelat.
Bank yang semula dimiliki Yayasan Siliwangi ini hanya memiliki aset sebesar Rp 8 miliar.
Namun setelah diambil alih dan diubah namanya menjadi Bank Artha Graha, hanya dalam kurun waktu 1,5 tahun bank itu sehat kembali.
Saat masa krisis 1998, Tomy Winata juga menyelamatkan Arta Pusara yang kemudian diganti namanya menjadi Artha Pratama.
Pada 1989, Tomy Winata kemudian mendirikan PT Danayasa Arthatama.
Tomy kemudian ikut serta dalam proyek raksasa senilai US$ 3,25 miliar di kawasan bisnis Sudirman Central Business Distric (SCBD) yang memiliki luas 45 hektar di jantung DKI Jakarta.
Tomy Winata juga telah mengambil alih Bank Inter-Pacific pada 2003.
Pada 2005, Bank Inter-Pacific melalui Pasar Modal kemudian mengambil alih kepemilikan Bank Artha Graha melalui Pasar Modal.
Namanya kemudian menjadi Bank Artha Graha Internasional.
Baca juga: Sumber Kekayaan Tomy Winata Pemilik Grup Artha Graha Masuk Dalam Barisan 9 Naga
Tidak hanya itu, Tomy Winata juga memiliki saham di Hotel Borobudur melalui PT Jakarta Internasional Hotels and Development.
Dilihat dari perannya dalam membangun Bukit Golf Mediterania, Kelapa Gading Square, The City Resorts, Mangga Dua Square, Pacific Place, Discovery Mall Bali, Borobudur Hotel, The Capital Residence, Apartemen Kusuma Candra, Ancol Mansion, The Mansion at Kemang, Mall Artha Gading, dan Senayan Golf Residence.
Selain itu, sejumlah kapal pesiar yang dimili Tomy Winata dan usaha pariwisata yang dikelolanya di Pulau Perantara dan Pulau Matahari di Kepulauan Seribu turut mengokohkan dirinya sebagai konglomerat sukses.
Tidak hanya itu, lewat PT Sumber Alam Sutera, anak perusahaan Grup Artha Graha, Tomy Winata pun menggarap bisnis benih padi hibrida dengan menggandeng perusahaan Tiongkok, Guo Hao Seed Industry Co Ltd.
Guo Hao Seed Industry Co Ltd sebagai mitra dan menjalin kerjasama dengan Badan Penelitian Padi Departemen Pertanian.
Pusat Studi Padi Hibrida (Hybrid Rice Research Center) pun dibangun dengan dana investasi sebesar US$ 5 juta. (**)