Bank Bangkrut Bertambah Jadi 12 di 2024, Begini Respons Regulator hingga Asosiasi
Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah bank bangkrut di Indonesia pada 2024 mengalami lonjakan hingga tiga kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Regulator hingga asosiasi pun ambil langkah.
Sebagaimana diketahui, telah terdapat 12 bank bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga paruh pertama 2024. Seluruh bank bangkrut merupakan bank perekonomian rakyat (BPR).
Jumlah bank bangkrut pada tahun ini telah mengalami peningkatan pesat tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Pada 2023, hanya terdapat empat bank bangkrut di Indonesia.
Baca Juga : OJK Rilis Aturan Cegah Bank Bangkrut, Asosiasi BPR Beri Tanggapan
Sementara, rata-rata tiap tahunnya terdapat tujuh sampai delapan bank bangkrut di Indonesia. Apabila ditarik sejak 2005, maka total ada 134 bank bangkrut di Tanah Air. Hampir semua bank yang masuk dalam daftar bank bangkrut merupakan BPR.
Berikut daftar bank yang bangkrut sepanjang 2024:
1. BPR Bank Jepara Artha (Perseroda)
Baca Juga : : Cegah Bank Bangkrut Gara-Gara Fraud, Intip Perincian Aturan Baru OJK!
2. PT BPR Dananta
3. BPRS Saka Dana Mulia
Baca Juga : : Ada 12 Bank Bangkrut Sepanjang 2024, OJK Terbitkan Aturan Baru bagi BPR
4. BPR Bali Artha Anugrah
5. BPR Sembilan Mutiara
6. BPR Aceh Utara
7. PT BPR EDCCASH
8. Perumda BPR Bank Purworejo
9. PT BPR Bank Pasar Bhakti
10. PT BPR Usaha Madani Karya Mulia
11. BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda)
12. Koperasi BPR Wijaya Kusuma
Langkah OJK, LPS, hingga Asosiasi
Atas lonjakan jumlah bank bangkrut di mana kesemuanya merupakan BPR, OJK pun mengambil tindakan. OJK menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah. POJK baru itu berlaku sejak diundangkan pada 1 Juli 2024.
Secara umum, POJK baru itu mengatur mengenai kewajiban bagi BPR dan BPRS untuk menerapkan tata kelola yang baik dalam penyelenggaraan kegiatan usaha di seluruh tingkatan atau jenjang organisasi.
Terdapat pula ketentuan bahwa BPR dan BPRS mesti menerapkan strategi anti fraud secara efektif. Cakupan dari strategi anti fraud yakni pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, dan sanksi, serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut dengan berpedoman pada POJK mengenai penerapan strategi anti fraud yang berlaku bagi BPR dan BPRS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan aturan tersebut diterbitkan sebab, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan OJK, kegagalan dalam penerapan tata kelola yang baik pada BPR dan BPRS seringkali menjadi salah satu penyebab utama kebangkrutan.
POJK itu juga terbit untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap BPR atau BPRS. “Ketentuan ini penting dalam rangka menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal yang semakin kompleks,” kata Dian dalam keterangan tertulis pada beberapa waktu lalu (16/7/2024).
Begitu juga dengan LPS. Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan setelah dicabut izinnya oleh OJK, LPS bertugas menjalankan likuidasi bank bangkrut dan mengklaim simpanan nasabah di bank. Adapun, menurut Purbaya simpanan nasabah di bank dijamin aman.
Sejak 2005 LPS berdiri hingga 29 Februari 2024, sudah ada Rp2,23 triliun dana nasabah selamat dan sudah diklaim serta layak bayar.
Tahun ini pun anggaran yang ada di LPS untuk pemenuhan klaim simpanan nasabah di bank bangkrut telah mencukupi. Sebab, aset LPS mencapai Rp224,66 triliun dan diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini.
Sumber dana LPS berasal dari modal awal pemerintah senilai Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1% dari dana pihak ketiga (DPK), dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.
Asosiasi pun ambil langkah. Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo), Tedy Alamsyah mengatakan BPR yang di cabut izinnya bukan karena masalah bisnis, tetapi karena adanya mismanagement alias fraud.
“Kami turut prihatin atas hal tersebut, akibatnya ada BPR yang dilikuidasi oleh regulator, semua pelaku industri saya yakin tidak pernah mengharapkan atau menginginkan bisnisnya di tutup karena ada tindakan yang merugikan bank,” ujarnya.
Dia mengatakan asosiasi selalu mengajak para pelaku industri untuk terus meningkatkan tata kelola dan manajemen risikonya, sebab bisnis bank merupakan bisnis kepercayaan yang mengelola dana masyarakat dalam fungsinya sebagai lembaga intermediasi.
Selain itu, asosiasi terus berupaya mengawal dan memastikan bahwa implementasi tata kelola harus didukung adanya penguatan kompetensi bagi seluruh pengurus. Baik Dewan Komisaris maupun Direksi, serta seluruh pejabat eksekutif dan karyawan mesti memiliki sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan SKKNI, regulasi yang ada, dan perkembangan industri terkini.