Gelagat Aneh Pegi Setiawan saat Tes Psikologi yang Buat Polisi Yakin Dialah Dalang Kasus Vina 2016
TRIBUNKALTIM.CO – Penyebab kenapa Polda Jabar begitu yakin bahwa Pegi Setiawan adalah dalang kasus pembunuhan Vina Cirebon 2026 perlahan-lahan terungkap.
Ternyata, Polda Jabar mengaku melihat gelagat aneh Pegi saat tes psikologi.
Kuasa hukum Polda Jabar menyatakan bahwa Pegi Setiawan menunjukkan kecenderungan untuk berbohong dan bersikap manipulatif.
Hasil ini diperoleh setelah tim penyidik melakukan tes psikologi forensik terhadap Pegi Setiawan beberapa waktu yang lalu.
Baca juga: Ke Mana Iptu Rudiana Usai Pegi Setiawan Bebas? Keluarga Vina Cirebon: Aneh, Kita Sama-sama Korban
Salah satu kuasa hukum Polda Jabar menjelaskan bahwa pemeriksaan psikologi forensik terhadap Pegi Setiawan dilakukan untuk mendapatkan profil psikologis tersangka.
Pemeriksaan ini meliputi aspek intelejensi, kepribadian, status mental, serta evaluasi kredibilitas tersangka.
Selama pemeriksaan, Pegi Setiawan menunjukkan kesadaran normal, tetapi penampilannya tampak lusuh dan kurang merawat diri.
Ia terlihat lelah, kurus, dan memiliki tato bintang di lengan kanannya. Pegi sering memegang tangan dan menggaruk kepala, cenderung menghindari kontak mata, dan tampak gelisah.
Saat menjawab pertanyaan, Pegi sering membutuhkan waktu lama, seringkali menjawab tidak tahu dan berbicara terbata-bata.
Kuasa hukum Polda Jabar mengungkap bahwa Pegi memiliki kecenderungan untuk berbohong dan bersikap manipulatif.
“Bahwa dalam diri Pegi Setiawan ada sikap kecenderungan untuk berbohong, atau menutupi kejadian yang sebenarnya dan manipulatif,” kata salah satu kuasa hukum, dilansir dari Kompas.com, Selasa.
Menurut dia, ditemukan beberapa perbedaan cerita antara Pegi Setiawan dengan ayah kandungnya saat ditanya peristiwa yang sama.
Kemudian, saat ditanya mengenai peristiwa Cirebon 2016, Pegi menjawab tidak tahu.
Namun, saat diperiksa dengan data-data dan ditunjukkan foto korban, terjadi perubahan emosi pada diri Pegi.
“Sehingga tergambar adanya indikasi bahwa Saudara Pegi Setiawan mengetahui peristiwa tersebut di atas.
Akan tetapi untuk lebih mengetahui secara mendalam perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan,” katanya.
Tim juga menyebut, fungsi intelektual ambang borderline intelligence functioning atau IQ Pegi bernilai 78.
Sementara itu, penetapan Pegi Setiawan sebagai tersangka kasus Vina Cirebon dinilai tidak sah atau tak sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Hal ini disampaikan Profesor Suhandi Cahaya, ahli pidana dari Universitas Jaya Baya Jakarta saat dihadirkan di sidang praperadilan Pegi Setiawan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Rabu (3/7/2024).
Seperti diketahui Pegi Setiawan ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka setelah 8 tahun kasus Vina Cirebon terjadi.
Di awal kasus ini, penyidik sempat mendatangi rumah Pegi Setiawan di Desa Kepompongan, namun tidak mendapati Pegi.
Meski begitu, penyidik menyita sebuta motor milik Pegi tanpa berita acara penyitaan dan penetapan.
Baca juga: Eks Kapolda Jabar Anton Charliyan Minta Maaf ke Pegi Setiawan soal Salah Tangkap, Mau Aep Diperiksa
Menurut ahli, sesuai dengan ketentuan, sebelum menyita, penyidik semestinya ada izin dari ketua pengadilan.
“Apabila sita sudah dilakukan, tapi izin belum ada, dalam waktu 3 hari harus minta ketua pengadilan bahwa dia sudah melakukan sita,” terang Prof Suhandi Cahaya.
Dilanjutkan Suhandi, apabila penyidik tidak melakukan itu, maka tidak dibenarkan dan merupakan kesalahan.
Sementara terkait langkah penyidik yang selama 8 tahun tidak mencari Pegi dan mengirimkan surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi, menurut ahli semestinya pemnyidik memanggil terlebih dahulu.
“Semestinya penyidik memanggil Pegi Setiawan kalau ternyata diduga. Kalau tidak dilakukan, tahu-tahu main tangkap, main tahan saja,” sebut Suhandi.
Padahal, lanjutnya, sejarah atau silsilah kasus ini yang menjadi DPO adalah Pegi Perong, bukan Pegi Setiawan.
“Kenapa Pegi setiawan yang doiciduk?,” kata Suhandi heran.
Tim kuasa hukum Pegi Setiawan lalu menegaskan apakah tindakan yang dilakukan penyidik melanggar hukum.
“Berarti , menurut ahli, apa yang dilakukan penyidik itu tidak sah?,” tanya Marwan Effendi, kuasa hukum Pegi Setiawan.
“Iya betul. Tidak sesuai dengan KUHAP,” tegas Suhandi.
Di bagian lain, tim kuasa hukum Pegi selaku pemohon juga menanyakan kepada Suhandi mengenai kliennya yang diduga menjadi korban salah tangkap oleh Polda Jabar selaku termohon.
“Ahli, saya mau bertanya, sebelumnya Polda Jabar mengeluarkan ciri-ciri DPO Pegi Setiawan, namun orang yang ditangkap justru tidak sesuai dengan ciri-ciri yang dikeluarkan. Itu bagaimana?” tanya satu kuasa hukum Pegi dikutip dari Tribun Jabar.
“Itu salah tangkap namanya,” jawab Suhandi.
“Kalau salah tangkap, berarti penetapan tersangka harus digugurkan?” tanya kuasa hukum lagi.
“Iya, kalau salah tangkap maka penetapan tersangka harus digugurkan,” jawab Suhandi.
Alhasil, jawaban ini mampu memecah keheningan dengan reaksi pengunjung yang bertepuk tangan.
Baca juga: Alasan Pegi Setiawan Ganti Nama Jadi Robi karena Perempuan, Bukan Akibat Kasus Vina Cirebon
Bahkan, Hakim tunggal Eman Sulaeman harus mengetuk palu sidang untuk meminta pengunjung agar diam.
Eman mengatakan, dia juga berkeinginan untuk tepuk tangan atas hal yang disampaikan ahli, namun ia menahan diri.
“Diam ya, enggak usah tepuk tangan. Saya juga ingin tepuk tangan, cuma saya tahan,” ujar Eman.
Pernyataan Eman pun kembali memancing pengunjung untuk kembali tepuk tangan.
Sebagai informasi, selain Suhandi, juga ada lima saksi lainnya, yakni Sumarsono alias Bondol yang merupakan paman Pegi, Dede Kurniawan teman Pegi di Cirebon dari 2015, Liga Akbar saksi yang mencabut BAP, dan Agus bersama istrinya pemilik rumah proyek di Bandung.
Dalam persidangan, hakim Eman Sulaeman memulai dengan menanyakan apakah saksi ahli mengenal Pegi atau ada hubungan keluarga dengan tersangka.
“Tidak, Yang Mulia,” ujar Suhandi.
“Apakah dua alat bukti itu ditinjau dari segi kualitas atau kuantitas?” tanya Eman Sulaeman lagi.
“Ya, harus dua-duanya, kualitas dan kuantitas, yang harus betul-betul yang punya konek dengan apa yang telah dilakukan oleh tersangka dan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik,” jawab Suhandi.
Suhandi menjelaskan, sebelum seseorang ditetapkan jadi tersangka, penyidik harus melakukan pemeriksaan secara lengkap dan dilakukan gelar perkara internal yang dapat dihadiri oleh pengacara calon tersangka.
Seseorang pun, kata dia, dapat langsung dijadikan tersangka jika tertangkap tangan sedang melakukan tindak pidana.
“Kalau dia tidak tertangkap tangan, harus ada laporan dari seseorang atau pengaduan yang memberikan alat bukti yang lengkap kepada penyidik,” kata Suhandi.
Hakim kemudian menanyakan terkait bagaimana prosedur penerbitan daftar pencarian orang (DPO) terhadap tersangka.
“Dalam hal penerbitan DPO apakah harus ada pemanggilan?” tanya hakim.
“Ya, harus ada pemanggilan minimum dua kali sesuai KUHAP, setelah kalau tidak ada datang dipanggil, kewenangan dari penyidik dia bisa menjemput si tersangka,” jawab Suhandi, seperti dilansir Surya.co.id dengan judul Gelagat Bohong Pegi Setiawan Diungkap Polda Jabar di Praperadilan Kasus Vina Cirebon: Menutupi.
Ikuti berita populer lainnya di Google News Tribun Kaltim
Ikuti berita populer lainnya di saluran WhatsApp Tribun Kaltim