Informasi Terpercaya Masa Kini

Di Balik Sikap Saudi Merapat ke Rusia, Mengancam Eropa, Ada Apa?

0 82

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Arab Saudi kini tidak lagi bergantung kepada Amerika Serikat dalam percaturan politik dan ekonomi dunia. Sebagai negara yang kaya akan minyak, Saudi berkompromi dengan China dan Rusia sebagai salah satu sekutu barunya.

Sikap Saudi itu dapat terlihat dari keputusan Riyadh bergabung dengan aliansi ekonomi BRIC (Brasil, Rusia, India dan China) pada awal tahun.

Pada akhir Desember 2023, Putra Mahkota Muhammad bin Salman juga bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Riyadh. Saat itu, Putin mengatakan, hubungan Saudi dan Rusia berada dalam posisi yang tidak pernah terjadi sebelumnya “Tidak ada yang bisa menghalangi berkembangnya hubungan persahabatan kita,” kata Putin kepada putra mahkota.

Dalam pertemuan tersebut, tidak hanya kesepakatan dibidang ekonomi, tapi juga di bidang pertahanan keamanan. Di bidang pertahanan dan keamanan, kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan, dengan cara mendukung dan mencapai kepentingan bersama kedua negara.

Kedua pihak menegaskan keinginan mereka untuk memperkuat kerja sama keamanan dan koordinasi mengenai isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk memerangi kejahatan dalam segala bentukny.

Pun kerja sama soal memerangi terorisme dan ekstremisme serta pendanaannya, dan pertukaran informasi untuk menghadapi organisasi teroris, dengan cara yang mencapai keamanan dan stabilitas di negara-negara tersebut. 

Hubungan harmonis Arab Saudi dan Rusia dibuktikan saat Riyadh membela Moskow atas sikap negara-negara maju di G-7. Saudi mengancam akan menjual surat utang negara-negara Eropa yang mereka miliki.

Demikian menurut laporan Bloomberg seperti dilansir MEE, Selasa (9/7/2024).Ancaman itu disampaikan dari Kementerian Keuangan Arab Saudi pada awal tahun ini ke beberapa negara G-7. “Arab Saudi mengisyaratkan utang euro yang diterbitkan oleh Prancis,” tulis Bloomberg.

Riyadh telah mengkhawatirkan upaya Barat untuk menyita aset Kremlin selama berbulan-bulan. Pada bulan April, Politico melaporkan bahwa Arab Saudi, bersama dengan Tiongkok dan Indonesia, secara pribadi melobi UE agar tidak melakukan penyitaan.

Ancaman Arab Saudi untuk menjual surat utang negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan langkah Riyadh unjuk kekuatan dalam memanfaatkan daya ekonomi mereka buat mempengaruhi para pembuat kebijakan di negara-negara barat.

Dalam artikel di European Council on Foreign Relations  disebutkan bahwa Riyadh kini berada dalam posisi untuk membentuk tren regional dan global menyusul perubahan geopolitik yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina dan penarikan diri Barat dari Timur Tengah dan Afrika Utara.

Dengan memanfaatkan modal energi, finansial, dan politiknya, Arab Saudi telah menjadi kekuatan menengah dengan pengaruh yang sangat besar dalam tatanan dunia multipolar.

Para pemimpin regional dan global telah melakukan perjalanan ke Arab Saudi dengan intensitas baru. Mereka memandang Riyadh sebagai aktor kunci untuk bergerak melampaui perang antara Israel dan Hamas. Riyadh bergerak menuju kerangka keamanan regional yang baru, inklusif, dan berjangka panjang.

Beban geopolitik yang lebih besar ini telah menyebabkan Riyadh bermain di antara para pemain global dan regional yang bersaing dengan tujuan mengamankan kepentingan nasionalnya sendiri. “Kebijakan regional dan internasional yang baru dapat didefinisikan sebagai ‘aksionisme oportunistik’,” tulis artikel tersebut.

 

Arab Saudi berupaya menjadi pemimpin dan poros di wilayah yang lebih luas dan menggunakan peran ini untuk mendapatkan kursi di meja global sebagai perwakilan Timur Tengah yang terhubung secara ekonomi dan stabil.

Di tingkat global, aksiisme oportunistik Riyadh telah membangun hubungan transaksional dengan berbagai pemain global sejalan dengan berbagai kepentingan dan kerentanan Saudi.

Arab Saudi diketahui memiliki kekuatan ekonomi yang besar. Salah satu penopang kekuatan ekonomi Saudi adalah minyak. Saudi menjadi negara terbesar eksportir minyak dunia.

Pada 2022 dengan nilai ekspor minyak Saudi diperkirakan sebesar 236 miliar dolar AS. Jumlah tersebut mewakili 16,2% ekspor minyak global.

Kerajaan Saudi juga tetap menjadi salah satu negara penghasil minyak terbesar di Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan dunia.

Menurut Badan Informasi Energi A.S., Arab Saudi memproduksi 12,44 juta barel minyak per hari pada tahun 2022. Arab Saudi memiliki sekitar 13% cadangan minyak dunia.

Kekuatan minyak Saudi ini yang membuat negara tersebut, cukup berpengaru dalam pasar global. Pengurangan atau pembatasan ekspor minyak Saudi akan berdampak terhadap pasokan dan kenaikan harga dunia.

Sementara Rusia juga menjadi pemasok utama minyak dunia. Rusia menempati posisi kedua, menyumbang 9,14% dari ekspor global pada tahun 2022. Nilainya mencapai 133 miliar dolar AS pada 2022. 

Produksi rata-rata tahunan mencapai sebesar 10,13 juta barel per har. Minyak diproduksi oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Rosneft, Surgutneftegas, dan Gazprom. Jumlah ini menyumbang 10% dari produksi minyak global. Karena itu, persekutuan Saudi dan Rusia memiliki kekuatan besar dari sisi ekonomi.  

Kekuatan militer Saudi

 

Sementara itu, Badan Intelijen AS (CIA) telah menakar kekuatan militer Saudi. Ridayh angkatan bersenjata Saudi memiliki total sekitar 250 ribu tentara aktif. Sekitar 125 ribu di bawah Kementerian Pertahanan (75.000 Angkatan Darat; 15.000 Angkatan Laut, termasuk sekitar 3.000 marinir; 35.000 Angkatan Udara/Pertahanan Udara/Pasukan Rudal Strategis). Kemudian 125 ribu lainnya di Garda Nasional Arab Saudi (SANG)

Pasukan militer Saudi, termasuk SANG, mencakup sebagian besar sistem persenjataan modern dari AS dan Eropa.

Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika telah menjadi pemasok utama persenjataan. Pemasok besar lainnya termasuk Prancis dan Inggris. Arab Saudi adalah salah satu importir senjata terbesar di dunia (2023)

Anggaran belanja pertahanan Saudi pada 2021 dan 2022 ditaksir mencapai 6 persen dari GDP. Jumlah itu lebih kecil dibanding 2020 sebesar 8 persen dari GDP dan 2019 8,8 persen dari GDP. 

Ketergantungan Saudi terhadap senjata dari Amerika, membuat Riyadh tidak bisa begitu saja melepaskan hubungan dengan Barat. Mereka akan bermain cantik dengan menjalin hubungan tetapi tetap disegani di tataran global.

Leave a comment