Informasi Terpercaya Masa Kini

Perjalanan Awal di Pulau Dewata

0 8

Pagi itu, dua bus bak kawanan Bregodo telah menunggu tepat di depan kampus tempatku menimba ilmu. Sinar mentari pagi bersinar dengan penuh semangat sembari menghangatkan 70 orang mahasiswa yang sedang bergembira. Hari-hari yang ditunggu sejak lama akhirnya telah tiba, perjalanan yang akan menjadi pengalaman terakhir kami dalam menjalani kuliah lapangan sebagai mahasiswa pariwisata. Kami tahu, momen ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan, sebuah penutup yang sempurna untuk perjalanan panjang yang penuh tantangan dan pembelajaran ini.

Sejak pagi, suasana di kampus terasa berbeda. Beberapa dari kami tampak sibuk mengatur barang bawaan, sementara yang lain berlarian, tak sabar untuk memulai petualangan yang sudah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya. Ada yang berbincang ringan tentang destinasi yang akan dikunjungi, ada pula yang sudah menyiapkan kamera untuk mengabadikan setiap detik perjalanan. Bagiku, ini adalah momen yang penuh makna. Sebagai mahasiswa pariwisata, perjalanan ini bukan sekadar kesempatan untuk belajar, tetapi juga untuk merasakan langsung bagaimana teori yang telah kami pelajari selama ini diterapkan dalam dunia nyata.

Tepat pukul 09.00 pagi, tour leader yang akan memimpin perjalanan kami, seorang pria muda dengan senyum yang tak pernah hilang dari wajahnya, mengkomandokan untuk segera masuk ke dalam bus. Tak lama, raungan mesin Mercedes-Benz OH 1526 dengan khas mesin asal Jerman itu mulai bergerak. Seperti irama yang memandu perjalanan kami, bus pertama melaju, diikuti oleh bus kedua yang tak kalah megah. Di luar, kampus yang selama ini menjadi tempat kami berkumpul dan belajar perlahan menjauh, seiring kami memasuki jalan raya yang akan membawa kami menuju petualangan baru. 

Suasana di dalam bus begitu meriah. Beberapa teman mulai membuka percakapan, ada yang bernostalgia tentang kenangan di kelas, ada yang tak sabar ingin tahu lebih banyak tentang destinasi yang akan kami kunjungi. Lalu, ada juga yang sibuk memandangi pemandangan luar, seperti baru pertama kali melihat dunia. Pemandangan pagi yang terbentang luas dengan langit biru yang cerah, pepohonan yang berbaris rapi di sepanjang jalan, dan desa-desa yang tersembunyi di balik perbukitan, semua terasa begitu indah, seperti sambutan alam untuk perjalanan kami.

Bagiku, perjalanan kali ini menjadi berbeda karena untuk pertama kalinya aku melewati proyek tol Jogja-Solo yang belum selesai pengerjaannya itu. Keindahan pemandangan tol selaras dengan iringan lagu mengiringi perjalanan kami dari tol Klaten hingga berhenti di salah satu rumah makan di Nganjuk menjadi sekuel pertama perjalanan kami menuju Pulau Dewata.

Setelah melewati ratusan kilometer, matahari bertukar posisi dengan bulan tak terasa perjalanan kami sampai di ujung Pulau Jawa. Melewati sumber penerangan Pulau Jawa, tak lama kami berhenti di sebuah rumah makan di daerah Situbondo. Sepiring nasi dengan lauk sayur asem menghangatkan tubuh kami. Segala resah dan gelisah seketika hilang bersama mengalirnya teh hangat ke seluruh tubuh. 

Setelah dirasa cukup untuk beristirahat, kawanan Bregodo kembali melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ketapang. Dermaga tiga menjadi titik terakhir daratan Pulau Jawa bagi kami pada malam itu. Perlahan kapal mulai beranjak, disitu pula kami mulai memasuki portal waktu di Selat Bali. Perjalanan laut malam itu terasa singkat karena kami menikmati segarnya angin laut malam. 

Setelah melewati perjalanan, akhirnya yang dinanti tiba. Ban karet bertuliskan Bridgeston itu menjadi perantara untukku yang baru pertama kali menginjakkan Pulau Dewata. Hati terasa lega hingga akhirnya semua pandanganku berubah gelap dan berpindah ke alam mimpi. “Kukuruyuk Kukuruyuk” Suara alarm entah milik siapa mengagetkanku pagi itu. Perhatianku teralihkan dengan pemandangan yang saat itu dilalui, kelokan tajam dan jurang terasa tak asing bagiku. “Loh udah sampai Gunung Kidul?” gumamku dalam hati. 

Dugaanku salah setelah bus kami memasuki pedesaan dengan bangunan khas budaya Bali. Bedugul, itulah destinasi pertama kami untuk sarapan dan mandi, tepatnya di Bloom Garden. Sesampainya disana, kami mulai membersihkan diri dan mengisi perut kami. Diantara hidangan yang disajikan, ada satu yang menarik bagiku, yaitu sate lilit. Sate lilit merupakan salah satu masakan khas Bali. Setelah itu, kami mulai mengemasi barang dan beranjak berfoto di area Bloom Garden. Waktu menunjukan pukul 09.30 menandakan bahwa kami harus beranjak menuju destinasi kedua, yaitu Desa Wisata Batuan.

Batuan merupakan salah satu desa wisata yang terletak di Kabupaten Gianyar. Kami disambut dengan hangat oleh pemimpin dari desa wisata ini yang kebetulan masih satu almamater dengan kami, yaitu Universitas Gadjah Mada. Hal pertama yang kami lakukan adalah mobilisasi dari tempat parkir menuju balai desa Batuan untuk melakukan makan siang yang dilanjutkan oleh pemaparan materi dan workshop. 

Makan siang yang disajikan berupa berbagai menu khas Bali yang dimasak langsung oleh para perempuan di Desa Batuan. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa desa ini memberdayakan warga lokal, terutama perempuan. Tak hanya itu, kami juga melakukan aktivitas berupa workshop menari bersama salah satu sanggar legendaris di Batuan, yaitu Kaki Bebek. Lalu kegiatan yang kami lakukan di desa ini adalah mengunjungi tempat peribadahan yaitu Pura.

Siang hingga petang tiba telah kami habiskan waktu di Desa Batuan. Tiba saatnya yang ditunggu-tunggu, yaitu perjalanan menuju hotel. Sudah saatnya tulang punggung yang sudah dua hari tidak menyentuh kasur ini kembali menyentuhnya. Setibanya di hotel, kami langsung check-in dan masuk ke kamar masing-masing. Lelah telah kami rasakan selama dua hari kini saatnya dibayarkan dengan tidur di atas kasur.

Setelah lelah dirasa menghilang, aku dan beberapa temanku merencanakan untuk pergi mengunjungi tempat-tempat di Bali. Setelah berdiskusi menentukan tempat selama kurang lebih setengah jam, akhirnya pilihan jatuh untuk strolling around di Legian. Kami berangkat pukul 22.30 WITA menggunakan moda transportasi taksi online. Perjalanan sejauh 18 kilometer telah kita tempuh sembari menikmati suasana Kota Denpasar di malam hari. Tak terasa kami sudah memasuki kawasan Legian dan berhenti di Tugu Bom Bali.  

Kami berjalan menyusuri sepanjang jalan di Legian sembari menikmati suasana malam dikelilingi oleh bar. Sayang sekali, perjalanan kali ini kami tidak bisa berkunjung ke salah satu tempat tersebut karena tidak sesuai dengan kaidah agama kami. Tetapi, malam itu menjadi malam yang berkesan karena menambah insight baru terkait wisata malam di Bali. Akhirnya waktu menunjukan pergantian hari dan kami memutuskan untuk kembali ke hotel karena esok hari kami akan melanjutkan perjalanan mengelilingi Pulau Dewata ini.

Leave a comment