Pengacara Jelaskan soal Tom Lembong Tak Punya Rumah dan Kendaraan di LHKPN
Tim pengacara mantan Menteri Perdagangan RI 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Zaid Mushafi, menjelaskan soal kliennya yang tak melaporkan aset berupa tanah dan bangunan serta kendaraan di LHKPN KPK.
Berdasarkan penelusuran LHKPN milik Tom Lembong yang dilaporkan pada 2020, tak ada aset berupa tanah dan bangunan hingga kendaraan yang dilaporkannya. Menurut pengacara Tom, Zaid Mushafi, kliennya memang tak memiliki aset tanah hingga kendaraan tersebut.
“Untuk LHKPN memang pada faktanya, Pak Tom ini tidak memiliki aset berupa tanah dan mobil. Kami pun terinfo demikian,” ujar Zaid, di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/11).
Zaid menyebut, latar belakang Tom sebagai pebisnis memang membuatnya hanya memiliki surat berharga alih-alih mengoleksi aset yang berpotensi mengalami penurunan nilai seperti kendaraan.
“Tapi, memang beliau ini karena sebagai seorang pebisnis dan beliau ini sebagai seorang investor, beliau yang dimiliki adalah surat-surat berharga,” jelas dia.
“Memang bagi beliau itu yang terpenting itu dalam aset itu adalah surat-surat berharga. Bukan aset tidak bergerak, apalagi aset bergerak berupa mobil. Jadi, surat berharga itulah yang sebagian besar dimiliki oleh Pak Tom,” ucapnya.
Punya Harta Kekayaan Rp 101,4 M
Adapun dalam laman LHKPN KPK, Tom Lembong terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 30 April 2020. Laporan itu merupakan laporan khusus dalam periode akhirnya menjabat sebagai Kepala BKPM pada 2019. Dalam laporan itu, Tom Lembong memiliki harta kekayaan sebesar Rp 101.486.990.994.
Berikut rinciannya:
-
Harta bergerak lainnya yang dimiliki sebesar Rp 180.990.000.
-
Surat berharga senilai Rp 94.527.382.000.
-
Kas dan setara kas sebesar Rp 2.099.016.322.
-
Harta lainnya sebesar Rp 4.766.498.000.
-
Utang sebesar Rp 86.895.328.
Total harta kekayaan: Rp 101.486.990.994
Adapun Tom Lembong ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dugaan korupsi importasi gula. Dia dijerat tersangka bersama dengan Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI 2015–2016. Diduga, kasus tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 400 miliar.