NASIB Pramono Ditagih Pajak Rp670 Juta,Pasrah Usaha Susu Sapi Miliknya Tutup,Rekeningnya Diblokir
TRIBUN-MEDAN.com – Nasib Pramono ditagih pajak Rp670 juta.
Pramono pasrah usaha susu sapi miliknya tutup.
Rekeningnya pun kini diblokir.
Baca juga: Jelang Pilkada, Pjs Bupati Toba Dr. Agustinus Panjaitan Ajak Masyarakat Jadi Pemilih Cerdas
Seorang pemilik usaha susu ditagih pajak Rp670 juta viral di media sosial.
Iapun syok dan hanya pasrah usahanya kini ditutup.
Ia ditagih untuk membayar pajak senilai Rp2 miliar namun akhirnya diturunkan menjadi Rp670 juta.
Rekening tabungannya pun diblokir.
Baca juga: Lapas Kelas I Medan Gelar Razia dan Tes Urine Bersama Jajaran Keamanan untuk Jaga Ketertiban
Padahal sebagian uang di rekening tersebut milik 1300 peternak sapi yang menjadi mitranya.
Kasus ini menimpa Pramono, pemilik UD Pramono usaha susu sapi di Boyolali, Jawa Tengah.
Pramono pasrah memilih menutup usaha susunya atas kasus yang menimpanya.
“Aku wes ra mampu (Aku sudah tidak sanggup),” kalimat pasrah yang diucapkan Pramono, Selasa (29/10/2024), dikutip dari Tribun Solo.
Usaha Pramono yang ada di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo akan ditutup karena masalah pajak.
Rekeningnya sudah diblokir pihak kantor pajak, karena masalah tunggakan pajak.
Uang sebesar Rp 670 juta di rekening salah satu bank milik BUMN itu pun tak bisa dicairkan.
Padahal, uang itu sebagian milik 1300 peternak sapi perah yang menjadi mitranya.
UD Pramono memiliki 1300 peternak yang tersebar di lereng Merapi.
1300 peternak ini tersebar di 5 kecamatan di Boyolali dan satu kecamatan di Klaten.
Baca juga: Profil Komjen Setyo Budiyanto, Orang Lama di KPK yang Kini Bertugas di Kementan
Nasib, para peternak sapi perah yang susunya dibeli dengan harga paling tinggi itu pun kini diujung tanduk.
Karena memang, menurut 1300an peternak ini, UD Pramono lah yang paling baik pelayanannya.
Tak hanya membeli susu dengan harga paling tinggi, UD Pramono juga yang paling konsisten.
Susu dari sapi yang sakit tetap mau dibeli, meskipun akhirnya Pramono harus membuangnya.
Tak pernah ada masalah soal pembayaran susu dengan petani.
Pramono juga tak pernah membebankan peternak jika susu yang akan disetorkan ditolak pabrik.
Selain itu, dia juga memberikan kredit tanpa bunga kepada petani binaannya.
Namun, tak lama lagi, 1300 peternak sapi perah bakal kehilangan kenyamanan dan kesejahteraan.
Baca juga: Profil Komjen Setyo Budiyanto, Orang Lama di KPK yang Kini Bertugas di Kementan
Pramono mengumumkan bakal menutup usahanya.
Pramono menyatakan tak lagi menerima susu dari peternak lalu menyetorkannya ke industri pengolahan susu (IPS).
Pramono pun juga sudah berpamitan dengan dua IPS besar yang menjadi muara susu dari peternak ini.
“Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajek. Sing penting kulo ora mampu. (Kedua) tanganku ora mampu, keju kabeh, ra isoh nyambut gawe. (Saya tidak menyalahkan Bank dan kantor pajak yang sudah memblokir membekukan uangnya. Saya hanya sudah tidak mampu karena capek (memikirkan keberlangsungan usaha dan pajak),” katanya.
Pramono blak-blakan mengenai pajak yang dibebankan untuknya ini.
Baca juga: Dukung Layanan Prima, Rutan Natal Terima Pengadaan Genset dari Ditjen PAS
Bermula pada 2020, kantor pajak memeriksa pajak untuk tahun 2018.
Awalnya, Pramono dibuat syok dengan nilai pajak yang harus dia tanggung mencapai Rp 2 miliar.
Dia yang keberatan akhirnya beban pajak diturunkan menjadi Rp 671 juta.
Nominal itu baginya masih memberatkan.
Karena selama ini dia tak mengambil untung dari penjualan susu.
Susu dari peternak dia beli sesuai harga dari IPS.
“Kemudian, setelah nego-nego. Jadi (pajak) Rp 200 juta. Jika Rp 200 juta dibayar masalah pajak 2018 selesai,” jelasnya.
Pramono yang tak mau ambil pusing soal pajak lagi, akhirnya membayar Rp 200 juta itu.
Namun beberapa waktu kemudian, dia kembali mendapatkan panggilan dari kantor pajak lagi pada 2021.
Pramono yang capek, tak menggubris pajak itu.
Dia tetap menjalankan usahanya dan patuh membayar pajak tahunan ke negara.
Tiba-tiba, pada awal Oktober ini, Pramono mendapatkan undangan ke Kantor Pajak untuk melunasi tanggungan pajak tersebut.
Dia yang kemudian datang ke kantor pajak diminta membayar Rp 110 juta.
“Itungan pajak saya itu kan Rp 670 juta, tapi kemarin supaya memberikan Rp 110 juta. Umpomo saya mbayar (Kalau saya bayar pajak) Rp 110 juta itu selesai (Tidak diblokir),” pungkasnya.
Kasus lainnya terkait pajak, seorang pengusaha menjadi korban penipuan oknum petugas pajak.
Ia kehilangan uang di rekeningnya senilai Rp149 juta.
Padahal ia merasa tak transfer ke rekening manapun.
Saat dicek, transferan uang itu berpindah dua kali.
Kasus ini dialami Rudi Efendi (55).
Rudi merupakan pengusaha asal Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Ia menjadi korban penipuan setelah menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai petugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
“Iya benar. Tabungan saya terkuras habis sebesar Rp 149.800.000, setelah dihubungi seseorang yang mengaku petugas dengan nama DJP di akun WhatsApp,” ujar Rudi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (5/10/2024).
Rudi menceritakan, pada Rabu (25/9/2024), dirinya menerima telepon dari seorang laki-laki yang mengaku dari DJP.
Karena nama DJP tertera, Rudi langsung merespons.
Mengingat sebagai pengusaha, ia terbiasa berurusan dengan pajak.
Sebelum telepon, Rudi juga dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp
Namun riwayat pesan tersebut kini sudah hilang.
Rudi tidak tahu apakah nomor yang menghubunginya adalah nomor ponsel atau telepon kantor DJP.
Dalam percakapan via telepon, Rudi diverifikasi mengenai nama perusahaan, alamat dan NPWP.
Setelah membenarkan identitas perusahaan, Rudi diminta untuk mengganti biaya meterai sebesar Rp 10.000.
Ia kemudian mentransfer jumlah tersebut melalui m-Banking.
“Selang beberapa menit, saya keluar lalu kembali ke kantor. Mau ada transaksi senilai Rp 31 juta untuk pekerjaan kami. Setelah saya buka, loh sisa saldo berkurang. Total yang terkuras Rp 149.800.000, berpindah dua kali,” jelas Rudi.
Rudi kemudian mendatangi BRI Unit Dringu untuk mengecek saldonya yang tiba-tiba terkuras.
Ia membuat surat pernyataan dari pihak bank.
“Total uang saya yang hilang Rp 149 juta. Saya tidak merasa mentransfer Rp 100 juta dan Rp 49.800.000. Tiba-tiba sudah mengalami pemindahbukuan ke rekening Bank Nobu. Itu saya tidak merasa. Padahal saya tidak menunjukkan atau menyampaikan PIN atau apa saja kepada pihak DJP tersebut. Tiba-tiba saldo habis,” ungkap Rudi.
Berharap uangnya yang hilang dapat kembali, Rudi melaporkan peristiwa tersebut ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim pada Selasa (1/10/2024) lalu.
(tribun-medan.com)
Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News
Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter dan WA Channel
Berita viral lainnya di Tribun Medan