Pelit Bukanlah Aplikasi dari Frugal Living
Dalam beberapa tahun terakhir, konsep frugal living atau hidup hemat menjadi populer, terutama bagi mereka yang ingin lebih bijaksana dalam mengelola keuangan. Namun, frugal living sering kali disalahpahami sebagai perilaku pelit atau kikir, padahal keduanya memiliki perbedaan mendasar.
Bahkan, dalam artikel utama Kompasiana berjudul “Hindari Frugal Living Ekstrem Seperti Ini, Bisa Merugikan Orang Lain” oleh pakar ekonomi terkemuka Indonesia yang diendors oleh Redaksi Kompasiana, Noer Ashari, frugal living ekstrem disebut sebagai gaya hidup yang dapat merugikan orang lain karena cenderung menolak segala bentuk pengeluaran, bahkan dalam situasi yang membutuhkan kepedulian sosial.
Artikel sederhana yang dituilis oleh seorang awam ini, akan mengulas perbedaan antara frugal living dan sikap pelit serta bagaimana kedua konsep tersebut dipandang dalam perspektif falsafah ekonomi dan ajaran Islam.
Apa Itu Frugal Living?
Frugal living atau hidup hemat adalah gaya hidup yang menekankan pengelolaan keuangan secara bijaksana dan cermat. Prinsip dasarnya adalah mengurangi pengeluaran yang tidak perlu apalagi sampai melakukan doom spending, menghargai setiap sumber daya, dan berfokus pada kebutuhan ketimbang keinginan.
Orang yang menjalankan frugal living akan lebih memprioritaskan tujuan keuangan jangka panjang daripada memuaskan keinginan jangka pendek.
Akan tetapi, hidup hemat bukan berarti tidak pernah mengeluarkan uang atau menolak berbagi dengan orang lain. Justru, mereka yang hidup hemat berusaha untuk menjalankan hidup sederhana dan terencana, namun tetap memiliki rasa tanggung jawab sosial.
Pelit: Sikap yang Berbeda dari Frugal Living
Sikap pelit atau kikir adalah perilaku yang tidak ingin berbagi atau memberikan sebagian dari yang dimiliki kepada orang lain, bahkan ketika hal tersebut memungkinkan.
Seseorang yang pelit akan berusaha menghindari kontribusi, bantuan, atau bahkan pengeluaran yang sebenarnya adalah kewajiban sosial. Misalnya, mereka mungkin menghindar ketika diharuskan ikut berpartisipasi dalam acara patungan atau bantuan.
Dari sudut pandang ekonomi, pelit dianggap sebagai sikap yang tidak sehat karena menciptakan ketidakseimbangan sosial. Perilaku ini cenderung menimbulkan kesan memanfaatkan orang lain tanpa adanya timbal balik yang setara, dan dapat merusak hubungan sosial.
Pandangan Al-Qur’an dan Islam tentang Pelit dan Hidup Hemat
Islam mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan, baik dalam pengelolaan harta maupun hubungan dengan sesama. Dalam Al-Qur’an, sifat pelit atau bakhil dikecam keras karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan. Beberapa ayat yang menyinggung sifat kikir adalah sebagai berikut:
Al-Baqarah (2:268), yang menyebutkan bahwa setan menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan dan mendorong untuk berbuat kikir. Sementara itu, Allah memberikan jaminan ampunan dan karunia bagi mereka yang bersedia berbagi dan berbuat baik.At-Taubah (9:67), yang mengaitkan sifat kikir dengan orang-orang munafik yang enggan melakukan kebaikan dan tidak mau memberikan sesuatu untuk sesama.Muhammad (47:38), yang menegaskan bahwa siapa yang kikir sebenarnya hanya merugikan dirinya sendiri. Allah Maha Kaya dan tidak memerlukan bantuan manusia, tetapi manusia membutuhkan kebaikan di antara mereka untuk menegakkan keadilan sosial.
Islam sangat menghargai hidup sederhana (qana’ah), tetapi tidak membenarkan seseorang menutup diri dari kebutuhan orang lain. Hidup hemat justru dianjurkan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan dan menghindari pemborosan. Firman Allah dalam Al-Isra’ (17:27) menegaskan bahwa orang yang boros adalah saudara setan, tetapi Islam juga mendorong keseimbangan dan keterbukaan dalam berbagi harta bagi sesama.
Frugal Living dan Pelit: Perspektif Ekonomi
Dalam kajian ekonomi, frugal living adalah salah satu strategi pengelolaan keuangan yang sehat. Gaya hidup hemat ini bertujuan untuk menghindari utang, mengamankan masa depan finansial, dan menjaga kestabilan keuangan pribadi.
Mereka yang hidup hemat akan membelanjakan uang dengan bijaksana dan cermat, serta memilih untuk fokus pada investasi atau tabungan untuk tujuan masa depan, seperti pendidikan atau pensiun. Hal ini berbeda dengan pelit yang justru menghalangi aliran ekonomi, baik dalam lingkup sosial maupun ekonomi keluarga.
Orang yang pelit tidak hanya enggan mengeluarkan uang untuk kepentingan sosial, tetapi juga sering kali tidak mengeluarkan uang untuk kebutuhan yang sewajarnya. Hal ini bisa menimbulkan ketimpangan sosial, karena mereka hanya berfokus pada keuntungan pribadi tanpa memperhatikan keseimbangan atau timbal balik dalam hubungan dengan orang lain.
Kesimpulan: Memahami Frugal Living dan Menghindari Sikap Pelit
Kesalahpahaman antara frugal living dan pelit sering kali muncul karena keduanya melibatkan sikap menghemat pengeluaran.
Frugal living adalah pilihan sadar untuk hidup sederhana dengan tujuan jangka panjang dan kebijaksanaan finansial, sementara pelit adalah sifat yang berpusat pada diri sendiri dan menghindari berbagi atau membantu sesama.
Pelit justru bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh frugal living dan ajaran Islam yang mengutamakan keseimbangan, kepedulian sosial, dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk menghindari pemborosan tetapi tetap peduli pada mereka yang membutuhkan, dan bahkan dianjurkan untuk berbagi rezeki melalui zakat, infak, dan sedekah. Hidup hemat sejalan dengan ajaran ini, sementara pelit adalah sikap yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan kepedulian dalam Islam.
Penutup
Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat mengaplikasikan frugal living tanpa perlu khawatir dicap sebagai orang yang pelit.
Frugal living adalah cara hidup yang membantu kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab dalam mengelola keuangan, namun tetap terbuka untuk membantu orang lain dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan. Pelit bukanlah aplikasi dari frugal living, baik dari sudut pandang ekonomi maupun ajaran Islam.
Penulis: Merza Gamal (Pemerhati Sosial Ekonomi Syariah)