Informasi Terpercaya Masa Kini

Aplikasi Budgeting, Membantu atau Menambah Stres Finansial ?

0 7

Di era digital, selain kemudahan ia juga memunculkan paradoks baru dalam pengelolaan keuangan pribadi. Banyak orang mengandalkan aplikasi budgeting untuk mengontrol pengeluaran dan tabungan mereka. Beberapa aplikasi budgeting seperti Money Lover, YNAB, Wallet, Monefy, Finansialku, dan lain-lain adalah sebagian diantaranya.

Akan tetapi, apakah aplikasi tersebut memang benar-benar mampu membuat hidup finansial kita lebih tenang atau justru makin menambah beban? Yuk kita kupas faktanya.

#1. Ilusi Kontrol atau Kenyataan?

Aplikasi budgeting sering kali dipasarkan sebagai alat untuk memberikan kontrol penuh atas keuangan. Kamu mungkin pernah mendengar, “Dengan aplikasi ini, kamu bisa tahu setiap pengeluaran hingga ke detail terkecil!” Kedengarannya hebat, bukan? Tapi faktanya, tidak semua orang siap menerima “pengingat” bahwa mereka terlalu banyak menghabiskan uang untuk kopi latte setiap hari.

Penelitian FINRA (2018) menunjukkan bahwa meskipun aplikasi budgeting memiliki potensi besar untuk membantu pengelolaan keuangan, banyak pengguna yang justru merasa lebih stres karena informasi keuangan yang terlalu detail ini. Alih-alih merasa terkendali, mereka justru terjebak dalam lingkaran kecemasan tentang setiap pengeluarannya.

Coba bayangkan, setiap kali kamu membuka aplikasi tersebut, kamu disuguhkan grafik yang menunjukkan betapa besarnya pengeluaran harianmu untuk hal-hal sepele. Rasanya seperti ada alarm darurat keuangan yang berbunyi setiap saat. Alih-alih menenangkan, aplikasi ini seringkali membuat penggunanya merasa bersalah dan cemas.

John C. Maxwell pernah berkata, “Budgeting is telling your money where to go instead of wondering where it went.” Namun, ketika aplikasi budgeting mengubahnya menjadi pengingat konstan tentang pengeluaran impulsif, apakah hal itu masih bisa disebut membantu atau justru sebaliknya?

  #2. Manajemen Data yang Overload: Masalah atau Solusi?

Satu hal yang tidak banyak disadari adalah bahwa aplikasi budgeting terkadang dapat menjadi black hole informasi keuangan. Setiap transaksi harus dicatat, setiap pengeluaran harus dikategorikan, setiap tagihan harus diingatkan. Meski awalnya terkesan praktis, lama kelamaan hal ini akan menjadi terlalu membebani.

Ketika pengguna mencoba mencatat semuanya, mereka mungkin akan merasa frustrasi dengan jumlah data yang harus dikelola. Kebanyakan dari kita sebenarnya tidak siap untuk menangani detail sekecil itu dalam kehidupan sehari-hari. FINRA (2018) juga mencatat bahwa terlalu banyak informasi keuangan justru bisa membingungkan, apalagi jika aplikasi memberikan saran-saran yang tidak sesuai dengan kondisi finansial pengguna.

Kita mungkin sering mendengar, “Informasi adalah kekuatan,” tapi bagaimana jika informasi itu justru membuat kamu semakin ragu? Setiap keputusan finansial dihadapkan pada rentetan analisis yang melelahkan. Akhirnya, aplikasi yang seharusnya membantu justru memperburuk kecemasan pengambilan keputusan.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Albert Einstein, “Information is not knowledge.” Jadi, meskipun aplikasi budgeting menyuguhkan banyak data, tanpa kemampuan yang tepat untuk memprosesnya, pengguna bisa terjebak dalam pusaran informasi tanpa arah.

  #3. Gamifikasi Pengelolaan Keuangan: Menghibur atau Menjebak?

Aplikasi budgeting sering menggunakan pendekatan gamifikasi untuk memotivasi penggunanya. Misalnya, memberikan penghargaan virtual ketika pengguna berhasil menekan pengeluaran atau mencapai target tabungan. Sepintas, hal ini tampak mengasyikkan dan bisa menambah motivasi. Tapi, apakah benar metode ini cocok untuk semua orang?

Studi dari FINRA (2018) menunjukkan bahwa tidak semua pengguna merespons gamifikasi dengan cara yang positif. Beberapa justru  seperti terjebak dalam permainan yang tidak pernah selesai. Misalnya, ketika mereka gagal mencapai target, rasa kecewa muncul, seakan-akan mereka kalah dalam permainan yang mereka buat sendiri. Ketika ini terjadi berulang kali, aplikasi tersebut bisa menjadi pengingat konstan akan kegagalan, bukan kesuksesan.

Selain itu, gamifikasi juga bisa memicu perilaku kurang rasional.  Seperti terobsesi dengan mencapai target atau penghargaan virtual tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan sebenarnya. Ini seperti ketika kamu mencoba memotong pengeluaran penting hanya demi mencapai “medali” yang diberikan aplikasi.

Mungkin kutipan dari Peter Drucker bisa menjadi pengingat, “What gets measured gets managed.” Tapi, jika yang diukur adalah target yang tidak relevan, kamu bisa terjebak dalam jebakan keuangan yang tidak sehat.

 

Aplikasi Budgeting, Teman atau Beban?

Pada akhirnya, aplikasi budgeting bukanlah solusi universal yang bisa diterapkan pada semua orang. Mungkin hal itu efektif diterapkan bagi sebagian orang, tapi tidak untuk sebagian yang lain.

Meskipun dapat memberikan wawasan tentang kebiasaan pengeluaran, aplikasi ini juga bisa membawa tekanan yang tidak perlu. Pengelolaan keuangan adalah tentang keseimbangan, bukan kontrol total atas setiap pengeluaran kecil.

Jika kamu merasa semakin tertekan dengan penggunaan aplikasi ini, mungkin sudah saatnya untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih santai dan tidak terlalu mengandalkan teknologi. Pada akhirnya, kesejahteraan finansial bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang bagaimana yang kamu rasakan dengan uangmu.

Pastikan bahwa kamu tidak menjadikan niat baikmu mengelola kondisi finansial pribadi sebagai beban. Sehingga kita mesti bijak dalam mengambil keputusan.

Maturnuwun,

Growthmedia

Leave a comment