Saham Perusahaan Game Ubisoft Tiba-tiba Melonjak 33 Persen, Apa Penyebabnya?
KOMPAS.com – Saham perusahaan penerbit (publisher) game asal Perancis, Ubisoft, tiba-tiba melonjak 33 persen saat penutupan pasar pada Jumat (4/10/2024).
Harga saham Ubisoft yang semula sekitar 10 euro (Rp 171.000an) per lembar saham, menjadi hampir 14 euro (sekitar Rp 240.000) per lembar saham.
Ini menjadi kenaikan saham tertinggi sejak perusahaan ini menjadi publik pada 1996. Mengapa bisa demikian?
Kenaikan saham ini terjadi lantaran adanya laporan bahwa perusahaan teknologi asal China, Tencent Holdings dan pendiri Ubisoft, Guillemot Brothers Ltd. sedang mendiskusikan opsi untuk membeli Ubisoft, setelah saham perusahaan tersebut menurun sekitar 40 persen tahun ini.
Angka tersebut menjadi titik terendah Ubisoft dalam lebih dari satu dekade. Kapitalisasi pasar perusahaan di balik game Assassin’s Creed tersebut sekarang berada di sekitar 1,8 miliar Euro (setara Rp 30,9 triliun).
Baca juga: Pengembang Game Ubisoft PHK Karyawan Lagi demi Profit dan Investor
Tencent Holdings yang saat ini memegang 9,2 persen saham Ubisoft, dan Guillemot Brothers Ltd. yang memegang 20,5 persen saham, telah berbicara dengan berbagai konsultan untuk mencari cara menstabilkan Ubisoft dan meningkatkan nilai pasarnya.
Salah satu cara yang dipertimbangkan adalah menjadikan perusahaan itu sebagai perusahaan tertutup, yang sahamnya tidak diterbitkan melalui penawaran umum perdana (initial public offering/IPO), dan tidak diperdagangkan di bursa publik.
Beberapa pemegang saham minoritas termasuk AJ Investments, telah mendorong dilakukannya privatisasi atau penjualan kepada investor strategis.
Diskusi ini dilaporkan masih dalam tahap awal, dan tidak ada jaminan bahwa diskusi tersebut akan berbuah transaksi. Baik Tencent maupun Guillemot Brothers Ltd. juga disebut tengah mempertimbangkan alternatif lain.
Ubisoft sedang kesulitan
Ubisoft diketahui mengalami kesulitan dalam beberapa tahun belakangan ini, setelah menghadapi tekanan pengembangan game yang intens selama pandemi Covid-19.
Hal ini menyebabkan mundurnya peluncuran sejumlah game baru, dan pembatalan beberapa proyek yang sedang digarap.
Pada 2022, terjadi merger dan akuisisi yang signifikan di industri game, dengan laporan bahwa perusahaan ekuitas swasta besar sedang mengevaluasi tawaran potensial untuk Ubisoft.
Kemudian, keluarga pendiri perusahaan Ubisoft, yakni Guillemot Brothers Ltd. menandatangani perjanjian kemitraan dengan Tencent Holdings. Tencent mengakuisisi 49,9 persen saham di Guillemot Brothers, selain saham langsungnya di Ubisoft.
Langkah ini dipandang sebagai strategi untuk menjauhkan calon pembeli lainnya, sambil mempertahankan kendali keluarga Guillemot (Yves, Claude, Michel, Gerard, Christian Guillemot) atas tata kelola Ubisoft.
Ubisoft juga mengalami tahun 2024 yang mengecewakan karena game tembak-menembak (shooter) pesaing Call of Duty bikinannya, XDefiant, dan game Star Wars Outlaws gagal memenuhi ekspektasi penjualan Ubisoft.
Baca juga: PHK di Industri Game Berlanjut, Ubisoft Layoff 45 Karyawan
Dalam catatan terbarunya kepada investor, Yves Guillemot selaku CEO Ubisoft mengakui bahwa kuartal kedua perusahaan tersebut tidak sesuai ekspektasi, dan berjanji akan melakukan tinjauan, yang ditujukan untuk meningkatkan eksekusi mereka dalam pembuatan serta perilisan game.
Terkait hal itu, game berbujet tinggi (triple-A/AAA) terbaru Ubisoft, Assassin’s Creed Shadows bakal ditunda perilisannya selama tiga bulan, yakni hingga 14 Februari 2025.
Ubisoft juga meninggalkan strategi perilisan game PC secara eksklusif di platform distribusi Epic Games Store.
Kini, semua game yang dirilis di PC juga akan diboyong ke platform Steam pada hari peluncurannya.
Perusahaan tersebut memangkas proyeksinya untuk tahun finansial 2025, dengan memperkirakan pemesanan (bookings) akan turun menjadi sekitar 1,95 miliar Euro (setara Rp 33,4 triliun), dari 2,32 miliar Euro (kira-kira Rp 39,8 triliun) yang dilaporkan Ubisoft untuk tahun fiskal 2024.
Pemesanan bersih untuk kuartal kedua tahun fiskal akan turun menjadi 350 juta Euro (Rp 6 triliun) hingga 370 juta Euro (Rp 6,3 triliun), dari perkiraan sebelumnya sebesar 500 juta Euro (sekitar Rp 8,5 triliun), sebagaimana dirangkum KompasTekno dari TechSpot, Senin (7/10/2024).